Jumlah mahasiswa dari keluarga miskin yang baru 690.000 orang, ditargetkan bisa menjadi 1 juta orang melalui pemberian beasiswa.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menargetkan menambah kuota beasiswa untuk mahasiswa dari latar belakang ekonomi miskin hingga hampir dua kali lipat dalam lima tahun mendatang. Pemberian beasiswa akan dilakukan dalam empat skema.
Berdasarkan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi tahun 2018, jumlah mahasiswa dari latar belakang ekonomi miskin yang aktif kuliah sebanyak 690.000 orang. Jumlah itu sangat sedikit dibandingkan dengan total mahasiswa Indonesia yang sebanyak 7.555.839 orang.
Karena itu, pemerintah menargetkan dalam lima tahun ke depan jumlah mahasiswa miskin yang bisa mengenyam pendidikan tinggi berjumlah 1 juta orang. "Isu akses masih merupakan masalah terbesar dalam pendidikan tinggi. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan berbagai skema bantuan," kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (15/3/2019).
Skema pertama adalah Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin (Bidikmisi) yang jumlah penerimanya per tahun 2019 sebanyak 467.000 orang. Skema kedua adalah beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) yang jumlah penerimanya sebanyak 135.000 orang. Skema ketiga adalah beasiswa Afirmasi Pendidikan (Adik) khusus untuk mahasiswa dari Papua, Papua Barat, dan wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal yang jumlahnya 7.000 orang.
"Pada tahun 2019 kuota untuk Bidikmisi bertambah menjadi 130.000 atau satu setengah kali dari jumlah di tahun 2018. Namun, hal ini belum cukup untuk meningkatkan jumlah mahasiswa miskin yang berpartisipasi di pendidikan tinggi," tutur Nasir.
Pada tahun 2019 kuota untuk Bidikmisi bertambah menjadi 130.000 atau satu setengah kali dari jumlah di tahun 2018.
Saat ini, perguruan tinggi negeri diminta menyediakan 20 persen bangku kuliah untuk mahasiswa miskin. Dari jumlah tersebut, 8 persen dibiayai negara dan 12 persen ditanggung oleh tiap-tiap perguruan tinggi. Adapun di perguruan tinggi swasta jumlah mahasiswa miskinnya kurang dari 20 persen.
KIP Kuliah
Oleh karena itu, per tahun 2020 pemerintah menyediakan skema baru berupa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Nasir menjelaskan, siswa SMA sederajat yang memiliki KIP ketika diterima kuliah akan langsung dimasukkan ke program Bidikmisi. Kepemilikan KIP meniadakan keperluan pemeriksaan latar belakang mahasiswa untuk memastikan dia memang berasal dari keluarga miskin.
Akan tetapi, pemerintah menyadari ada anak-anak miskin yang tidak menerima KIP. Mereka ini yang akan menjadi target penerima KIP Kuliah. "Terkait prosedur pemberian, verifikasi latar belakang, dan jumlah dana bantuan yang diberikan masih dibahas dengan Kementerian Keuangan," ujarnya.
Mulai tahun 2020, akan dibuka kuota KIP Kuliah untuk 250.000 mahasiswa. Jika digabung dengan program Bidikmisi, PPA, dan Adik, kuota mahasiswa miskin untuk lima tahun ke depan adalah 650.000 orang.
Mulai tahun 2020, akan dibuka kuota KIP Kuliah untuk 250.000 mahasiswa.
Harus ditambah
Pengamat pendidikan tinggi Edy Suandi Hamid berpendapat, bentuk skema bantuan tidak perlu dipermasalahkan. Tujuan utama harus menambah jumlah akses mahasiswa miskin agar bisa kuliah. Kesempatan kuliah bisa mengeluarkan mereka dari jebakan kemiskinan turun-temurun.
Meskipun begitu, ia mengutarakan pentingnya kesadaran tidak menuntut persyaratan akademik yang terlalu tinggi bagi anak miskin agar bisa mendapat beasiswa. Kondisi keluarga dan lingkungan yang tidak mendukung dalam memberi pengajaran berkualitas sudah menghalangi mereka memperoleh capaian prestasi ketika masih bersekolah.
"Beri mereka kesempatan sesuai kemampuan masing-masing. Tidak harus pada perguruan-perguruan tinggi top, yang penting bisa memberi mereka kesempatan mendapat atau pun mengembangkan pekerjaan yang lebih baik," kata Edy.
Dari segi pengawasan dan evaluasi, ia menjelaskan bahwa setiap perguruan tinggi memiliki sistem sendiri. Setiap program studi pasti menginginkan mahasiswanya bermutu sehingga mereka akan memastikan ada pembinaan bagi mahasiswa yang prestasinya belum mencapai standar minimal. Terhadap mahasiswa miskin, ada pendampingan ekstra yang diberikan.