Representasi Universal
Koleksi dari dua desainer mode Tanah Air, Itang Yunasz dan Dian Pelangi, memeriahkan panggung utama New York Fashion Week atau NYFW 2019 The Shows ”Indonesian Diversity” pada awal Februari lalu. Melalui program Wardah Fashion Journey, busana-busana berhijab karya mereka disuguhkan sebagai representasi wajah Islam yang universal.
Dari lantai peraga di New York, Amerika Serikat, busana-busana karya Itang maupun Dian kembali dipertontonkan bagi media massa di Jakarta pada Selasa (19/2/2019) lalu. Koleksi Itang matang dengan dominasi warna-warna merah bata dan sentuhan tenun sumba, sedangkan Dian menghadirkan desain aktif dan dinamis sesuai dinamika kota New York.
Koleksi #Socialove karya Dian diperuntukkan terutama bagi pasar muslimah yang modern dan dewasa. Modern dalam arti mereka sadar mode dan dewasa dalam gaya yang elegan. Dinamika kota dan dunia digital di New York yang aktif dan dinamis segera diterjemahkan dalam 12 koleksi busana yang segar dan muda. Warna-warna yang diusung dominan hitam putih, tetapi tetap menyuguhkan permainan warna terang seperti pink.
Kota New York nan dinamis hadir dalam motif batik yang abstrak. Dian pun membubuhkan permainan tipografi atau tata huruf mirip seperti caption yang biasa dibubuhkan di media sosial seperti Instagram. Kain-kain serupa tali berjuntai dengan tulisan seperti Dian Pelangi atau New York menjadi bagian dari detail yang juga menceritakan dinamisme.
”Aku sertakan item yang ada movement. Beberapa bagian, aku turunin ke belakang, aku pelorotin dikit. Biar tahu styling dan bisa dipakai bermacam gaya. Ada movement dari belt dan rumbai sehingga terlihat aktif dan dinamis,” tambah Dian.
Terinspirasi dari jendela-jendela di New York, koleksi Dian dilengkapi aksesori logam dari besi hingga kotak-kotak akrilik. Seluruh aksesori melebur sempurna dengan bahan kain yang sebagian menggunakan tenun ATBM (alat tenun bukan mesin). Kerudung yang dipakai lebih sederhana dari kain satin printing dengan dibubuhi sentuhan tipografi huruf-huruf.
Permainan motif batik dengan teknik sapuan kuas semakin menegaskan gaya grafiti ala jalanan New York. ”Responsnya bagus. Hari pertama launching, ratusan laku, dibikin beda. Karena ada logo dian pelangi di situ. Ada yang tanya, kok, kamu pede tulis nama kamu, sih? Aktif dan dinamis sesuai dinamika New York dan sesuai tagline Wardah: perempuan yang unstoppable. Self driven. Punya passion. Hijab enggak bisa menghalangi berkarya,” tambahnya.
Gaun premium
Bagi Dian, ini adalah kali ke dua tampil di NYFW. Pada 2017, ia sempat tampil di first stage NYFW dengan koleksi yang lebih fokus pada karakter penduduk New York. ”Ini mimpi aku dari pertama kali jadi desainer. Pengin tampil di Amerika. Jadi flashback perjuangan aku,” ujarnya.
Membidik target pasar perempuan bermartabat—namun easy going dan mudah bergaul ke sana kemari—Itang menghadirkan gaun-gaun yang kesannya berat, tapi menonjolkan kesan easy going. Sebanyak 12 potong koleksi busana terusan one piece diperagakan dengan tema Tribal Diversity. Keindahan pola-pola kain tenun ikat Sumba berpadu dengan sentuhan modern.
Pada beberapa koleksi, Itang masih menggunakan tenun ikat asli Sumba sebagai tambahan aksen. Namun, mayoritas bahan yang digunakan adalah kain lace atau renda brokat. Lace berbahan tipis tapi tak transparan yang dihiasi payet mengilat ini lantas diberi sentuhan cetak digital demi menghadirkan keindahan tenun Sumba.
”Ini yang baru dari saya. Kalau murni tenun bakalan mahal. Ini busana ready to wear. Harus memikirkan bagaimana menjual. Tenun sumba satu piece aja Rp 10 juta mau dijual berapa? Harus kain yang sistem printing,” kata Itang, seusai jumpa pers.
Busana-busana terusan dinilai sangat sesuai dengan napas urban kota New York yang tidak mau ribet dan serba praktis. Sentuhan praktis ini dipadukan dengan gaya lawas ala tahun 1970-an serta gaya antik boho yang saat ini memang sedang tren. ”Dengan tetap memasukkan identitas Indonesia berupa Sumba yang memang jadi inspirasi saya,” tambah Itang.
Gaun-gaun premium yang sudah dikoleksi oleh pelanggan-pelanggan pribadi Itang ini semakin menawan dengan sentuhan detail perhiasan dari susunan kerang mini. Kerang-kerang yang diperoleh dari Bali ini, menurut rencana, akan kembali diolah dengan proses pencelupan warna emas maupun perak untuk koleksi busana mendatang. Untuk penutup kepala, pilihan tetap jatuh pada turban dengan kain yang dililit.
Melampaui peragaan
Lewat koleksi yang disuguhkan, Itang juga ingin menyampaikan pesan bahwa busana modest (terbatas) seperti yang kali ini dihadirkan di panggung NYFW 2019 The Shows bukan sekadar diperuntukkan bagi kalangan Muslim. Menurut dia, pakaian modest bersifat lebih universal tanpa memandang identitas agama.
Menampilkan koleksi bertajuk #Socialove, Dian ingin menonjolkan tentang representasi wajah Islam yang universal. Tak sekadar peragaan busana, Dian berharap mampu mengubah persepsi bias dari dunia Barat tentang Islam selama ini.
”Busana muslim sudah lebih modern dan lebih universal dan mereka menangkap itu. Banyak yang ingin mengoleksi jaketnya atau celananya. Bahwa, busana muslim bisa diterima universal dan bisa dipakai siapa saja. Ini jalan dakwah,” tambah Dian.
Kehadiran koleksi busana muslim Indonesia di panggung dunia sekaligus menjadi pengakuan bahwa Indonesia bisa mewujudkan diri sebagai pusat tren busana muslim dunia pada 2020.
”Sesuatu yang ditonton dunia. Indonesia merupakan pusat tren busana muslim yang harus menjadi referensi bagi gaya busana muslim dunia,” tambah Itang.
Manager Public Relations Wardah Elsa Maharani menyebut, Wardah berkomitmen mendukung perkembangan industri mode Tanah Air dan telah tiga kali berpartisipasi dalam panggung mode NYFW lewat program Wardah Fashion Journey. NYFW 2019 sekaligus menjadi ajang untuk memperkenalkan keunggulan produk kosmetik Wardah terutama produk Wardah Instaperfect yang digunakan dalam tampilan riasan NYFW 2019.
”Wardah bangga bisa hadir di panggung mode internasional. Tidak hanya untuk memperkuat posisi kami sebagai bran kosmetik terdepan, tetapi juga ingin membuktikan bahwa produk kosmetik lokal pun dapat bersaing,” kata Elsa.