PALEMBANG, KOMPAS — Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Sumatera Selatan menangkap tujuh pengedar narkoba yang membawa 5,8 kilogram sabu dalam sembilan paket. Mereka rencananya akan membawa paket sabu itu ke Kendari, Sulawesi Tenggara, melalui Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Cara kerja kelompok itu sama seperti jaringan narkoba asal Jawa Timur yang telah ditangkap sebelumnya.
Ketujuh pelaku masing-masing berasal dari Bandung, Tasikmalaya, dan Garut, Jawa Barat. Mereka ialah RK (28), EK (23), NN (25), RH (49), AE (30), DP (21), dan DE (28). Mereka ditangkap di tempat berbeda. EK ditangkap di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, oleh petugas keamanan bandara.
Melihat satu rekannya tertangkap, keenam orang lain memisahkan diri. Empat orang ditangkap di Stasiun Kereta Api Kertapati Palembang dan dua orang ditangkap di sebuah bus di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Mereka rencananya akan melarikan diri ke arah Bandar Lampung.
Direktur Reserse Narkoba Polda Sumsel Komisaris Besar Farman, Jumat (22/2/2019), mengatakan, penangkapan ini bermula saat petugas keamanan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, mencurigai seorang calon penumpang, yakni EK, yang berjalan agak aneh. ”Dia berjalan seperti orang hamil,” kata Farman.
Dia berjalan seperti orang hamil.
Melihat kecurigaan itu, petugas keamanan bandara langsung memeriksa EK yang saat itu mengaku sedang menderita ambeien. Pelaku diminta ke toilet. Saat hendak diperiksa, EK tampak membuang tiga paket sabu yang masing-masing seberat 653 gram ke tong sampah toilet bandara. ”Ternyata ketiga paket itu diselipkan di selangkangannya,” kata Farman.
Setelah pemeriksaan, ujar Farman, petugas keamanan bandara langsung menghubungi jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumsel untuk menindaklanjuti penemuan tersebut. Menerima laporan itu, polisi mengejar pelaku lain. Empat orang ditangkap di Stasiun Kertapati, Palembang, saat hendak bertolak ke Lampung. ”Kami tidak menemukan sabu di tangan mereka, tetapi mereka memang terindikasi satu kelompok dengan EK,” kata Farman.
Adapun dua orang lagi yang ditangkap di Kabupaten Ogan Komering Ilir menumpangi sebuah bus. Bersama dengan mereka ditemukan juga enam paket sabu dengan berat yang hampir sama.
Satu pelaku lain yang masih satu jaringan, DR, sudah terbang ke Kendari dengan membawa 4,2 kg sabu. DR pun ditangkap oleh jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulawesi Tenggara. ”Kami menyimpulkan bahwa mereka satu jaringan karena paket yang dibawa bentuknya sama persis,” kata Farman.
Kami menyimpulkan bahwa mereka satu jaringan karena paket yang dibawa bentuknya sama persis.
NN (25), koordinator jaringan, mengatakan, sabu yang mereka bawa milik Tio, seorang yang diketahui tinggal di Australia. ”Saya hanya dihubungi untuk mengambil paket sabu di sebuah hotel di Palembang,” kata NN. Saat tiba di hotel itu, dia menemukan sebuah paket sabu seberat 10 kg.
Kemudian, NN mengemasnya dalam 17 paket dengan masing-masing beratnya mencapai 653 gram. Paket itu lalu dibagi kepada beberapa rekan yang telah ia rekrut sebelumnya. NN mengatakan, sejak Januari 2018, dia sudah 13 kali membawa paket sabu dari Bandar Lampung, Palembang, Padang, menuju Surabaya, Bali, dan Kendari. ”Khusus untuk di Palembang, saya sudah lima kali membawa sabu melalui Bandara SMB (Sultan Mahmud Badaruddin) II Palembang," kata NN.
NN selalu lolos karena dirinya menyelipkan paket sabu itu di selangkangan dan tidak diketahui petugas. Sebab, saat melewati alat pendeteksi metal, alat itu tidak berbunyi. ”Sepanjang alat itu tidak berbunyi, ya, tubuh saya tidak akan diperiksa,” ucapnya.
NN menyatakan, 13 kali mengirim paket sabu, dirinya mendapat upah Rp 20 juta sekali kirim. Adapun untuk orang yang ia rekrut mendapat upah sekitar Rp 8 juta per orang. ”Uang itu saya gunakan untuk membuka usaha dan memenuhi kebutuhan keluarga,” kata NN yang kesehariannya bekerja sebagai pengemudi ojek daring.
Kepala Polda Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara mengungkapkan, cara kerja jaringan ini hampir sama dengan jaringan Letto yang berasal dari sejumlah daerah di Jawa Timur. Mereka mengirim melalui Bandara SMB II Palembang dan memalsukan identitas. Atas perbuatannya, Zulkarnain berharap ketujuh pelaku dapat diganjar dengan sanksi setimpal. ”Kalau perlu sama seperti jaringan Letto yang semua anggotanya dihukum mati,” katanya tegas.