Perjanjian Diteken, Pelaku Usaha Didorong Tingkatkan Ekspor ke Australia
›
Perjanjian Diteken, Pelaku...
Iklan
Perjanjian Diteken, Pelaku Usaha Didorong Tingkatkan Ekspor ke Australia
Oleh
M Fajar Marta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kamar Dagang Indonesia menyambut baik perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Australia (IA-CEPA) yang telah ditandatangani pada Senin (4/3/2019), di Jakarta. Setelah nantinya diratifikasi, ada berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai perdagangan dan investasi.
Sementara menunggu proses ratifikasi selesai, para pelaku usaha dapat memanfaatkan hasil awal dari perjanjian. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani menyampaikan, saat ini para pelaku usaha dapat memanfaatkan hasil awal atau “early outcomes” yang merupakan masukan dari para pemangku kepentingan dan bagian integral IA-CEPA.
“Hasil yang dapat dimanfaatkan saat ini, yaitu di bidang herbisida dan pestisida. Dengan preferensi tarif bea masuk nol persen (sebelumnya lima persen), maka produk kita dapat berkompetisi dengan Malaysia dan China yang telah mendapat tarif nol persen sebelumnya,” ujar Shinta.
Selain itu, ada juga hasil awal di bidang jasa keuangan; bidang peternakan sapi di Indonesia; desain pakaian dan perhiasan; bidang standarisasi obat, makanan, herbal, serta aromaterapi; dan bidang Indonesia Food Innovation Center (IFIC).
Dalam hal ini, IA-CEPA belum akan berlaku efektif karena akan diratifikasi terlebih dahulu oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah ratifikasi selesai, maka naskah perjanjian akan dipertukarkan melalui nota diplomatik yang menginformasikan seluruh persyaratan pemberlakuan persetujuan tersebut telah dilaksanakan.
Terkait hal ini, Menteri Perdagangan Republik Indonesia Enggartiasto sempat menyampaikan, Pemerintah RI siap bekerja bersama DPR dalam proses ratifikasi. “Harapannya, pada akhir tahun ini, sudah diratifikasi. Artinya, perjanjian itu akan mulai berlaku pada akhir tahun atau awal tahun 2020,” katanya.
Lebih lanjut Shinta mengatakan, selama proses ratifikasi, selain memanfaatkan hasil awal, pelaku usaha juga bisa menyiapkan industrinya agar dapat langsung melakukan eksekusi setelah perjanjian selesai diratifikasi.
“Itu semua tujuannya untuk meningkatkan industrialisasi dari produk kita, mulai dari segi teknologi, investasi, hingga kemampuan tenaga kerja. Inilah yang namanya komprehensif. Sebab, tanpa industri yang kuat, manfaat dari penghapusan tarif bea masuk tidak akan maksimal,” katanya.
Beberapa industri yang teknologinya dianggap belum mapan antara lain industri makanan dan olahannya, sektor peternakan (penggemukan sapi), serta pariwisata laut. Kadin pun terus mengidentifikasi sektor mana saja yang dinilai membutuhkan bantuan dari Australia.
Sejalan dengan itu, Juan Permata Adoe selaku Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan mengatakan, sebagai negara industri halal, Indonesia berpeluang untuk mengekspor berbagai produk halal ke Jepang, China, serta negara-negara ASEAN.
“Salah satu prioritas kami juga ada di ekspor bidang peternakan. Pengembangan yang paling pasti, kami akan berfokus meminta Australia membantu dalam hal penggemukkan sapi sehingga kita bisa memasok ke negara-negara itu,” kata Juan Permata Adoe selaku Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan.
Pada 2018, nilai perdagangan Indonesia dengan Australia mencapai 8,6 miliar dollar AS. Melalui perjanjian ini, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, diharapkan nilai perdagangan akan meningkat 17-19 persen per tahun dengan investasi melebihi 600 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 8,49 triliun.
Adapun produk ekspor utama Indonesia ke Australia pada 2018, antara lain petroleum (636,7 juta dollar AS); kayu dan furnitur (214,9 juta dollar AS); panel LCD, LED, dan panel display lainnya (100,7 juta dollar AS); alas kaki (96,9 juta dollar AS); dan ban (61,7 juta dollar AS).
Sementara produk impor utama Indonesia dari Australia, yaitu gandum (639,6 juta dollar AS), batu bara (632 juta dollar AS), hewan hidup jenis lembu (573,9 juta dollar AS), gula mentah atau tebu lainnya (314,7 juta dollar AS), serta bijih besi dan bijih lainnya (209,3 juta dollar AS).
Menurut Rosan, kerja sama ini tidak hanya untuk meningkatkan perdagangan bilateral tetapi membuka investasi di beberapa bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. Dengan harapan dapat membangun sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi.
“Dengan adanya potensi perdagangan dua negara yang besar, maka sangat penting bagi Indonesia untuk segera melakukan proses reformasi ekonomi yang dibutuhkan sebagai bagian dari komitmen IA-CEPA”, ungkap Rosan.
Kerja sama ini tidak hanya untuk meningkatkan perdagangan bilateral tetapi juga membuka investasi di beberapa bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pariwisata
Sementara menunggu waktu hingga ratifikasi selesai, Rosan menyampaikan, Kadin akan terus menyosialisasikan perjanjian ini kepada para pelaku usaha. Tidak hanya di Jakarta, namun di beberapa kota besar lain di Indonesia.
"Kami bersama dengan kedutaan Australia sudah mulai menyosialisasikan. Kemarin sempat di Makassar dan ke depan, kami akan melakukan beberapa di kota besar lain agar para pengusaha sadar akan manfaat yang dapat diambil, sehingga mampu meningkatkan peran ekspor ke pasar di Australia," katanya.