JAKARTA, KOMPAS — Warga Kampung Aquarium di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, mengajukan desain detail kampung mereka dengan konsep ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu kekhasan dari rancangan itu adalah penggunaan peti kemas atau kontainer untuk unit hunian.
”Peti kemas itu akan jadi keunikan kampung. Filosofi kontainer, peti kemas itu, kan, tidak jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa. Lokasi kami tepat berdampingan dengan pelabuhan itu,” ucap perwakilan warga Kampung Aquarium, Dharmadiani, Selasa (19/2/2019), di Jakarta Utara. Dengan ciri khas yang setema dengan kawasan wisata di sekitarnya, Kampung Aquarium pun berpotensi jadi tujuan para turis.
Peti kemas itu akan jadi keunikan kampung. Filosofi kontainer, peti kemas itu, kan, tidak jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa. Lokasi kami tepat berdampingan dengan pelabuhan itu.
Selain berdekatan dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, Kampung Aquarium juga berada dalam kawasan cagar budaya, berdampingan dengan Museum Bahari, eks Tempat Pelelangan Ikan Pasar Ikan, serta Pasar Luar Batang atau yang dikenal sebagai Pasar Heksagon. Warga kampung berusaha mengambil manfaat dari turis yang berkunjung ke tempat-tempat itu, salah satunya dengan rancangan kampung yang menghidupkan aktivitas ekonomi warga, termasuk dengan adanya area kuliner.
Pada April 2016, Pemerintah Provinsi DKI semasa dipimpin Basuki Tjahaja Purnama menggusur bangunan-bangunan di Kampung Aquarium. Alasannya, kawasan Pasar Ikan, termasuk Kampung Aquarium, berdasarkan rencana detail tata ruang DKI, untuk ruang terbuka hijau dan karya pemerintahan. Warga mendapat jatah unit rumah susun sederhana sewa, tetapi sebagian warga memilih bertahan dan membangun rumah semipermanen di atas puing-puing.
Gubernur DKI Anies Baswedan mengambil kebijakan berbeda. Warga yang bertahan diajak berdiskusi merencanakan penataan kampung melalui program rencana tindak warga (community action plan/CAP). Sambil menunggu bangunan hunian permanen berdiri, Pemprov membuatkan hunian sementara khusus bagi yang bertahan.
Dharmadiani mengatakan, proses CAP sudah selesai. Semestinya proses berlanjut ke community infrastructure project (CIP) dan detailed engineering design (DED) atau rancangan teknik terinci. Namun, kelanjutan proses terganjal soal legalitas lahan Kampung Aquarium yang belum jelas. Pemprov DKI sedang mencari jalan keluar terbaik untuk mengatasinya.
”Ini (pembuatan desain) juga bentuk dorongan agar proses dipercepat,” ujarnya. Menurut dia, Pemprov nantinya tidak perlu mengeluarkan anggaran lagi untuk membayar jasa pembuatan DED karena desain sudah tersedia dan telah disetujui warga.
Pembuatan desain juga bentuk dorongan agar proses dipercepat.
Warga mengusulkan dibangun 231 unit hunian, sesuai jumlah hunian yang digusur tahun 2016. Dharmadiani pun sudah meminta warga untuk ikhlas tidak mendapatkan rumah tapak mengingat kebutuhan ruang terbuka hijau dan fasilitas publik lainnya harus tersedia, tidak menghabiskan lahan untuk hunian.
Al Farid, perancang desain Kampung Aquarium sekaligus staf ahli pribadi kader Partai Gerindra R Saraswati Djojohadikusumo, menuturkan, luas satu unit hunian 36 meter persegi. Biasanya harga rumah seluas itu setidaknya Rp 339 juta. Dengan memanfaatkan peti kemas bekas, ia memperkirakan pembangunan satu unit hunian butuh biaya Rp 71 juta-Rp 83 juta.
Farid menyebutkan, peti kemas sudah digunakan secara luas di dunia untuk bangunan. Teknologi pun tersedia agar penghuni peti kemas tidak merasa panas di dalamnya, antara lain dengan memasang lapisan-lapisan penahan panas di dinding dalam dan memperhitungkan sistem sirkulasi udara di dalamnya.