Diskriminasi Rumah Sakit terhadap Pasien Masih Terjadi
›
Diskriminasi Rumah Sakit...
Iklan
Diskriminasi Rumah Sakit terhadap Pasien Masih Terjadi
Sebagian rumah sakit di wilayah Jawa Barat, terutama rumah sakit umum daerah masih terjadi praktik diskriminatif terhadap pasien. Pemberian layanan yang diberikan lebih baik kepada kepada pasien umum dibandingkan dengan pasien yang merupakan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Oleh
Samuel Oktora
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sebagian rumah sakit di wilayah Jawa Barat, terutama rumah sakit umum daerah, masih mempraktikkan hal diskriminatif terhadap pasien. Layanan yang diberikan kepada pasien umum lebih baik dibandingkan dengan kepada pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Hal itu mengemuka dalam acara Temu Pemimpin untuk Aspirasi Masyarakat (Tepas), di Gedung Negara Pakuan, Bandung, yang juga adalah rumah dinas Gubernur Jawa Barat, Jumat (22/2/2019). Terdapat sedikitnya 50 orang perwakilan masyarakat yang datang untuk menyalurkan aspirasinya kepada Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Acara itu merupakan yang kedua kalinya digelar. Adapun kegiatan perdana diselenggarakan pada 14 Februari dengan tema kebencanaan. Acara ini digelar rutin untuk menyerap langsung aspirasi masyarakat sehingga Pemerintah Provinsi Jabar dapat merespons atau menyelesaikan pengaduan masyarakat dengan lebih cepat. Tema pembahasan pertemuan kali ini adalah problematika pelayanan dan pembiayaan kesehatan di Jabar.
”Saya sering mendapat keluhan dari anggota BPJS yang kesulitan mendapat layanan kesehatan, terutama di RSUD. Misalkan, untuk rawat inap, sulit mendapat kamar, sedangkan ada pasien umum cepat ditangani,” kata relawan Jabar Quick Response (JQR) Kabupaten Ciamis, Yosi Windara (40).
Jabar Quick Response merupakan sistem penyaluran keluhan atau aduan warga atas masalah kemanusiaan melalui kanal media sosial.
Menyikapi keluhan warga itu, Ridwan Kamil mengingatkan jajaran rumah sakit untuk tidak lagi melakukan praktik diskriminatif terhadap pasien, baik pasien umum maupun peserta BPJS Kesehatan.
”Saya akan mengeluarkan surat edaran bagi semua rumah sakit, baik negeri maupun swasta untuk memberikan perhatian dalam layanan supaya tidak lagi membeda-bedakan pasien. Malah seharusnya rumah sakit itu bisa mencapai zero complain hospital, jangan sampai ada keluhan terkait layanan ke pemerintah,” tutur Kamil.
Ridwan Kamil juga meminta semua rumah sakit menyediakan posko BPJS sehingga, ketika terdapat anggota BPJS Kesehatan yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam mengakses layanan, mereka cepat memperoleh jalan keluar.
Saya akan mengeluarkan surat edaran bagi semua rumah sakit, baik negeri maupun swasta, untuk memberikan perhatian dalam layanan supaya tidak lagi membeda-bedakan pasien. Malah seharusnya rumah sakit itu bisa mencapai zero complain hospital, jangan sampai ada keluhan terkait layanan ke pemerintah.
Selain itu, Kamil juga mengingatkan, masyarakat yang mengalami kesulitan mengakses sarana kesehatan dapat menghubungi komunitas Jabar Bergerak, Jabar Quick Response, atau Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jabar bagi warga miskin. ”JQR dapat menghubungkan dengan dinas terkait untuk mencari solusi,” ujarnya.
Kamil menyinggung pula kemungkinan adanya dana tak terduga dalam pos APBD. Dana itu, selain dapat digunakan untuk bantuan bencana alam, juga dapat dikelola untuk kegiatan kemanusiaan, khususnya untuk perorangan atau individual yang mengalami keadaan gawat darurat.
Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Nina Susana Dewi mengatakan, jajarannya tidak pernah membedakan-bedakan pasien. ”Semua pasien yang datang ke RSHS tetap dilayani, tetapi juga akan dilihat prosedurnya karena RSHS adalah rumah sakit rujukan nasional dari 14 rumah sakit di tingkat nasional. Ada jenjangnya, tidak bisa peserta BPJS langsung datang minta ditangani sebab berjenjang pemeriksaannya,” ujar Nina.
Nina juga mengatakan, karena keterbatasan fasilitas, di antaranya jumlah tempat tidur pasien dan kamar operasi, tidak semua pasien dapat menjalani rawat inap atau operasi.
”Di RSHS mempunyai 975 bed (tempat tidur), tetapi rata-rata ada 2.000 pasien per hari dan 150 orang di instalasi gawat darurat. Kamar operasi juga hanya empat, pernah ada 19 pasien harus operasi jadi harus antre,” kata Nina.
Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional V Jabar Mohammad Edison mengusulkan kepada Pemprov Jabar ataupun pemda untuk dapat meningkatkan kualitas layanan dan fasilitas kesehatan. ”Sehingga tidak semua penanganan penyakit harus dirujuk ke RSHS,” ujar Edison.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Jabar Dodo Suhendar mengatakan, Pemprov Jabar kini juga sedang mengembangkan tujuh rumah sakit regional untuk terus ditingkatkan sarana dan prasarananya.
Ketujuh rumah sakit itu adalah RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, RSUD Soekardjo Kota Tasikmalaya, RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung, RSUD Cibabat Kota Cimahi, RSUD Cibinong Kabupaten Bogor, RSUD Syamsudin Kota Sukabumi, dan RSUD Karawang.
”Kalau rumah sakit regional ini kualitas dan fasilitasnya makin bagus dan setara dengan RSHS, pasien tak harus dirujuk ke RSHS, tetapi dapat dirujuk ke rumah sakit regional yang terdekat. Tenaga kesehatan juga harus ditambah. Akan tetapi, untuk hal ini, juga harus ada program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi,” tutur Dodo.