Masyarakat DIY Diminta Waspadai Dampak Cuaca Ekstrem
›
Masyarakat DIY Diminta...
Iklan
Masyarakat DIY Diminta Waspadai Dampak Cuaca Ekstrem
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
WONOSARI, KOMPAS – Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta diminta mewaspadai potensi bencana alam akibat fenomena cuaca ekstrem. Pada Rabu (6/3/2019), sejumlah wilayah DIY terkena bencana banjir dan tanah longsor akibat hujan lebat yang mengguyur provinsi tersebut. Selama seminggu ke depan, hujan lebat masih berpotensi terjadi di DIY sehingga masyarakat diminta waspada.
"Perlu antisipasi lebih lanjut, terutama di daerah-daerah yang berpotensi terjadi longsor atau banjir. Jadi, masyarakat harus memiliki kewaspadaan," kata Kepala Bidang Penanganan Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Danang Samsurizal, Kamis (7/3/2019), di Gunung Kidul.
Danang menjelaskan, hujan lebat yang terjadi pada Rabu lalu mengakibatkan bencana alam berupa banjir dan tanah longsor di empat kabupaten/kota di DIY, yakni Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta. Tidak ada korban jiwa akibat bencana tersebut, tetapi sejumlah rumah dan bangunan mengalami kerusakan.
"Kejadian kemarin itu masuk kategori cuaca ekstrem karena curah hujan yang cukup tinggi dengan durasi yang cukup lama," ungkap Danang.
Dari keempat wilayah DIY yang dilanda bencana, Gunung Kidul menjadi wilayah yang paling banyak dilanda bencana alam berupa banjir dan tanah longsor. Berdasarkan data BPBD DIY, banjir di Gunung Kidul berdampak pada sedikitnya 72 rumah di empat kecamatan, yakni Semin, Nglipar, Ngawen, dan Gedangsari.
Banjir juga sempat menggenangi dua sekolah serta sejumlah ruas jalan, merusak satu jembatan, serta menghanyutkan seekor sapi dan 13 ekor ayam. Di Gedangsari, ketinggian air dilaporkan sekitar 50 sentimeter (cm) sampai 1 meter. Pada Kamis, banjir yang melanda beberapa wilayah Gunung Kidul itu sudah mulai surut. Sementara itu, sedikitnya 17 rumah di Gunung Kidul terkena dampak tanah longsor.
Danang memaparkan, setelah terjadinya bencana alam akibat cuaca ekstrem itu, sudah dilakukan upaya penanggulangan bencana oleh sejumlah lembaga di berbagai lokasi. Dia menambahkan, BPBD DIY mendorong pembentukan posko penanganan bencana di lokasi-lokasi yang terkena banjir dan longsor untuk melakukan langkah-langkah penanganan darurat. "Karena ada beberapa titik bencana, kami mendorong dibuat posko sampai keadaan darurat selesai. Jadi, perlu disiapkan tim-tim di lokasi kejadian," ujarnya.
Danang menyatakan, ke depan, bencana banjir dan tanah longsor masih mungkin terjadi di DIY. Sebab, berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hujan lebat masih berpotensi turun di wilayah DIY. Oleh karena itu, masyarakat harus mewaspadai potensi bencana akibat cuaca ekstrem. "Kalau ada arahan dari pemuka masyarakat atau aparat untuk melakukan evakuasi, masyarakat harus segera mengikuti perintah tersebut," tuturnya.
Dampak longsor
Salah satu lokasi di Gunung Kidul yang mengalami kerusakan terparah akibat longsor adalah Dusun Pringombo, Desa Natah, Kecamatan Nglipar. Di sana, satu rumah ambruk diterjang material tanah dari bukit yang berada di atasnya, sementara satu rumah lain mengalami kerusakan sedang karena tertimpa material longsor. Selain itu, ada empat rumah lain di Dusun Pringombo yang juga terancam material longsor.
Sukardi (50), warga Dusun Pringombo, mengatakan, tanah longsor terjadi pada Rabu sekitar pukul 16.30. Sebelumnya, hujan deras turun di wilayah tersebut. ”Waktu itu hujan deras, lalu tahu-tahu ada tanah longsor,” ungkapnya saat ditemui di lokasi kejadian.
Sukardi menuturkan, tidak ada korban yang meninggal ataupun terluka akibat bencana tanah longsor tersebut. Sebab, sebelum bencana terjadi, sejumlah warga sudah mengungsi terlebih dulu ke rumah keluarga mereka. ”Tahun 2018 juga terjadi longsor di sini. Jadi, sebagian warga sudah mengungsi dulu ke rumah keluarganya di daerah lain,” ujarnya.
Di Dusun Krinjing, Desa Mertelu, Kecamatan Gedangsari, sebuah jembatan terputus akibat diterjang batu-batu besar yang terbawa material longsor dari atas bukit pada Rabu sore. Ketua RT 06 RW 06 Dusun Krinjing, Sumpono (48), menuturkan, putusnya jembatan itu membuat mobilitas warga terganggu. "Aktivitas perekonomian warga juga terganggu karena warga jadi sulit ke pasar dan ke sawah," ungkapnya.
Sejumlah faktor
Kepala Kelompok Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta, Djoko Budiyono, mengatakan, pada Rabu lalu, sejumlah wilayah DIY, terutama di Sleman dan Gunung Kidul, memang dilanda hujan lebat dengan durasi cukup lama.
Berdasar pengukuran BMKG, curah hujan di sebagian wilayah Sleman dan Gunung Kidul pada Rabu mencapai lebih dari 100 milimeter (mm) per hari sehingga tergolong sangat lebat. "Curah hujan 50 mm per hari itu sudah masuk kategori lebat, apalagi lebih dari 100 mm," ujar Djoko.
Djoko menjelaskan, hujan lebat yang terjadi di DIY itu terjadi karena sejumlah faktor. Faktor pertama adalah pola angin di wilayah Jawa, termasuk DIY, yang beberapa waktu belakangan berbentuk belokan. Kondisi ini terjadi karena adanya daerah tekanan rendah yang muncul di Samudra Hindia bagian selatan. "Pola angin berbentuk belokan itu memicu kenaikan massa udara sehingga terjadi pembentukan awan-awan yang bisa menjadi hujan," katanya.
Faktor penyebab kedua adalah suhu permukaan laut di wilayah perairan utara dan selatan Jawa saat ini ternyata cukup panas, yakni di atas 30 derajat Celcius. Kondisi itu menyebabkan terjadinya penguapan air laut yang cukup besar. Penguapan itulah yang kemudian menjadi suplai untuk terbentuknya awan-awan yang bisa menyebabkan turunnya hujan.
Sementara itu, faktor ketiga yang ikut menyebabkan cuaca ekstrem di DIY adalah tingkat kelembaban di atas wilayah DIY yang cukup tinggi. Kondisi ini mendukung terbentuknya awan-awan tebal yang bisa menyebabkan hujan deras dengan durasi cukup lama.
"Seminggu ke depan, diprediksi kondisinya masih akan seperti ini. Artinya, potensi hujan sedang hingga lebat, khususnya di sore dan malam hari, masih akan bermunculan di wilayah DIY," ungkap Djoko.