BEIJING, RABU -- Meski perekonomiannya melambat, China tetap menaikkan anggaran pertahanannya. Anggaran itu akan dipakai untuk modernisasi angkatan bersenjata dan meningkatkan fokus pada kondisi Taiwan.
Koran milik pemerintah China, Global Times, menyatakan belanja pertahanan China 2019 akan tetap naik pada aras 8 persen hingga 9 persen dibanding anggaran 2018. Anggaran itu, antara lain, dipakai untuk membiayai pengembangan persenjataan tingkat lanjut. China, antara lain, terus mengembangkan pesawat siluman J-20.
Jumlah resmi anggaran pertahanan 2019 diprediksi akan diumumkan pada Maret 2019. Sejumlah pihak menaksir nilainya mencapai 165 miliar dollar AS. Selain mengurus pertahanan, militer China juga menangani program luar angkasa.
“Seharusnya, (anggaran pertahanan) turun karena belanja pertahanan terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, faktor tertentu akan membuat (anggaran pertahanan) naik, seperti Laut China Selatan dan Taiwan,” kata pengajar Ilmu Politik pada Universitas Tongji di Shanghai, Xie Yue.
Perekonomian China memang melambat sepanjang 2018. Target pertumbuhan 2019 di rentang 6 persen hingga maksimal 6,5 persen. Pada 2018, perekonomian China tumbuh 6 persen.
“Masalah Taiwan tidak bisa dikesempingkan, harus disampaikan dari generasi ke generasi. Penerus kita harus menuntaskan misi bersejarah kita,” kata Mayor Jenderal (Purn) Luo Yuan.
Dalam pidato kenegaraan pada Januari 2019, Presiden China Xi Jinping mengeluarkan pernyataan keras soal Taiwan. Xi menyebut China tidak akan segan menggunakan kekuatan bersenjata untuk memaksa Taiwan kembali bersatu dengan China. Militer China sangat ingin mewujudkan pernyataan Xi itu.
Reaksi Taiwan
Taiwan membalas pernyataan Xi dengan keras pula. “Bahkan jika hanya dengan sapu, saya akan tetap melawan China. Anda harus membayar jika ingin menduduki Taiwan,” kata Kepala Eksekutif Taiwan Su Tseng-chang.
Amerika Serikat juga terus menunjukkan dukungan pada Taiwan. Senin (25/2/2019), kapal perusak USS Stethern dan kapal angkut USS Cesar Chavez berlayar di Selat Taiwan. AS beralasan, manuver itu bagian dari upaya mempertahankan kebebasan berlayar. Pelayaran itu dinyatakan sebagai persinggahan rutin di pada rute Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Beijing memprotes manuver itu. “Kami sangat menentang tindakan provokatif oleh AS dan tidak mendukung kestabilan Selat Taiwan serta hubungan China-AS,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lu Kang seraya menyatakan protes resmi sudah disampaikan ke Washington.
Bagi AS dan banyak negara lain, Selat Taiwan adalah perairan internasional. Sementara China berkeras selat itu perairan teritorialnya.