Pemerintah Sebaiknya Bentuk Lembaga Pangan
Pemerintah Sebaiknya Bentuk Lembaga Pangan
Jakarta, Kompas
Pemerintah sebaiknya segera membentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dengan keberadaan lembaga tersebut, maka penanganan ketahanan pangan dapat dikonsolidasikan dalam lembaga itu sehingga kebijakan dan keputusan terkait pangan dapat diambil dengan lebih cepat dan tepat.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir di Jakarta, Kamis (21/2/2019).
“Lembaga pangan memang perlu segera dibentuk karena sudah menjadi amanat UU,” kata Winarno.
Selama ini, kendala pembentukan lembaga pangan kemungkinan terkait dengan kewenangan dan kepentingan antar kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan.
Dengan keberadaan lembaga pangan, lanjut Winarno, kebijakan pangan dapat terkonsolidasi dalam lembaga tersebut yang berada dan bertanggungjawab langsung kepada presiden. Dengan demikian, masalah yang terjadi, seperti stok beras Perum Bulog menumpuk di gudang-gudang sehingga muncul ide atau gagasan untuk mengekspor beras, tidak muncul.
Selain itu, menurut Winarno, kebijakan lain, seperti pengadaan bibit dan pupuk atau kebijakan yang terkait dengan impor komoditas pangan, dapat lebih tertangani dengan baik.
“Kalau ada lembaga pangan, data-data mengenai stok pangan mungkin lebih baik sehingga keputusan impor atau tidak lebih tepat,” katanya.
Ketentuan mengenai lembaga pangan diatur dalam UU Nomor 18/2012. Dalam pasal 126 UU Nomor 18/2012 disebutkan, dalam hal mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan, dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden.
Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja lembaga pangan itu diatur dengan Peraturan Presiden. Dalam pasal 151 disebutkan, lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan harus terbentuk paling lambat tiga tahun sejak UU tersebut diundangkan, yaitu 17 November 2015.
Sekretaris Perum Bulog Arjun Ansol Siregar mengungkapkan, pembentukan lembaga pangan seperti amanat UU No 18/2012 merupakan kewenangan pemerintah. Perum Bulog sebagai operator siap menjalankan penugasan dari pemerintah.
Saat ini, lanjut Arjun, fungsi Perum Bulog untuk menjalankan tugas menjaga ketersediaan pangan dan stabilitas harga pangan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 13 Tahun 2016 tentang Perum Bulog dan Peraturan Presiden (Perpres) No 48 Tahun 2016 tentang Penugasan kepada Perum Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan.
Sesuai PP No 13/2016, menurut Arjun, tugas dan tanggungjawab Perum Bulog dalam rangka ketahanan pangan nasional antara lain mengamankan harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen, pengelolaan cadangan pangan pokok beras pemerintah, penyediaan dan pendistribusian pangan pokok kepada golongan masyarakat tertentu, dan pelaksanaan impor beras.
Dalam Perpres No 48/2016 ditetapkan jenis pangan pokok, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, minyak goreng, tepung terigu, bawang merah, cabai, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam. Dalam Perpres No 48/2016, Perum Bulog ditugaskan untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan di tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan beras, jagung, dan kedelai. Untuk jenis pangan lainnya, pemerintah dapat menugaskan BUMN di luar Perum Bulog atau juga Perum Bulog.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengungkapkan, pembentukan lembaga pangan memang memerlukan pembahasan lebih jauh karena terkait dengan kewenangan antar kementerian dan lembaga. Kewenangan antar kementerian dan lembaga juga diatur dengan perangkat perundang-undangan. (FER)