Investasi Meningkat, Industri Hulu Migas Potensial Serap Tenaga Kerja
›
Investasi Meningkat, Industri ...
Iklan
Investasi Meningkat, Industri Hulu Migas Potensial Serap Tenaga Kerja
Oleh
M Fajar Marta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Industri hulu minyak dan gas atau migas dinilai masih prospektif sebagai penyerap tenaga kerja, baik untuk lulusan teknologi perminyakan maupun yang bukan. Investasi pun perlu terus digenjot, termasuk dalam digitalisasi industri hulu migas.
Direktur Asosiasi Perminyakan Indonesia (Indonesian Petroleum Association/IPA) Tenny Wibowo masih optimistis terhadap masa depan industri migas di masa depan. Dalam gelar wicara bertajuk Peluang Generasi Muda pada Industri Hulu, Kamis (28/2/2019) di Jakarta, ia mengatakan, jumlah investasi hulu migas telah mencapai 1,33 miliar dollar AS per Februari 2019. Adapun target realisasi investasi hingga akhir tahun sebesar 14,79 miliar dollar AS.
“Saat ini, kita punya 220 wilayah kerja migas. Sumur yang dibor untuk eksplorasi demi mencari cadangan baru berjumlah empat sumur. Sampai akhir tahun, jumlahnya bisa meningkat,” kata Tenny.
Pada 2018, investasi hulu migas sebesar 12,5 miliar dollar AS. Jumlah tersebut meningkat dari 11 miliar dollar AS pada 2017.
Lifting gas bumi pada 2018 lebih besar, yaitu 1,139 juta barel per hari. Namun, capaian tersebut menurun dari tahun 2017, yakni 1,181 juta barel per hari.
Jika investasi terus meningkat, lapangan pekerjaan akan terbuka semakin lebar, termasuk bagi calon tenaga kerja yang tidak berlatar belakang ilmu perminyakan. Mengutip data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), investasi sebesar 1 juta dollar AS dapat menambah 100 lapangan pekerjaan, termasuk di perusahaan migas.
Pada 2015, terdapat 200.000-300.000 pekerja di industri migas yang terdiri dari pegawai tetap, pegawai kontrak, dan pegawai perusahaan kontraktor. Kebanyakan adalah tenaga ahli dari sekolah vokasi, perguran tinggi, dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
“Dari semua karyawan permanen di perusahaan migas, 20 - 40 persen berlatar belakang pendidikan non-teknik perminyakan. Misalnya sumber daya manusia untuk pengembangan perusahaan, hukum untuk mengurus berbagai kontrak dan kepatuhan perusahaan pada peraturan pemerintah, dan TI (teknologi informasi). TI bisa menyediakan kumpulan data perusahaan yang terintegrasi, mulai dari data sumur hingga pasar,” papar Tenny.
Efek pengganda juga dirasakan industri lain. Penerbangan dan perhotelan, misalnya, diuntungkan dengan banyaknya tamu perusahaan yang berkunjung ke daerah proyek pengembangan migas, misalnya di Sulawesi Tengah.
Kendati begitu, ia mengakui terdapat berbagai tantangan dalam industri hulu migas. Harga minyak mentah dunia turun dari 102 dollar AS pada Januari 2014 ke 56 dollar AS per barel per Januari 2019. Di samping itu, produksi minyak selama 2018 hanya 778.000 barel per hari, sekitar setengah dari kebutuhan per hari sebanyak 1,5 juta-1,6 juta barel per hari.
Diskusi itu juga dihadiri oleh Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher dan Chief Executive Officer (CEO) Big Java, perusahaan jasa TI, Ruli Harjowidianto. Wisnu sepakat potensi produksi migas Indonesia perlu terus digali melalui eksplorasi.
Dari 128 cekungan (basin) di Indonesia, baru 18 yang telah diteliti dan menjadi sumber produksi migas nasional. Sebanyak 1.000 lapangan minyak telah dikelola di Indonesia. Jumlah lapangan yang belum tersentuh namun diindikasi memiliki potensi produksi mencapai 2.300 lapangan.
“Lapangan minyak yang ada sekarang nantinya akan berhenti berproduksi. Jadi, perlu eksplorasi untuk menemukan cadangan-cadangan minyak yang baru. Potensi-potensi ini perlu digali sehingga dapat menjadi pusat investasi dan membuka lapangan kerja yang baru,” kata Wisnu.
Wisnu menambahkan, pihaknya kini berfokus pada 4 proyek strategis nasional (PSN), yaitu Indonesian Deepwater Development (IDD), Lapangan Abadi Blok Masela, Jambaran-Tiung Biru, dan Train-3 Kilang Tangguh. IDD yang dikembangkan Chevron di perairan antara Kalimantan dan Sulawesi diperkirkan dapatv memproduksi 27.000 barel minyak per hari dan gas sebanyak 844 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Sementara itu, Blok Masela yang dikembangkan Inpex dan Shell di Maluku diperkirakan dapat menghasilkan gas alam cair sebanyak 9,5 juta ton per tahun dan gas pipa sebanyak 150 MMSCFD. (Kompas.id, 21 Januari 2019). “PSN ini akan menjadi tulang punggung baru bagi produksi migas di Indonesia,” ujar Wisnu.
Selama 2018 hingga 2023, SKK Migas mencatat komitmen investasi senilai 2,08 miliar dollar AS. Senilai 950 juta dollar AS untuk kegiatan produksi, sedangkan 1,13 miliar dollar AS untuk eksplorasi (Kompas.id, 17 Januari 2019). Wisnu menambahkan, pihaknya juga mendorong pengadaan teknologi terbaru, seperti komputer super untuk memproses data cadangan minyak sehingga pengembangan lapangan lebih optimal.
Rawan gagal
Di sisi lain, investasi minyak berisiko tinggi. Biaya investasi pengeboran sumur bisa mencapai 100 juta dollar AS dengan tingkat keberhasilan 50 persen. Sepanjang 2009-2013, sebanyak 2 miliar dollar AS telah digelontorkan untuk mengebor 25 sumur yang ternyata kering.
CEO Big Java Ruli Harjowidianto mengatakan, perusahaan minyak sudah harus mulai bertransformasi secara digital untuk meminimalkan risiko kegagalan ini. Data besar dan geospatial, misalnya, menampilkan peta secara waktu nyata, lengkap dengan perubahan-perubahan yang terjadi di permukaan bumi seperti pergerakan tanah.
“Biaya mesin ini memang masih mahal, sekitar 5 juta dollar AS. Tapi tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan biaya pengeboran. Teknologi digital belum banyak digunakan dalam industri hulu migas, padahal bisa mengurangi ongkos dan risiko dalam eksplorasi bisa dikurangi. Jadi big data harus mulai dimanfaatkan,” kata Ruli.