Hibahkan Aset Rampasan, KPK Terus Perkuat Sinergi Penegak Hukum
›
Hibahkan Aset Rampasan, KPK...
Iklan
Hibahkan Aset Rampasan, KPK Terus Perkuat Sinergi Penegak Hukum
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menghibahkan tiga aset yang dirampas dari terpidana kasus korupsi dan pencucian uang ke Kejaksaan Agung dan Badan Narkotika Nasional di Jakarta, Rabu (20/2/2019). Penyerahan barang rampasan melalui proses Penetapan Status Penggunaan atau Hibah, ini, menunjukkan sinergi antarlembaga penegak hukum dalam mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Tiga aset yang disita KPK senilai total Rp 110,238 miliar. Aset itu terdiri dari sebidang tanah dan bangunan di Bali seluas 829 meter persegi terkait kasus Fuad Amin, mantan Bupati Bangkalan, Jawa Timur, yang dipidana atas kasus pencucian uang selama periode 2003-2014. Aset itu diberikan kepada Kejaksaan Tinggi Bali.
KPK juga menghibahkan tanah seluas 9.944 meter persegi di Jakarta Selatan terkait kasus mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Demokrat, M Nazarudin. Kemudian, tanah dan bangunan seluas 1.194 meter persegi di Medan, Sumatera Utara, diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Aset tersebut milik almarhum Sutan Bhatoegana, terpidana kasus korupsi kepengurusan anggaran di Kementerian ESDM tahun 2013.
”Ini bukan barang KPK, melainkan hasil rampasan yang pengelolaannya kemudian diserahkan kepada pihak yang bisa mengelola,” kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam sambutannya.
Penyerahan aset secara simbolis diterima langsung oleh Ketua Jaksa Agung M Prasetyo dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Heru Winarko. Agus berharap aset dari penanganan kasus korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut bisa mendukung kinerja Kejaksaan Agung dan BNN dalam penegakan hukum.
Prasetyo mengapresiasi penyerahan dua aset yang disita KPK kepada Kejaksaan Agung. Ia berharap, upaya perampasan dan pengembalian kerugian akibat tindak pidana korupsi kepada negara dapat menimbulkan efek jera pada calon pelaku atau terpidana korupsi.
”Dengan ini semoga publik melihat bahwa korupsi tidak menyebabkan penambahan nilai, tetapi merugikan dan kemiskinan pelakunya. Perampasan aset bisa memberi efek jera dengan membuat orang enggan menumpuk kekayaan dari korupsi,” ujarnya.
Lebih solid
Hal senada juga disampaikan Heru. Ia berharap, setiap lembaga penegak hukum dapat lebih solid dalam menindak tindak pidana yang merugikan negara. Adapun hibah tersebut akan dimanfaatkan BNN untuk meningkatkan kinerja karyawannya.
”Menurut rencana, (aset) ini akan kami gunakan untuk perkantoran, untuk operasional upaya pemberantasan anggota kami di lapangan,” ujarnya.
Perampasan dan mekanisme pengembalian aset negara dari pelaku tindak korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 237. Kemudian, pengelolaan barang atau aset hasil rampasan ini diatur secara khusus dalam peraturan Menteri Keuangan.
Berdasarkan data KPK, capaian pengembalian aset tahun melalui kegiatan Penetapan Status Penggunaan (PSP) atau hibah sejak tahun 2016 hingga awal 2019 ini mencapai Rp 1,579 triliun. (ERIKA KURNIA)