Wacana Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Belum Muncul di Debat Pilpres
›
Wacana Pancasila dan Bhinneka ...
Iklan
Wacana Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Belum Muncul di Debat Pilpres
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga dua kali debat calon presiden pada 17 Januari 2019 dan 17 Februari 2019, tidak muncul pertanyaan maupun pernyataan yang menyinggung persoalan agama maupun budaya. Bahkan, wacana tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi dasar pengakuan negara pada kemajemukan dan kebinekaan belum disinggung sama sekali oleh kedua calon presiden/wakil presiden.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra mengatakan, persoalan keagamaan dan kebudayaan sangat vital di Indonesia. Di tataran masyarakat, potensi dan aktualisasi sikap intoleransi dan saling tidak menghargai satu sama lain masih sering terjadi.
“Kita harus kembali lagi kepada prinsip-prinsip yang mempersatukan bangsa ini, prinsip-prinsip yang membuat bangsa ini melakukan akomodasi timbal balik. Inilah yang hilang di sebagian masyarakat kita sehingga kemudian peredaran hoaks merajalela, juga fitnah. Prinsip-prinsip Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sudah bagus sekali diletakkan oleh para pendiri bangsa, namun sayang sekali itu tidak muncul dalam debat-debat yang sudah berlangsung selama ini,” paparnya, Kamis (14/3/2019), di Jakarta.
Prinsip-prinsip Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sudah bagus sekali diletakkan oleh para pendiri bangsa, namun sayang sekali itu tidak muncul dalam debat-debat yang sudah berlangsung selama ini
Meskipun tak harus dielaborasi secara rinci, mengingat terbatasnya waktu debat, menurut Azyumardi paling tidak kedua calon presiden maupun calon wakil presiden bisa memberikan isyarat-isyarat khusus atau kisi-kisi terkait persoalan keagamaan dan kebudayaan dalam debat. Prinsipnya, mereka bisa memberikan isyarat mau dibawa ke arah mana kehidupan keagamaan dan kebudayaan bangsa ini.
Cenderung normatif
Pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin memang mencantumkan tentang kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa dalam salah satu visi misinya. Meski demikian, menurut Azyumardi, visi misi tersebut masih bersifat normatif dan bagaimana elaborasi serta implementasinya belum jelas.
Pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam salah satu visi misinya juga berkomitmen membangun kembali nilai-nilai luhur kepribadian bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, bermartabat, dan bersahabat, yang diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pandangan Azyumardi, visi misi ini terlalu meletakkan banyak hal dalam satu kotak yang sebetulnya tidak bisa ditangani secara bersamaan.
“Ini lebih mencerminkan wishful thinking, daftar keinginan bukan daftar yang bisa dilakukan dan bagaimana cara melakukannya,”ucapnya.
Muncul perpecahan
Budayawan Radhar Panca Dahana bersama sejumlah tokoh Mufakat Budaya Indonesia sebelumnya juga menyerukan pernyataan dan imbauan menyikapi perkembangan mutakhir kehidupan sosial politik, dan kultural di Indonesia. Menurut Radhar, perpecahan kelompok masyarakat yang didasari oleh perbedaan sukubangsa, agama/keyakinan, bahkan karena pilihan politik sekarang terjadi sampai pada tingkat personal dan hubungan keluarga.
Perpecahan kelompok masyarakat yang didasari oleh perbedaan suku bangsa, agama/keyakinan, bahkan karena pilihan politik sekarang terjadi sampai pada tingkat personal dan hubungan keluarga.
Karena itulah, Mufakat Budaya Indonesia mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk menghentikan praktik diskursif, ujaran bahasa, sikap hingga tindakan, yang terbukti atau berpotensi merusak dan membusukkan tata hubungan sosio kultural masyarakat Indonesia yang sudah susah payah dibangun oleh leluhur kita bersama.
“Para elit, baik di lingkungan politik, ekonomi, akademik, agama hingga budaya, tidak lagi menginisiasi, menginspirasi terlebih mengorganisasi publik luas untuk melakukan perbuatan destruktif di atas demi tujuan-tujuan kelompoknya masing-masing; mengambil dan menjalankan obligasi (tugas dan kewajiban) kepemimpinannya secara bertanggungjawab membawa bangsa dan rakyatnya menuju cita-cita mereka,” kata Radhar.