Kemenangan di Stadion Old Trafford, Minggu (24/2/2019) menjadi harga mati bagi Liverpool jika ingin memburu trofi Liga Inggris musim ini. Namun, mereka menghadapi Manchester United yang saat ini sedang menanjak.
MANCHESTER, SABTU – Liverpool akan menjalani laga yang sangat menentukan kans mereka merebut trofi Liga Inggris saat bertandang ke Stadion Old Trafford untuk bertemu Manchester United, (24/2/209). Tugas utama yang harus dilakukan adalah mematahkan kutukan di Old Trafford yang sudah berlangsung hampir lima tahun.
Dalam laga ini, Liverpool punya kesempatan merebut posisi puncak klasemen yang saat ini masih dikuasai Manchester City. Meski Liverpool dan City sama-sama mengumpulkan 65 poin, Liverpool baru memainkan 26 laga, sedangkan City 27 laga.
Dengan mengalahkan MU, peluang ”The Reds” untuk kembali merebut trofi Liga Inggris yang mereka nantikan selama 29 tahun lebih terbuka. Mereka tinggal menjaga trend kemenangan dan berharap City terpeleset dalam 11 laga tersisa. Sebaliknya, jika Liverpool kalah di Old Trafford, mereka butuh keajaiban agar mimpi mereka terwujud.
Namun, sekali lagi, Old Trafford sangat tidak ramah terhadap The Reds. Terakhir kali mereka merayakan kemenangan di stadion berjuluk ”Teater Impian” itu pada Maret 2014. Waktu itu, mereka mengalahkan MU, 3-0, berkat dua tendangan penalti Steven Gerrard dan satu gol dari Luis Suarez. Sebulan kemudian, David Moyes, pelatih MU yang menggantikan Sir Alex Ferguson, dipecat.
Euforia itu cepat menguap karena Liverpool belum mampu mengulangi kemenangan itu sampai saat ini. Bek muda Liverpool, Trent Alexander-Arnold sampai mengatakan bahwa berlaga di Old Trafford merupakan hal tersulit dalam kariernya selain final Liga Champions.
Laga yang dimaksud Arnold adalah pada Maret 2018, ketika MU menang atas Liverpool 2-1 di Old Trafford. ”Saya masih menganggap laga itu sebagai titik pembelajaran, belajar tentang kesalahan yang saya buat dan apa yang harus dilakukan agar tampil lebih baik,” katanya seperti dikutip laman The Telegraph.
Arnold dan rekan-rekannya diharapkan telah belajar banyak karena pelatih sementara MU, Ole Gunnar Solskjaer, bukanlah Moyes. Sejak menggantikan Jose Mourinho pada Desember 2018, Solskjaer baru kalah satu kali dalam 13 laga di semua kompetisi, yaitu dari Paris Saint-Germain di Liga Champions. Kariernya lebih berkilau dan menjadi idola di Old Trafford. ”Kami kini bukan tim underdog lagi,” kata Solskjaer.
Kekalahan dari PSG justru menjadi pelecut semangat ”Setan Merah”. Solskjaer semakin memahami kelemahannya. Mantan penyerang MU asal Norwegia ini juga mantan paham apa yang harus dilakukan jika pemain kuncinya, Paul Pogba, dilumpuhkan, seperti saat melawan PSG.
Solskjaer juga punya kepentingan besar pada laga ini, sama seperti Liverpool. Jika Liverpool berusaha mengamankan kans menjadi juara, Solskjaer berusaha mempertahankan posisi empat besar dan merebut tiket Liga Champions musim depan. Mereka saat ini berada di peringkat empat dengan 51 poin.
Situasi sulit
Laga lawan Liverpol ini sesungguhnya membawa situasi sulit bagi MU. Jika bisa mengalahkan Liverpool, MU sama saja memberi jalan kepada tim tetangga, Manchester City, untuk mendekati trofi Liga Inggris. Namun, Solskjaer tidak bisa mengalah begitu saja. Liverpool adalah rival mereka sesungguhnya sejak era 1960-an, bukan City.
”Liverpool adalah rival sejati kami, City lebih seperti adik yang menjengkelkan,” kata suporter MU Rob Mager. Ia tidak ingin City maupun Liverpool juara liga, dan mendukung Tottenham Hotspur yang kini di posisi ketiga.
Namun, Spurs justru terpeselet setelah dikalahkan Burney, 1-2 di Stadion Turf Moor, Sabtu (23/2/2019). Dengan kekalahan ini, Spurs masih tertahan dengan 60 poin. Kans mereka untuk menjadi juara pun mengecil.
Padahal, Spurs pada laga itu sudah menurunkan striker Harry Kane yang baru pulih dari cedera. Kane hanya mencetak satu gol pada menit ke-65. Sebaliknya Burnley lebih tajam dan mencetak dua gol dari Chris Wood dan Ashley Barnes. (AFP/REUTERS)