AMBON, KOMPAS - Dua kelompok warga dari Desa Hualoy dan Desa Latu di Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, terlibat bentrokan pada Rabu (20/2/2019). Aparat keamanan pun meredam konflik dan mengupayakan perdamaian antara pihak yang bertikai.
Akibat peristiwa itu, satu orang tewas. Selain itu, dua rumah penduduk, dua rumah guru, dan tiga kompeks sekolah ikut dibakar. Akses transportasi di Jalan Trans-Seram yang melewati titik pertikaian itu pun sempat lumpuh.
Berdasarkan informasi yang dihimpun hingga Rabu malam, aparat keamanan masih bersiaga di perbatasan kedua desa yang wilayahnya bertetangga itu. Negosiasi untuk perundingan pun masih terus berjalan agar warga kedua desa yang memiliki sejarah konflik pada masa lalu itu dapat kembali berdamai.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, pada Rabu sore, aparat sudah berhasil mengendalikan situasi. Kepala Biro Operasional Polda Maluku Komisaris Besar Gatot Mangkurat memimpin pengamanan sekaligus mendekati tokoh-tokoh dari kedua pihak yang bertikai untuk bertemu.
Sementara itu, bangunan yang rusak adalah satu unit sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Desa Tumalehu, satu unit sekolah dasar di Desa Hualoy, serta dua rumah warga dan dua rumah dinas guru di Tumalehu. Tumalehu terdampak koflik tersebut karena berada di antara Hualoy dan Latu. Ketiga desa itu wilayahnya saling berimpitan.
Roem mengatakan, sebelum terjadi konflik terbuka, kedua desa tersebut sempat bersitegang setelah kasus penganiayaan terhadap warga Hualoy yang diduga dilakukan oleh oknum warga Latu. Penganiayaan itu terjadi di Kota Ambon pada malam pergantian tahun 2019.
Warga Hualoy telah mendesak polisi agar segera menangkap pelaku tersebut, tapi hingga saat ini belum berhasil. Konflik terbuka antara kedua kelompok warga pun akhirnya pecah.
"Satu peleton anggota Polri sudah berjaga-jaga di sana. Namun, kondisi pada Rabu pagi sulit dikendalikan lantaran melibatkan massa dalam jumlah banyak," kata Roem.
Apa salah gedung sekolah sampai harus dibakar seperti itu?
Jusmalinda Holle dari bagian pemantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku menyatakan, sangat menyesalkan pembakaran tiga kompleks persekolahan itu. "Apa salah gedung sekolah sampai harus dibakar seperti itu? Sekolah itu kan tempat anak-anak kita belajar. Di sana tumbuh generasi masa depan bangsa," ujarnya.
Jusmalinda berharap pemerintah segera menyelesaikan konflik tersebut hingga tuntas, termasuk memproses hukum warga yang dianggap sebagai pemicu konflik. "Di banyak tempat di Maluku, proses penegakan hukum cukup efektif untuk mencegah konflik yang lebih besar. Kalau pelaku penganiayaan itu telah ditangkap, mungkin ceritanya tidak seperti ini," katanya.
Akibat bentorkan itu, aktivitas transportasi di Jalan Trans-Seram sempat lumpuh. Permukiman penduduk di Hualoy, Tumalehu, dan Latu berada di pinggir Jalan Trans-Seram yang menjadi akses utama tiga kabupaten, yakni Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Timur. Titik pertikaian berada sekitar 78 kilometer dari Masohi, ibu kota Maluku Tengah.
Jusnick Anamofa, warga Masohi, menuturkan, demi keselamatan, dirinya membatalkan perjalanan melewati daerah itu. Rute itu biasa digunakan warga dari Pulau Seram ke Pulau Ambon. "Ada adik saya yang bilang untuk sementara jangan melewati daerah itu," katanya.