Drama "The Blues" dan Masa Depan Sarri
Kiper mbalelo Kepa Arrizabalaga akhirnya duduk manis di bangku cadangan. Tatap matanya kosong saat menyaksikan Willy Caballero mengawal gawang Chelsea dengan kokoh dan mengantarkan "The Blues" memenangi derbi London melawan Tottenham Hotspur tengah pekan lalu.
Manajer Maurizio Sarri dan asistennya Gianfranco Zola duduk hanya kurang dari satu meter di depan Kepa. Wajah mereka tampak santai setelah Pedro membuka gol kemenangan bagi Chelsea. Sejumlah pemain cadangan juga tampak rileks berbincang ringan dan saling bergurau selama pertandingan. Hanya Kepa yang kelihatan jadi pendiam, bahkan saat peluit akhir berbunyi dan Chelsea memastikan kemenangan. Tiga poin yang sangat penting untuk menjaga asa berlaga di Liga Champions musim depan tanpa Kepa di awah mistar gawang.
Apakah Sarri dan Zola telah mampu mengendalikan pasukannya yang belakangan mulai mempertanyakan taktik dan strategi mereka?
Menyimak agak detail suasana di Stamford Bridge, khususnya di deretan bangku cadangan, timbul pertanyaan, apakah “keluarga besar” Chelsea telah kembali menemukan harmoninya? Apakah suasana ruang ganti akan cepat pulih setelah pekan-pekan yang penuh drama dan perselisihan senyap? Apakah Sarri dan Zola telah mampu mengendalikan pasukannya yang belakangan mulai mempertanyakan taktik dan strategi mereka? Apakah manajemen telah menyingkirkan pikiran untuk mengganti tim Sarri? Apakah fans garis keras The Blues yang terkenal bawel telah puas?
Jawaban semua pertanyaan di atas tentu hanya waktu yang bisa menjelaskan. Namun untuk saat ini masih terlalu dini untuk mengatakan masalah non teknis Chesea telah sepenuhnya teratasi. Jika menyimak sejarahnya sejak dikendalikan oleh multi miliarder Rusia Roman Abramovich, tim asal London barat ini selalu diliputi drama. Pertikaian di ruang ganti, terutama antara kelompok pemain dengan pelatih menjadi warna dominan klub ini dalam satu dekade terakhir.
Akhir pekan lalu pada laga final Piala Carabao, drama terbaru Chelsea berlangsung di Stadion Wembley. Kepa Arrizabalaga yang musim ini didatangkan dengan rekor transfer 71 juta poundsterling, menolak keluar lapangan untuk digantikan oleh Willy Cabarello pada menit akhir menjelang adu tendangan penalti. Pembangkangan kiper asal Spanyol ini membuat Sarri murka. Celakanya, Chelsea kalah adu penalti dalam laga melawan Manchester City tersebut.
Meski marah besar, Sarri “membela” Kepa dalam jumpa pers. “Dia ingin menjadi pahlawan. Kepa melakukan hal benar namun dengan cara yang salah,” papar Sarri yang sebelum menangani Chelsea cukup sukses bersama Napoli meski belum mampu menggeser Juventus dari takhta tertinggi Liga Serie A Italia.
Menurut Sarri, niat mengganti Kepa adalah karena kiper berusia 24 tahun itu mengalami dua kali kram kaki sebelum memasuki menit-menit akhir laga. Meski demikian, Sarri tidak mengakui apakah niatnya itu berkaitan dengan strategi mengingat Willy secara statistik jauh lebih kapabel menahan tendangan penalti dibandingkan Kepa. Willy juga adalah pahlawan Manchester City saat dua tahun lalu memenangi final Piala Carabao melawan Liverpool yang juga berakhir dengan adu tendangan penalti.
Aksi “menyembunyikan” niat sebenarnya terkait strategi mengganti kiper membuat Sarri justru mendapat banyak kecaman. Sebagian pengamat juga menilai Sarri terlalu lemah, padahal strategi dan taktik adalah otoritas mutlak pelatih.
Selepas laga, Kepa pun meminta maaf secara pribadi kepada Sarri dan mereka melakukan pembicaraan yang hangat. Kepa juga meminta maaf kepada pendukung The Blues dan mengakui ulahnya tersebut sangat menyakiti Sarri. “Saya tidak bermaksud untuk mengabaikan otoritasnya sebagai pelatih. Saya menghormati Sarri,” ujar Kepa yang oleh manajemen Chelsea gajinya dipotong satu pekan (190.000 pound atau sekitar Rp 2,8 miliar), sebagai hukuman. Gaji Kepa sepekan tersebut akan disumbangkan kepada yayasan sosial.
Itulah awal mengapa Kepa duduk di bangku cadangan saat Chelsea menekuk Spurs di The Bridge tengah pekan lalu. Willy mengakui, dia mendapatkan sokongan penuh dari Kepa menjelang laga itu. Sementara Sarri mengatakan, duduknya Kepa di bangku cadangan adalah bagian dari pembelajaran bagi kiper muda tersebut.
Yang menarik adalah menunggu apakah pada hari Minggu mendatang (3/3/2019), Sarri akan mengembalikan Kepa ke bawah mistar melawan tuan rumah Fulham, ataukah kembali menempatkan Willy sebagai kiper mengingat penampilannya yang gemilang saat menghadapi Spur.
Jika soal siapa berada di bawah mistar terpecahkan, selesaikah semua drama itu? Belum!
