Bira yang Makin Fotogenik
Senja mulai tercebur di Pantai Mandala Ria, Bonto Bahari, Bulukumba. Dua orang gadis bermain ayunan yang dipasang menghadap pantai. Di belakang mereka, seorang rekan prianya berjongkok. Lalu, cekrek! Mereka mengabadikan kenangan di tempat yang makin fotogenik.
Senja dan selfie adalah paduan yang ampuh di belahan dunia mana pun, tidak terkecuali di pantai yang berada sekitar 10 kilometer dari Pantai Bira ini. Sebuah pantai pasir putih dengan laut yang landai. Pantai yang membentang cukup panjang ini masih jarang didatangi pengunjung.
Fasilitas yang dipasang warga cukup sederhana. Hanya dua buah ayunan yang menggantung dari sebuah balok kayu setinggi dua meter. Dua buah tiang dari kayu ditancapkan pada pasir di pantai. Saat mencapai puncak pasang, air laut akan merendam sebagian ujung tiang. Lokasi ini adalah favorit para pengunjung untuk menikmati pantai, dan tentunya berfoto ria. Warga memasang ayunan ini sejak beberapa tahun lalu seiring menjamurnya wisata selfie.
Tidak hanya saat senja, saat pagi datang, Minggu (3/2/2019), matahari yang sembunyi di balik awan perlahan merekah dari kaki langit. Kuning, jingga, lalu memerah. Ayunan ini menjadi tempat paling syahdu menghikmati keindahan pantai sepanjang sekitar satu kilometer ini.
Muhannis (58), warga dan pengelola salah satu vila menceritakan, pihaknya berinisiatif memasang ayunan untuk menambah daya tarik pengunjung datang ke pantai ini. Apalagi, kecenderungan orang saat berwisata adalah mengoleksi foto-foto terbaik untuk diunggah ke media sosial.
“Hampir semua tempat wisata di kawasan Bira memiliki tempat selfie-selfie,” ucap Muhannis.
Benar saja, wisata pantai, tebing, bukit, semuanya memiliki spot untuk berfoto ria. Di Pantai Bira, sebuah plang nama pantai yang berwarna-warni menjadi lokasi kesukaan wisatawan berfoto. Di pantai pasir putihnya, pengunjung berfoto dengan bermacam-macam gaya.
Sebuah lokasi melihat kawasan Bira dari atas terletak di Puncak Pua Janggo, tempat tertinggi di sekitar Bira. Di tempat ini terdapat anjungan yang dibangun khusus untuk tempat berfoto. Anjungan ini diberi nama Simata Puncak. Sebuah anjungan dari batu karang besar yang berada di tepat di puncak.
Oleh pemerintah, anjungan itu dibuat rata dengan lapisan semen, dan pagar pendek dari kayu dicat kuning. Dari anjungan ini, pemandangan seantero kawasan Bira terlihat. Di Sebelah kiri, adalah pelabuhan Bira yang cukup ramai. Sebuah kapal feri yang datang dari Kabupaten Selayar bersandar pagi itu.
Di depan, pantai dan Tanjung Bira tampak jelas. Teriakan pengunjung yang sedang bermain banana boat terdengar nyaring. Dua buah pulau yang berada di depan pantai tampak cukup dekat. Di sebelah kanan, adalah hamparan pantai Bara yang bersih dan terawat.
Angin yang datang dari berbagai sisi menerpa wajah. Bau pantai datang dari hembusan angin dari Teluk Bone dan Selat Makassar yang berada di sisi kanan dan kiri. Tempat ini serasa milik sendiri. Sepi meski telah dibuka sejak dua tahun lalu.
Wisata yang berpadu dengan tempat berfoto ciamik lainnya tersebar di hampir sejumlah tempat. Tebing Apparalang, Marumasa, atau Pantai Lemo-lemo semuanya memiliki fasiltas berfoto. Latar dengan nama tempat, bentuk hati, atau sayap kupu-kupu adalah beberapa model yang dibangun oleh pengelola.
Tidak hanya lokasi wisata, hotel-hotel juga dibangun dengan ciri khas tertentu. Sebuah hotel yang baru diresmikan beberapa bulan lalu tampak berbeda dengan hotel-hotel yang berada di kawasan ini. Bangunan berlantai dua ini dibangun dengan fasad yang terlihat rata dari depan. Semua dinding dicat putih. Kursi-kursi santai berjejer di depan kamar yang berhadapan dengan sebuah kolam renang mini. Sekilas bangunan ini serupa rumah dan hotel di Santorini, Yunani.
Dari depan hotel, pemandangan laut lepas terhampar membiru. Hotel ini berada di atas tebing karnag setinggi 30 meter dari laut. Sejumlah pengunjung asyik berfoto. Terlebih, di bagian depan hotel terdapat bangunan tempat bersantai dan berleha-leha. Sejumlah warga, juga pengunjung bahkan sering datang hanya untuk berfoto di hotel ini.
Akses sulit
Apparalang terletak di Desa Ara, Bonto Bahari. Hamparan tebing karang tinggi yang berhadapan dengan birunya alut adalah sajian yang menenteramkan jiwa. Hanya saja, untuk mencapai tempat ini, perlu melewati jalan beton yang hanya cukup untuk satu mobil.
Selepas itu, jalan tanah kapur sepanjang lebih kurang dua kilometer harus dilalui. Perjuangan ini memang terbayar dengan pemandangan yang menghipnotis. Namun, tidak terbayang bagi pengunjung yang datang saat hujan mengguyur.
Akses dengan kondisi jalan ini hampir ditemukan di sejumlah lokasi. Jalan yang berbatu, berlubang, dan jalan Tanah ditemukan di Tebing Marumasa, atau jalan ke Wisata Gua Passea. Di Pantai Mandala Ria, aksesnya jauh lebih ganas. Akses berupa jalan pengerasan yang bolong di sana-sini. Itu baru satu, yang paling membahayakan adalah curamnya jalur untuk menuju pantai. Saat naik, penumpang harus turun agar mobil tidak merosot turun.
Gaffar (52), pengelola resort di pantai Mandaa Ria ini menceritakan, akses jalan memang menjadi kendala. Tidak jarang pengunjung harus dipandu untuk pulang agar tidak celaka saat menanjak. Warga juga telah beberapa kali meminta agar jalan segera diperbaiki. “Nanti katanya akan dibuatkan jalan baru yang lebih mudah. Semoga bisa secepatnya.”
Jordan, warga asal Inggris yang mengelola resort di Pantai Bara, juga mengeluhkan akses jalan di kawasan ini. Selain jalan yang sempit, sebagian jalan ke Pantai Bara memang masih tanah berbatu yang membuat pengendara terguncang-guncang.
Akses jalan memang harus menjadi perhatian pemerintah. Apalagi, wisatawan ke lokasi ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Bulukumba, kunjungan wisatawan pada tahun 2015 sebanyak 179.000 orang dan meningkat menjadi 226.970 orang pada 2017. Tahun ini target dipatok 300.000 orang dan pemerintah optimistis tercapai (Kompas, Sabtu 29/12/2018).
Lokasi wisata di kawasan ini terus berbenah, memberikan spot yang menarik untuk wisatawan. Tentunya, tempat yang Indah dan dahsyat ini akan sulit diketahui wisatawan jika untuk menuju ke sana saja harus siap berguncang-guncang. Akan tetapi semua pergobanan itu segera lunas begitu mereka memotret diri di Bira yang makin fotogenik. Cekrek!
ReplyReply allForward |