Debat kedua presidensial Pemilu 2019 yang telah berlangsung, 17 Februari lalu, tidak sepenuhnya berakhir pasca kedua calon presiden menyampaikan pernyataan penutup. Debat masih terus terjadi di ranah publik yang melibatkan tim sukses dan para pendukung, misalnya terkait pembangunan infrastrutkur yang menjadi program unggulan Presiden Joko Widodo sekaligus yang paling banyak disorot Prabowo Subianto.
Diakui atau tidak, pembangunan infrastruktur tetap dianggap salah satu program yang didambakan masyarakat. Setidaknya, berdasarkan hasil jajak pendapat Litbang Kompas, Februari 2019, dari lima tema debat kedua lalu, infrastruktur menjadi tema yang paling penting diselesaikan setelah pangan. Sebanyak 15,3 persen responden menganggap infratruktur hal yang penting diperhatikan calon presiden.
Menurut budayawan, Agus Noor, apabila para elite politik masih berdebat soal pentingnya pembangunan infrastrutkur seperti saat ini, Wangsa Syailendra tentu tidak akan membangun Candi Borobudur. Oleh karena itu, pembangunan yang dilakukan suatu bangsa harus memiliki gagasan beradab, yakni bertujuan utama untuk menyatukan bangsa.
Pembangunan jalan tol, light rail transit (LRT), hingga jalur kereta api baru di luar Pulau Jawa, baru akan memberikan dampak pada satu dekade mendatang.
“Infratruktur harus didukung dengan pembangunan mental dan perilaku berbudaya, sehingga manfaat besar dari pembangunan infrastruktur bisa bermanfaat bagi bangsa,” ujar Agus dalam talkshow Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (20/2/2019) malam.
Selain Agus, diskusi yang dipandu oleh Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo juga menghadirkan narasumber lain, seperti Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Moeldoko; Wakil Ketua TKN Jokow-Ma’ruf, Johnny G Plate; Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Yandri Susanto; Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Miftah Sabri; serta pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Fithra Faisal.
Moeldoko mencontohkan, pembangunan jalan tol Jagorawi pada dekade 1970-an dan Jembatan Semanggi pada dekade 1960-an juga dianggap sebelah mata di masa-masa awal pembangunannya, sebab banyak pihak bertanya-tanya manfaat infratsruktur itu untuk bangsa Indonesia. Namun, saat ini, kedua produk infrastruktur itu memiliki nilai besar bagi bangsa Indonesia.
Atas dasar itu, Moeldoko menegaskan, pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi memiliki pandangan jauh ke masa depan. Ia menegaskan, pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi-Jusuf Kalla bukan hanya jalan, tetapi ada sarana kesehatan, pendidikan, hingga konektivitas antar-wilayah.
“Kita kebiasaan makan mie instan, jadi maunya cepet selesai. Jangan begitu karena kita harus memikirkan anak-anak kita. Pembangunan infrastruktur adalah pembangunan peradaban manusia,” tutur Moeldoko.
Berdaulat
Sementara itu, Miftah mengatakan, Prabowo tetap berkomitmen untuk melanjutkan proyek infrastruktur dengan mengevaluasi berbagai cara yang keliru dilakukan pemerintah saat ini. Misalnya, dengan melibatkan swasta lebih banyak, bahan baku infrastruktur yang merupakan produk dalam negeri, serta mengutamakan infrastruktur dasar dibandingkan infrastruktur komersial.
Yandri menilai, pembangunan infrastruktur jangka panjang menggunakan hutang tidak tepat, misalnya biaya LRT sebesar Rp 500 miliar per kilometer. Menurut dia, seharusnya infrastruktur yang diutamakan ialah yang berkaitan langsung dengan masalah besar bangsa, seperti sanitasi dan air bersih yang masih dirasakan masyarakat di pelosok negeri.
“Kalau harus menunggu (dampak) 10 tahun, lebih baik pembangunan diarahkan untuk persoalan dasar rakyat,” kata Yandri.
Menanggapi hal itu, Johnny mengatakan, Presiden Jokowi tidak hanya membangun proyek-proyek besar, tetapi juga pembangunan yang dilakukan di wilayah pedesaan melalui penyaluran dana desa yang meningkat setiap tahun. Ia pun menegaskan, pembangunan yang dilakukan pemerintah mengutamakan asas transparansi, terutama dalam proses tender.
Fithra menekankan, pembangunan infrastruktur adalah keharusan, salah satunya untuk membantu perkembangan industri di dalam negeri. Alhasil, perencanaan matang perlu dipertimbangkan dalam pembangunan infrastruktur.
“Jangan sampai infrastruktur dianggap sebagai akhir, tetapi infrastruktur harus menjadi cara untuk meraih tujuan yang besar,” katanya.
Akhirnya, setiap upaya mulia para pemimpin untuk membangun bangsa harus dibarengi visi besar untuk membangun peradaban bangsa. Sebab, pemimpin akan berganti karena dibatasi konstitusi, tetapi Indonesia harus mampu berdiri menghadapi tantangan zaman.