Tergantung perjalanan ke depan
Sarri memang telah “mengembalikan” otoritasnya di ruang ganti. Pemain juga bersepakat untuk tidak lagi mengulang drama Wembley dan sepenuhnya patuh pada manajer berusia 60 tahun tersebut. Namun problem di Chelsea tidaklah sesederhana itu dan posisi Sarri masih jauh dari aman. Kita belum terlalu lupa pada apa yang menimpa Andre Villas-Boas, Jose Mourinho atau yang terakhir Antonio Conte.
Bagi Sarri yang belakangan banyak dikecam karena sangat keras kepala dengan taktiknya di lapangan, masa depannya di The Bridge sangat ditentukan dalam perjalanan Chelsea ke depan hingga akhir musim. Untuk menjadi juara Liga Primer dengan selisih 16 poin dengan pemimpin klasemen Liverpool, memang agak mustahil bagi The Blues. Meski secara matematis masih memungkinkan dengan sisa 10 laga, namun menunggu The Reds tergelincir atau Manchester City kehilangan poin besar sungguh tidak realistis. Artinya, Chelsea tak akan mendapatkan piala domestik setelah juga gagal di Carabao dan Piala FA.
Satu-satunya peluang piala yang dimiliki Sarri saat ini hanyalah di ajang Liga Europa dimana mereka kini berada di perdelapan final dan akan bertemu lawan tangguh Dynamo Kiev (Ukraina) pada 8 dan 15 Maret mendatang. Jika Sarri dan Zola mampu membawa pulagn trofi ini ke Bridge, posisinya relatif aman karena menjadi tiket otomatis ke Liga Champions musim depan.
Dengan saingan yang tidak ringan di Liga Europa seperti Arsenal, Napoli, Inter Milan, dan Sevilla, Sarri harus memastikan Chelsea berada di zona empat besar jika masih ingin menjadi manajer di Stamford Bridge. Dengan selisih hanya tujuh poin dengan peringkat ketiga Spurs serta satu laga di tangan, Sarri bisa berharap banyak situasi yang membaik di ruang ganti akan melejitkan posisi Chelsea ke zona Liga Champions.
Masalahnya, Sarri harus segera mengembalikan kepercayaan pemilik, fans dan publik setelah penampilan buruk terutama dalam laga tandang dalam dua bulan terakhir.
Masalahnya, Sarri harus segera mengembalikan kepercayaan pemilik, fans dan publik setelah penampilan buruk terutama dalam laga tandang dalam dua bulan terakhir. Kekalahan melawan Manchester United pada laga Piala FA menyemburkan kecaman keras soal gaya permainan Sarri yang terlalu mudah ditebak, monoton, dan tidak mampu mengembangkan kemampuan para pemain terbaiknya.
Meski demikian, setelah kemenangan atas Spurs di Bridge, harapan kembali menjulang mengingat performa Chelsea di kandang terbilang baik, pun menghadapi rival-rival langsungnya di kelompok 6 besar.
Sejarah pemberontakan pemain
Walaupun badai di Stamford Bridge boleh dikatakan mereda, namun Sarri dan timnya harus tetap waspada terhadap sikap manajemen Chelsea yang sulit diterka. Apa yang menimpa Villas-Boas, Mourinho maupun Conte adalah contoh betapa tidak sabarannya para petinggi The Blues.
Kewaspadaan tingkat tinggi juga dibutuhkan mengingat sejarah “pemberontakan” pemain yang mewarnai perjalanan Chelsea dalam beberapa musim terakhir. Jose Mourinho adalah figur yang paling depan menghadapi persoalan ini saat dia didepak dari Bridge pada tengah musim 2015-16 meski dia berhasil kembali mengantarkan The Blues menjuarai Liga Inggris pada musim 2014-15. Mourinho dipecat pada medio Desember 2015 setelah mengalami 9 kekalahan dari 16 laga.
Rentetan hasil buruk Chelsea kala itu disinyalir kuat merupakan hasil konspirasi Eden Hazard dan kawan-kawan yang muak dengan gaya kepemimpinan Mourinho yang tertutup dan tidak memberi ruang bagi pemain untuk berdialog tentang taktik dan strategi. Mou juga dibenci kalangan pemain karena cenderung eksklusif di luar lapangan dan hanya berdialog dengan kolega pelatih.
Awal perseteruan Hazard dkk dengan Mou diduga meletus setelah pria Portugal yang arogan itu memecat dokter tim, Eva Carneiro setelah insiden melawan Swansea pada bulan Agustus 2015. Sejak Eva dipecat, penampilan Hazard dkk melorot tajam dan membuahkan pemecatan Mourinho.
Namun tak hanya di Chelsea Mourinho dikerjai para pemainnya. Saat menangani Manchester United pada musim 2018-19, pelatih yang senang berkonfrontasi dengan media ini pun mendapatkan “pemberontakan senyap” dari para pemainnya. Awalnya Mourinho berseteru dengan Paul Pogba, kemudian dengan sejumlah pemain lain yang dikecamnya secara terbuka di hadapan pers.
Mengawali musim 2018-19 buruk, bahkan terburuk dalam satu dekade terakhir sejarah United, Mou dipecat setelah kalah melawan seteru abadi Liverpool. Selama 17 laga musim ini, Mou hanya memenangi tujuh di antaranya. “Para pemain tak mau berlari untuk dia (Mourinho)...,” ujar Alan Shearer seperti dikutip oleh laman BBC.
Kembali kepada Sarri, masa depannya sangat tergantung pada kinerja Chelsea sampai dengan akhir musim. Jika mampu menjuarai Europa League, hampir pasti posisinya aman. Jika gagal juara namun mampu menembus empat besar, posisinya fifty-fifty. Jika gagal juara Liga Europa plus terlempar dari empat besar, Sarri harus siap-siap kembali ke Italia. AS Roma siap menampungnya.