BEKASI, KOMPAS – Komunitas wisata budaya Koko Jali kembali menyelenggarakan perjalanan bulanan yang ke-23. Bersama sekitar 15 peserta, mereka mengunjungi Kampung Sawah, Kota Bekasi, untuk mempelajari kehidupan yang damai dan toleransi.
Pendiri Koko Jali Max Andrew Ohandi di Bekasi, Sabtu (23/2/2019), mengatakan, komunitas tersebut didirikan pada Oktober 2017. Sejumlah anak muda prihatin pada menguatnya politik identitas yang tidak jarang menyebabkan pertikaian.
“Kami ingin mengingatkan kembali soal jati diri bangsa Indonesia yang penuh toleransi melalui kegiatan wisata,” ujar Max.
Salah satu contoh toleransi yang mengakar cukup kuat dan dalam kehidupan masyarakat ada di Kampung Sawah, Kelurahan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat. Di wilayah itu, warga yang didominasi suku Betawi itu, hidup rukun meskipun menganut agama yang beragam. Bahkan, sejumlah rumah ibadah berdiri berdampingan tanpa masalah.
Rumah ibadah yang berdampingan itu adalah Masjid Al Jauhar Fisabilillah, Gereja Kristen Pasundan, dan Gereja Katolik Santo Servatius. Ketiga bangunan itu berada dalam radius 100 meter, seperti dalam satu kompleks besar. Setiap rumah ibadah dilengkapi dengan lembaga pendidikan bercorak keagamaan.
Di Gereja Katolik Santo Servatius, kelompok paduan suara menyanyikan lagu-lagu Betawi yang dipadukan dengan lagu untuk berdoa. “Setiap bulan, kami juga mengadakan misa yang doa-doanya diterjemahkan ke bahasa Betawi khas Kampung Sawah,” kata Nalih (55), sesepuh warga sekaligus pengurus gereja.
Sementara itu, di Gereja Kristen Pasundan dan Masjid Al Jauhar, tampak bahwa pagar kedua bangunan itu berbatasan langsung. Doa yang dipanjatkan oleh umat atau jemaah setiap rumah ibadah terdengar bersahut-sahutan dengan indah.
“Setiap kami hampir selesai salat subuh berjamaah, doa dari gereja terdengar dimulai,” kata Kepala Bidang Pendidikan Yayasan Fisabilillah Nur Ali Akbar.
Menurut Nur, warga yang sebagian besar berasal dari satu keluarga besar juga selalu merayakan hari besar bersama-sama. “Sudah biasa itu kami mengunjungi saudara saat Natal dan Tahun Baru, begitu juga mereka mendatangi kami saat Lebaran,” kata Ali.
Selain mengunjungi ketiga rumah ibadah itu, komunitas Koko Jali juga menyambangi panti asuhan Kampus Diakoneia Modern (KDM) Jatiranggon, Jatisampurna, Kota Bekasi. Panti asuhan yang sudah berdiri selama 47 tahun itu pun membudayakan nilai toleransi antarumat beragama.
Sari (32), warga Jakasampurna yang mengikuti perjalanan wisata toleransi bersama suami dan dua anaknya, mengapresiasi kegiatan tersebut. Keinginan untuk mengajarkan soal keberagaman agama secara riil kepada anaknya yang masih berusia sembilan tahun dan enam tahun bisa terlaksana.
“Selama ini saya kesulitan untuk mengajak anak-anak memasuki rumah ibadah yang bukan kami anut,” kata Sari.
Satriadhitama (34), pengajar Pancasila di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), mengatakan, perjalanan ke Kampung Sawah memberikan gambaran jelas mengenai kepribadian masyarakat Indonesia yang terbuka dan toleran. Selain itu, toleransi bisa berkembang dengan baik jika didukung oleh lingkungan yang kondusif.
Sementara itu, Anastasia Lisa (22), jemaat Gereja Katolik Santo Servatius, berharap, semangat kerukunan antarumat beragama yang digaungkan warga Kampung Sawah bisa menyebar ke daerah-daerah lain. Ia pun bangga, jika wilayahnya bisa menjadi rujukan pembelajaran ihwal toleransi.