JAKARTA, KOMPAS - Penerbitan surat utang atau obligasi syariah di pasar global cukup berdampak pada peningkatan cadangan devisa Indonesia. Namun pemerintah tetap perlu waspada dalam mengantisipasi utang luar negeri.
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa pada Februari 2019 sebesar 123,3 miliar dollar AS, meningkat 3,2 miliar dollar AS dari posisi Januari 2019 sebesar 120,1 miliar dollar AS.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, peningkatan tersebut ditopang oleh penerbitan surat utang global pemerintah. Jumlah cadangan devisa ini dinilai mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, serta menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan.
“Cadangan devisa memadai didukung keyakinan terhadap prospek perekonomian domestik. Penguatan juga merupakan dampak dari berkurangnya kebutuhan untuk intervensi, lantaran nilai tukar rupiah kini lebih stabil,” ujarnya di Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Cadangan devisa saat ini dinilai mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, serta menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat, sepanjang tahun 2019 pemerintah telah menerbitkan utang global dalam bentuk sukuk wakalah sebanyak dua kali. Pertama, sukuk senilai 750 juta dolar AS bertenor 5,5 tahun dan imbal hasil 3,9 persen. Kedua, sukuk senilai 1,25 miliar dolar AS bertenor 10 tahun dengan yield 4,45 persen.
Instrumen surat utang syariah ini didaftarkan pada Bursa Saham Singapura dan NASDAQ Dubai dan dikatan mengalami kelebihan permintaan (oversubscribe) sebanyak 3,8 kali.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual mengatakan, Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya masih diselimuti sentimen positif. Minat investor terhadap surat berharga negara terbilang tinggi.
Namun David mengingatkan agar pemerintah tidak lengah dalam mengantisipasi rasio cadangan devisa terhadap utang luar negeri jangka pendek yang saat ini totalnya mencapai 49,6 miliar dollar AS.
Meski tren arus modal masuk tetap tinggi hingga Maret ini, David memprediksi kenaikan cadangan devisa tidak berdampak terlalu signifikan terhadap fundamen ekonomi Indonesia, akibat kebutuhan pemerintah terhadap dollar AS masih tinggi.
“Masih ada kebutuhan pembayaran utang, dividen, dan impor. Sementara ekspor kita juga masih tertahan pertumbuhannya seiring kondisi perekonomian global yang melambat,” kata David.
Cadangan devisa sempat mencapai level terendah di 114,8 miliar dollar AS pada September 2018 akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Cadangan devisa berangsur kembali menguat mulai Oktober 2018 (115,2 miliar dollar AS) hingga Desember 2018 (120,7 miliar dollar AS).
Nilai tukar
Perry mengingatkan, tekanan terhadap nilai tukar rupiah belakangan ini lebih banyak dari sektor eksternal ketimbang internal. Akibatnya, rupiah kesulitan untuk menguat akibat sejumlah sentimen global mengangkat dollar AS.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), pada Jumat (8/3/2019), rupiah berada di level Rp 14.223 per dollar AS. Sepanjang pekan, rupiah telah mengalami pelemahan sebanyak 74 poin.
Perry mengatakan indikator seperti pertumbuhan manufaktur di AS menunjukkan bahwa ekonomi AS masih positif, sementara pertumbuhan ekonomi di Eropa cenderung lambat.
“Di satu sisi perekonomian AS mendorong penguatan dollar. Di Eropa, ekonomi yang melemah membuat Euro juga melemah. Kombinasi sentimen ini mendorong semakin kuatnya dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia,” kata Perry