Tantangan lebih besar menanti pada lifter di Kejuaraan Asia 2019. Kejuaraan itu menyediakan poin kualifikasi lebih besar untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020.
JAKARTA, KOMPAS – Hasil pada Piala Dunia IWF 2019 di Fuzhou, China, menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan tim angkat besi Indonesia sebelum tampil pada ajang yang lebih penting, Kejuaraan Asia 2019. Eko Yuli Irawan dan kawan-kawan punya waktu dua bulan untuk memperbaiki penampilan serta lebih jeli memantau kekuatan lawan.
Kejuaraan Asia di Ningbo, China, 18-28 April 2019 termasuk level emas yang memberikan poin tertinggi pada kualifikasi Olimpiade. Federasi Angkat Besi Internasional (IWF) menempatkan Kejuaraan Asia setingkat dengan Kejuaraan Dunia, Kejuaraan Dunia Yunior, dan Kejuaraan Asia Yunior.
Adapun Piala Dunia IWF 2019 termasuk level perak, dengan poin peringkat lebih kecil dari Kejuaraan Asia. Poin peringkat dunia ini penting bagi setiap atlet karena akan diakumulasi untuk menghadapi Olimpiade Tokyo 2020.
Menghadapi Kejuaraan Asia, tim pelatih dituntut lebih jeli memantau kekuatan lawan agar tidak ada target meleset. Pelatih Kepala Tim Angkat Besi Indonesia Dirdja Wihardja mengatakan, persaingan di Kejuaraan Asia lebih ketat dari Piala Dunia IWF karena lifter terbaik dari setiap negara Asia akan turun.
Banyak hal harus kami perbaiki. Prioritasnya adalah memperbaiki kekurangan setiap atlet,” ujar Dirdja, dari Fuzhou, China, Rabu (27/2/2019).
Dirdja menjelaskan, berdasarkan hasil Piala Dunia, perbaikan yang perlu dilakukan antara lain peningkatan power lifter Deni (kelas 67 kilogram) dan Triyatno (73 kg). Adapun Eko (61 kg) harus bisa menjaga berat badannya stabil agar sesuai kategori lomba.
Menurut Dirdja, angkat besi merupakan cabang olahraga terukur sehingga sebenarnya kekuatan inidvidu dan peta kekuatan lawan mudah diamati. Namun, karena banyak lifter China dilarang berlomba karena kasus doping, jumlah angkatan mereka sempat tak terdata. Lifter China baru kembali berlaga pada November 2018.
Prestasi Eko
Pada Piala Dunia di Fuzhou, China, 22-27 Februari, Eko menyelamatkan wajah Indonesia dengan meraih satu medali emas dan dua perak. Juara dunia dan peraih medali emas Asian Games 2018 itu meraih emas untuk angkatan total 297 kg. Adapun dua medali perak berasal dari jenis snatch (136 kg), serta clean and jerk (161 kg).
Selain Eko, tidak ada lifter Indonesia yang berhasil merebut emas. Lifter di kelas 67 kg, Deni, menambah satu medali perak dan dua perunggu. Deni meraih perak dari angkatan clean and jerk 170 kg, sedangkan perunggu berasal dari snatch 135 kg dan angkatan total 305 kg.
Di bagian putri, Acchedya Jagaddhita menambah tiga perunggu kelas 59 kg. Acchedya mencatat angkatan total 215 kg, terdiri atas 98 kg snatch dan 117 kg clean and jerk. Selain tiga kifter itu, Indonesia juga diperkuat Surahmat (kelas 61 kg), Triyatno (73 kg), Syarah Anggraini (49 kg), dan Nurul Akmal (+87 kg).
Deni mengaku belum puas dengan hasil di China karena jumlah angkatannya 5 kg lebih rendah dari Kejuaraan Dunia 2018. Saat di Ashgabat, Turkmenistan, akhir tahun lalu Deni membukukan angkatan total 310 kg (snatch 140, clean and jerk 170 kg).
Menurut Deni, kondisi tubuhnya belum pulih sehingga tampil tidak sesuai harapan. “Setelah tampil pada Piala EGAT di Thailand, pekan lalu, pemulihan saya kurang. Mungkin kualitas istirahat dan makan tidak terlalu baik. Badan tidak pegal, tetapi sebagian otot masih terasa capek seperti otot kaki dan punggung,” katanya.
Selanjutnya, Deni berharap bisa memperbaiki jumlah angkatan di Piala Asia 2019. Dia berharap jumlah angkatan totalnya meningkat dari 305 kg menjadi 315 kg untuk membuka peluang tampil di Olimpiade 2020. “Ini baru lolos Olimpaide, belum bicara soal medali. Kalau mau mendapat medali, jumlah angkatan harus di atas 322 kg,” katanya.