JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah diminta lebih serius dalam melaksanakan reforma agraria. Redistribusi lahan dengan membagikan lahan yang dikuasai pengusaha besar kepada masyarakat lebih penting dibanding membagikan sertifikat tanah gratis bagi masyarakat.
"Kalau pemerintah mau menyelesaikan persoalan agraria, terutama ketimpangan penguasaan tanah, yang harus dijalankan reforma agraria," kata Ketua Umum Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Rahmat Ajiguna saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (22/2/2019).
Rahmat menjelaskan, program nasional pembagian sertifikat gratis bukan termasuk reforma agraria. Bagi-bagi sertifikat gratis hanyalah program administratif, sehingga tidak bisa disebut sebagai upaya reforma agraria.
"Administrasi tanah itu bukanlah hal pokok," katanya.
Jika pemerintah ingin menyelesaikan problem ketimpangan kepemilikan lahan, hal yang harus dilakukan adalah redistribusi penyitaan dan pembagian tanah. Pemerintah harus berani menyita atau mengambil alih lahan yang dikuasai pengusaha-pengusaha besar untuk dibagikan kepada masyarakat, khususnya petani yang tak memiliki lahan.
"Kalau serius, pemerintah harus membagikan tanah kepada petani yang tidak memiliki tanah dan yang tanahnya kurang. Tanah siapa yang harus dibagikan? Pastinya tanah-tanah yang dikuasai oleh para konglomerat," tutur Rahmat.
Selain itu lahan lain yang bisa dibagikan kepada petani adalah tanah milik Perhutani atau PTPN. Dengan begitu ketimpangan kepemilikan lahan bisa segera diatasi.
Dilanjutkan
Meski menuai kritik, Presiden Joko Widodo tetap bersikukuh melanjutkan pembagian sertifikat tanah gratis kepada masyarakat. Jumat pagi kemarin, Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kembali membagikan sertifikat gratis bagi 3.000 bidang lahan milik warga dari 16 Kecamatan di Kota Jakarta Selatan.
Pada kesempatan itu Presiden Jokowi menegaskan, program pemberian sertifikat gratis akan terus dilanjutkan.
"Kalau ada yang mengatakan membagi-bagi sertifikat tidak ada gunanya ya silakan ngomong seperti itu tapi tetap program ini akan kita lanjutkan," katanya. Turut mendampingi dalam acara itu Sekretariat Kabinet Pramono Anung Wibowo, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, serta Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Dijelaskan, program sertifikat gratis merupakan jawaban pemerintah atas persoalan sengketa lahan yang kerap dikeluhkan warga. Menurut Jokowi, keluhan itu selalu ia dengar setiap melakukan kunjungan kerja ke daerah.
"Kenapa sertifikat ini diberikan? Karena tidak hanya di Jakarta, tapi di seluruh Tanah Air, setiap saja ke desa ada keluhan sengketa lahan," tuturnya.
Dengan adanya sertifikat, masyarakat memiliki bukti sah kepemilikan lahan. Dengan adanya sertifikat itu diyakini sengketa lahan bisa diminimalisasi atau bahkan dihilangkan.
Presiden Jokowi kembali menyampaikan di Indonesia terdapat 126 juta bidang lahan. Tetapi pada tahun 2015, baru 46 juta bidang lahan yang tersertifikasi. Karena itulah pemerintah menggenjot pembagian sertifikat lahan gratis untuk masyarakat.
Sepanjang tahun 2017, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan 5 juta lembar sertifikat tanah. Kemudian pada tahun 2018 BPN berhasil menerbitkan 7 juta lembar sertifikat, dan tahun 2019 ditargetkan 9 juta lembar sertifikat.
Secara terpisah, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arif Wibowo menjelaskan, ada dua jalur untuk melakukan reforma agraria, yakni redistribusi lahan dan legalisasi lahan. "Legalisasi lahan dengan memberikan sertifikat itu konsep aktual dari reforma agraria," katanya.
Sementara redistribusi dilakukan dengan membagikan tanah negara, baik di hutan maupun di luar hutan, untuk dikelola masyarakat.
Hal yang tak kalah penting dalam melakukan reforma agraria adalah payung hukum. Karena itu, menurut Arif, regulasi terkait agraria yang masih tumpang tindih harus segera ditata ulang. Idealnya, seluruh regulasi keagrariaan dikodifikasi menjadi satu kitab regulasi Agraria. Kodifikasi regulasi itu tetap harus mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menegaskan, sebenarnya pemerintah telah membuat payung hukum pelaksanaan reforma agraria, yakni Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Menurut Arif, Perpres 86/2018 itu merupakan regulasi terlengkap yang pernah dibuat untuk melaksanakan reforma agraria.