ABU DHABI, KOMPAS - Olimpiade Khusus 2019 yang akan berlangsung di Abu Dhabi dan Dubai, Uni Emirat Arab, pada 14-21 Maret 2019 bukan sekadar kompetisi untuk mencari pemenang. Ajang empat tahunan yang diikuti lebih dari 7.500 atlet disabilitas intelektual atau tuna grahita dari 200 negara termasuk Indonesia ini mengusung misi utama untuk membangun masyarakat global yang inklusif.
Misi ini terus digaungkan sejak tahun 1968, setengah abad lalu ketika Olimpiade Khusus digelar pertama kali di Chicago, Amerika Serikat. Olimpiade Khusus yang ke-15 di UEA ini akan dibuka secara resmi pada Kamis (14/3/2019).
CEO Special Olympic International Mary Davis mengingatkan tentang misi utama ini di Pusat Ekshibisi Nasional Abu Dhabi (ADNEC), Rabu (13/3/2019). “Ajang ini membawa pesan kuat bahwa mereka (penyandang disabilitas intelektual) memiliki keberanian dan kemampuan,” katanya.
Para atlet berani melawan keterbatasan mereka di atas lapangan dan menunjukkan kemampuan mereka. Ini menjadi panggung yang bisa menyadarkan masyarakat pada umumnya bahwa tidak ada lagi alasan untuk memandang sebelah mata para penyandang disabilitas intelektual.
Untuk memperkuat misi itu, panitia menggelar beberapa pertandingan seperti sepak bola, bola basket, dan bola voli yang melibatkan para penyandang disabilitas intelektual dengan masyarakat biasa. Mereka bermain dalam satu tim untuk membuktikan bahwa kerja sama untuk membangun kesetaraan bisa dilakukan.
“Olimpiade Khusus ini menjadi istimewa karena UEA saat ini juga merayakan Tahun Toleransi,” kata Menteri Pengembangan Komunitas UEA Hessa bin Essa Buhumaid. Melalui Olimpiade Khusus, UEA semakin ingin menunjukkan bahwa mereka serius untuk menjunjung kesetaraan.
Hessa menambahkan, misi tersebut sudah mulai dapat diimplementasikan sejak tahun lalu. Pemerintah UEA saat ini sudah membuat beberapa kebijakan untuk memberdayakan warganya yang memiliki kebutuhan khusus.
Kesempatan sama
Keinginan untuk bisa mendapat kesempatan yang sama di tengah masyarakat juga diungkapkan para atlet dari Indonesia. “Saya ingin membuka usaha nasi goreng dengan teman-teman,” kata Heri Septiawan (22), atlet tenis meja.
Sementara itu, Yunika Pujiastika (22), atlet tenis meja lainnya, ingin melanjutkan sekolah dan membuka usaha menjahit. Mereka merasa sudah bisa lebih mandiri setelah menekuni olahraga.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Pusat Special Olympics Indonesia Faisal Abdullah menegaskan, Olimpiade Khusus ini berusaha mendorong para disabilitas intelektual menjadi lebih bermartabat. Untuk itu, Special Olympic Indonesia juga berusaha menjalin relasi dengan beberapa perusahaan yang bersedia bekerja sama untuk melibatkan para penyadang diisabilitas intelektual.
Hingga Rabu kemarin, para atlet masih menjalani tahap divisioning sejak Selasa (12/3). Tahapan ini bertujuan untuk memetakan kemampuan para atlet sehingga mereka bisa dipertandingkan melawan atlet yang memiliki tingkat kemampuan sama.
Heri dan Yunika, misalnya, diminta untuk bermain seperti biasa saat panitia mengobservasinya. Setelah selesai, mereka kemudian bisa menikmati berbagai atraksi yang disediakan para sponsor di dalam gedung ADNEC. Mereka dan para atlet lainnya rata-rata baru mulai bertanding pada Jumat (15/3).
Adapun Gedung ADNEC yang biasanya digunakan untuk pameran itu menjadi tempat untuk mempertandingkan beberapa cabang olahraga seperti judo, basket, tenis meja, dan bulu tangkis. Adapun cabang olahraga seperti renang dan atletik digelar di Dubai. (DEN)