PADANG, KOMPAS –Dibandingkan wilayah perairan, pengembangan pariwisata di wilayah daratan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat masih tertinggal. Hal itu membuat geliat pariwisata di Mentawai, belum banyak berdampak ke masyarakat, terutama di daerah pedalaman. Berbagai pihak mulai mendorong pengembangan pariwisata daratan yang secara langsung melibatkan masyarakat sebagai pengelolanya.
“Saat pariwisata di Mentawai menggeliat, masyarakat di pedalaman masih menggantungkan hidup dari hasil bumi seperti pisang, rotan, dan pinang. Artinya, ketika selancar populer, masyarakat Mentawai hanya menonton,” kata Riki Hendra Mulya dari Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), lembaga pendamping dan advokasi hak masyarakat Mentawai di Padang, Senin (25/2/2019).
Dikenal memiliki puluhan titik selancar dengan ombak terbaik, beberapa diantaranya masuk kategori kelas dunia, Kepulauan Mentawai menjadi salah satu objek wisata dunia. Kepulauan berjarak sekitar 200 kilometer lepas pantai Kota Padang dengan 10 kecamatan itu pun menjadi salah satu penyumbang kunjungan wisatawan ke Sumbar, terutama wisatawan mancanegara (wisman).
Data Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Mentawai, menunjukkan pada 2017, wisatawan nusantara (wisnu) yang datang sebanyak 10.000 orang, sedangkan wisman 9.700 orang. Pada 2018, jumlah wisnu meningkat menjadi 12.000 dan wisman 11.000. Tahun 2019, ditargetkan wisnu sebanyak 20.000 orang dan wisman 15.000 orang.
Meski demikian, konsentrasi kegiatan pariwisata Mentawai masih ada di kawasan perairan baik wilayah pesisirnya maupun pulau-pulau kecil. Sementara di wilayah pedalaman, belum begitu masif.
Padahal, lanjut Riki, potensi wilayah daratan, termasuk di pedalaman Mentawai sangat besar. Apalagi dengan adanya kawasan hutan, termasuk di dalamnya air terjun, sungai, serta kebudayaan Mentawai yang masih terjaga.
Riki mencontohkan, Desa Sinakak di Kecamatan Pagai Selatan memiliki dua air terjun, lokasi yang menarik bagi pehobi memancing dan titik pengamatan satwa seperti burung dan primata. Selain itu ada jalur sungai dengan rakit, jalur pendakian, serta kuliner lokal.
Selain itu, ada juga air terjun tiga tingkat di Dusun Sarilanggai, Desa Malacan, Kecamatan Siberut Utara. Desa itu juga memiliki potensi lokasi pengamatan satwa, pusat perkemahan, budaya, dan penganan lokal.
Pariwisata desa
Oleh karena itu, YCMM mulai mendorong pengembangan pariwisata di Desa Sinakak dan Dusun Sarilanggai dengan skema pengelolaa berbasis masyarakat.“Jadi, kami mendorong agar potensi pariwisata yang dimiliki dikelola oleh kelompok pemuda setempat melalui Badan Usaha Milik Desa di sana," kata Riki.
Kami mendorong agar potensi pariwisata yang dimiliki, dikelola oleh kelompok pemuda setempat melalui Badan Usaha Milik Desa di sana. (Riki Hendra Mulya)
Riki menambahkan, pihaknya sudah mendata potensi yang dimiliki masing-masing desa, termasuk sosialisasi dan menjalin kesepakatan di dua desa itu. "Sekarang, kami mulai memasuki tahap membangun kesepakatan antara pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan dusun terkait rencana aksi,” kata Riki yang sekaligus pelaksana program tersebut.
Riki menambahkan, YCMM mendorong inovasi desa melalui pengembangan wisata berbasis masyarakat untuk membuktikan bahwa masyarakat Mentawai mampu mengelola potensi, khususnya hutan yang mereka miliki. Apalagi hutan memang menjadi bagian tak terpisahkan dengan masyarakat Mentawai. "Tujuan lainnya adalah agar masyarakat bisa meningkatkan perekonomian dengan memanfaatkan jasa lingkungan," kata Riki.
Empat desa
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kepulauan Mentawai Desti Seminora mengatakan, saat ini, orientasi pengembangan pariwisata Mentawai memang masih pada kawasan bahari. Meski demikian, secara bertahap mereka juga mulai menyiapkan pariwisata wilayah daratan.
Menurut Desti, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai juga tengah mengembangkan program 3M1K atau desa wisata di empat desa yakni Mapadegat di Sipora Utara, Madobak dan Muntei di Siberut Selatan, dan Katiet di Sipora Selatan.
“Tahun ini, kami mulai membangun sarana dan prasarana dasar pariwisata seperti toilet, termasuk pusat oleh-oleh, pelatihan, kuliner, dan dermaga sungai. Pendanaannya dari Dana Alokasi Khusus Kementerian Pariwisata, dibantu Kementerian Desa. Pada tahun 2020 bantuan dari APBD Provinsi Sumbar untuk pembangunan fisik, selain dari APBD Kabupaten Mentawai,” kata Desti.
Peningkatanan kapasitas masyarakat juga mulai dilakukan dengan pengembangan kelompok sadar wisata, pemandu, pengelola homestay, hingga pelatihan khusus penjaga pantai. Pihaknya berharap bisa mengembangkan desa wisata ke seluruh desa di Mentawai yang mencapai 43 desa. "Tetapi itu tidak bisa sekaligus, melainkan bertahap karena anggaran dan sumber daya manusia juga terbatas,” kata Desti.