Hujan deras mengguyur. Penyejuk ruangan di dalam Ruang Kusuma Atmadja 1, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (19/2/2019), terasa makin dingin. Dalam suasana ini, dua mantan petinggi Partai Golkar, yakni mantan Ketua Umum Setya Novanto dan mantan Sekretaris Jenderal Idrus Marham, bertemu.
Novanto yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, dihadirkan sebagai saksi untuk Idrus bersama dengan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Idrus didakwa terlibat korupsi dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Idrus lebih dulu memasuki ruang sidang dengan diantar pengawal tahanan. Ia duduk di bangku pengunjung pada deret kedua, menunggu sidang dimulai. Di depannya, Kotjo sudah duduk ditemani seorang kerabat. Ia pun kemudian berbalik menyapa Idrus. Tidak lama kemudian, majelis hakim yang dipimpin Yanto memasuki ruang sidang, lalu tak lama kemudian membuka sidang.
Novanto baru masuk ruang sidang saat namanya dipanggil jaksa penuntut umum yang menghadirkannya sebagai saksi. Padahal, biasanya sembari menunggu sidang dimulai, Novanto selalu duduk di ruang sidang. Hal ini dilakukan Novanto, antara lain, saat akan menjadi saksi untuk sidang Kotjo dan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih serta para terdakwa dalam perkara pengadaan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik. Bahkan, saat dirinya datang sebagai saksi untuk Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dalam perkara KTP-el, ia sempat berbincang ringan dengannya.
Meski demikian, Novanto mencoba berseloroh saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim. Saat itu, Jaksa Ronald Worotikan menanyakan jabatan Novanto di Partai Golkar ketika sejumlah pertemuan yang membahas pembangunan PLTU Riau-1 berlangsung pada akhir 2016.
”Bendahara sepertinya. Atau ketua, ya? Apa, ya? Coba saya tanya ke sekjen saya dulu, ya,” jawabnya sambil tertawa kecil.
Mendengar hal ini, Idrus bergeming. Ia hanya terus menatap Novanto.
Selanjutnya, pertanyaan jaksa banyak mengarah pada Kotjo mengenai proses kesepakatan terkait PLTU Riau-1 dengan PT Perusahaan Listrik Negara dan seputar permintaan uang yang dilakukan Eni. Upaya menggali keterangan Kotjo yang dilakukan sejak pukul 16.00 itu terus berlanjut hingga jeda shalat Maghrib.
Jabat tangan
Seusai palu penanda jeda diketok hakim, Kotjo menghampiri Idrus untuk bersalaman. Sementara Novanto memilih menghampiri jaksa untuk bersalaman. Mereka kemudian menuju mushala pengadilan untuk menunaikan ibadah. Seusai shalat pun tak ada tegur sapa antara Novanto dan Idrus meski Idrus sempat menjadi imam shalat.
Begitu kembali ke ruang sidang untuk menunggu sidang dimulai lagi, Idrus masuk lebih dulu dan duduk lagi di bangku pengunjung pada deret kedua. Novanto yang masuk setelahnya sempat hendak duduk di depan Idrus. Namun, setelah menoleh ke belakang, Novanto memilih bangku lain yang letaknya berjauhan dengan Idrus.
”Saksi tidak boleh berdekatan dengan terdakwa, ya, Pak Jaksa, ya?” ujar Idrus saat melihat Novanto berpindah tempat.
Sesaat kemudian, sidang kembali dimulai. Menanggapi pertanyaan jaksa dan penasihat hukum, Novanto tetap menyebut Idrus memiliki kemampuan yang mumpuni sehingga dirinya memercayakan jabatan pelaksana tugas ketua umum Partai Golkar kepada Idrus saat dirinya tersandung perkara KTP-el. Ia pun mengaku menawari Idrus untuk menjadi pengganti ketua umum definitif, tetapi yang bersangkutan tidak bersedia. ”Walau saya menilai, kemampuan dia bisa,” ujar Novanto.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkapkan pernah memarahi Eni yang ternyata mendekati Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar saat ini. Hal itu dilakukan Eni saat Novanto sedang terbelit masalah dan kondisi internal partai bergejolak karena muncul faksi yang ingin Novanto diganti karena status hukumnya saat itu.
Di tengah kemelut itu, Idrus terus menemani Novanto. Saat Novanto diadili, Idrus rutin datang ke persidangan hingga tuntutan dibacakan. Namun, seusai vonis dijatuhkan pada 24 April 2018 hingga Novanto dieksekusi ke LP Sukamiskin, Idrus tak terlihat mendampingi.
Kemarin, pada akhir persidangan, dua mantan politisi itu baru berjabat tangan.