NEW DELHI, sabtu— Aparat India menangkap lebih dari 100 orang di Kashmir. Mereka dituduh terlibat gerakan separatis.
Dalam pernyataan pada Sabtu (23/2/2019), kepolisian India mengumumkan penangkapan itu hasil operasi sejak Jumat malam, menanggapi pengeboman pada Kamis pekan lalu sekaligus pengamanan menjelang pemilu India yang akan dihelat Mei 2019.
”Tambahan pasukan dan penangkapan para pemimpin serta pegiat kelompok separatis adalah bagian dari operasi untuk memastikan pemilu bebas dan adil,” demikian pernyataan itu.
Dalam operasi itu, aparat antara lain menangkap Abdul Hamid Fayaz dan Yasin Malik. Fayaz memimpin Jamaat-e-Islami (JeI) dan Malik memimpin Front Pembebasan Jammu-Kashmir (JKLF). JeI dan JKLF sama-sama menginginkan kemerdekaan Kashmir. Bedanya, JeI hanya ingin Kashmir merdeka dari India. Sementara JKLF ingin Kashmir jadi negara sendiri, tidak bergabung dengan India atau Pakistan.
Kashmir memang sudah puluhan tahun jadi masalah dalam hubungan New Delhi-Islamabad. New Delhi menegaskan, Kashmir bagian tidak terpisah dari India. Sementara Islamabad terus menekankan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memerintahkan pemungutan suara oleh penduduk asli Kashmir. Pemungutan suara itu untuk menentukan Kashmir ikut India atau Pakistan.
Juru bicara JeI menilai penangkapan pemimpin dan sejumlah anggota organisasi itu adalah skenario yang dirancang penguasa. Penangkapan Fayaz dan Malik serta orang-orang lain di Kashmir memicu gelombang unjuk rasa baru. Para pengunjuk rasa melempari aparat India dengan batu dan benda lain. Polisi membalas dengan tembakan gas air mata ke arah demonstran.
Unjuk rasa dengan pemicu sama, penggeledahan rumah, dan penangkapan orang Kashmir oleh aparat India sudah merebak sejak pekan lalu. Operasi dipicu pengeboman dekat kota Srinagar, Kashmir, yang menewaskan 40 polisi India.
Ketentuan khusus
Ketegangan di Kashmir, yang terus meningkat dua pekan terakhir, dikhawatirkan akan semakin tinggi. Sebab, pekan depan Mahkamah Agung India dijadwalkan menyidangkan permohonan penghapusan salah satu bagian dalam konstitusi India. Bagian itu melarang pendatang di Kashmir mendapat pekerjaan, bantuan, atau beasiswa pemerintah. Pasal itu juga melarang pendatang membeli properti di Kashmir. Pasal itu disisipkan pada dekade 1950-an. Para pemohon menilai ketentuan itu melanggar jaminan kesetaraan bagi warga negara, hal yang diatur di pasal-pasal lain di konstitusi ataupun undang-undang lain di India.
Jika gugatan dikabulkan, dikhawatirkan ada ketegangan baru. Sebab, selama ini pasal itu menjamin keistimewaan penduduk asli Kashmir. Asli atau tidaknya penduduk ditentukan oleh majelis Jammu-Kahsmir.