Menggoyang Supremasi “Panah Perak”
Musim baru balap Formula 1 yang dimulai Minggu (17/3/3019) ini di Australia menjanjikan persaingan sengit yang absen setengah dekade terakhir. Revolusi Ferrari, perubahan regulasi aerodinamika, hingga pemberlakuan poin ekstra, bisa menggoyang supremasi tim Mercedes.
MELBOURNE, JUMAT – Lansekap persaingan di balapan Formula 1 berubah drastis sejak diperkenalkannya regulasi teknologi hibrida pemindah tenaga, setengah dekade silam. Sejak saat itu, tim Mercedes-AMG Petronas menjelma kekuatan superior di F1. Tidak semusim pun gelar juara pebalap maupun kontruktor berpindah ke tim lainnya.
Tim-tim besar dan langganan juara di masa lalu seperti Scuderia Ferrari dan Red Bull Racing hanya bisa mengejar bayangan tim “Panah Perak” dalam perburuan gelar lima musim terakhir. Musim baru ini—yang berlangsung 21 seri balapan hingga 1 Desember mendatang—Mercedes dan pebalapnya, Lewis Hamilton, memang masih diunggulkan sebagai calon juara.
Potensi itu setidaknya terlihat dari dua sesi latihan menjelang balapan seri Australia di Sirkuit Albert Park, Jumat (15/3/2019). Duo pebalap Mercedes, Hamilton dan Valtteri Botas, memuncaki daftar putaran tercepat di sesi latihan itu. “Masih banyak yang bisa ditingkatkan. Namun, ini bukan awal buruk,” ujar Hamilton yang mengincar gelar juara dunia keenamnya.
Meskipun demikian, latihan resmi di hari pertama tidak bisa mencerminkan kekuatan mobil sesungguhnya. Hari pertama latihan biasanya digunakan tim untuk menjajal sirkuit dan mencari setelan mobil terbaik seperti penggunaan jenis ban dan suspensi. Tak ayal, Hamilton enggan terbawa antusiasme berlebih meskipun dua kali mencatatkan waktu tercepat di Albert Park, kemarin.
Musim ini bakal menjadi yang tersengit
Hamilton sadar bahwa tantangan mempertahankan gelar dan mengejar rekor Michael Schumacher (pemilik tujuh gelar juara dunia) bakal lebih sulit dari sebelum-sebelumnya. Ia mencemaskan kebangkitan tim rival, Ferrari, yang dianggapnya mengalami kemajuan pesat jelang musim baru ini. Ferrari merupakan tim tercepat pada uji coba pramusim di Barcelona, Spanyol, Februari lalu.
Mobil SF90 Ferrari melaju hampir 0,5 detik lebih cepat per putaran dibandingkan F1 W10 milik Mercedes pada serangkaian uji coba itu. Ferrari memanfaatkan aturan perubahan regulasi aerodinamika, yaitu profil sayap depan dan belakang yang lebih lebar. Regulasi baru itu dianggap bisa mengurangi hambatan laju udara dan memudahkan pebalap dalam menyalip lawan sehingga bisa membuat balapan F1 musim ini kian menarik.
“Musim ini bakal menjadi yang tersengit. Laju kecepatan mereka (Ferrari) sangatlah bagus saat ini,” ungkap Hamilton kemudian.
Direktur Pelaksana F1 Ross Brawn sependapat, persaingan juara di F1 musim ini akan lebih kompetitif ketimbang sebelum-sebelumnya. Terakhir kali persaingan sengit gelar juara oleh dua pebalap dari tim berbeda terjadi adalah pada 2012 silam. Saat itu, Sebastian Vettel dari tim Red Bull menjadi juara dengan keunggulan tipis, yaitu tiga poin dari pebalap Ferrari saat itu, Fernando Alonso.
Persaingan klasik
Brawn meyakini, persaingan sengit itu akan direplikasi oleh Mercedes dan Ferrari di musim ini. Kebetulan, Vettel kini bersegaram Ferrari. “Saya kira, kita akan menjalani musim (persaingan) klasik. Semua elemennya telah ada. Sebastian Vettel, Charles Leclerc (pebalap kedua Ferrari), manajemen baru Ferrari, dan Mercedes yang bakal tetap sangat kuat. Di sisi lain, regulasi baru sedikit memangkas selisih waktu,” ujar Brawn.
Hadirnya Leclerc di Ferrari adalah salah satu “terobosan” Ferrari untuk mengakhiri puasa gelar juara konstruktor dalam satu dekade terakhir. Banyak pihak meyakini, pebalap 21 tahun jebolan Akademi Ferrari itu merupakan calon juara di masa depan, seperti halnya Max Verstappen yang menjadi andalan tim Red Bull. Leclerc, yang dikenal agresif dan ambisius, bakal menjadi pelecut bagi Vettel, pebalap yang banyak melakukan blunder fatal musim lalu.
Mereka (Vettel dan Leclerc) bebas untuk saling bersaing
Langkah Ferrari ini sebetulnya di luar tradisi mereka. Pabrikan asal Italia itu biasanya mengharamkan persaingan di antara pebalap mereka. Tak heran, tim penyuka “team order” di masa lalu itu memberlakukan istilah pebalap utama dan kedua secara harafiah di musim lalu. Di era Schumacher pada tahun 2000-an misalnya, peran pebalap pendukung diemban Rubens Barrichello atau Felippe Massa.
Ferrari meniru langkah Mclaren dan Mercedes yang enggan membedakan pebalapnya. Musim 2015 dan 2016 misalnya, Mercedes memanfaatkan persaingan sengit dua pebalapnya, Hamilton dan Nico Rosberg. Keduanya saling bersaing mengejar gelar juara dunia dan nyaris tidak menyisakan podium pertama bagi pebalap dari tim lainnya di tiap seri balapan.
“Mereka (Vettel dan Leclerc) bebas untuk saling bersaing,” ujar Mattia Binotto, bos baru Ferrari yang memahami karakter pebalap dan aspek teknis lainnya.
Bonus poin
Satu hal lainnya yang bisa menjadi faktor menentukan dalam persaingan musim ini adalah diadopsinya kembali aturan poin bonus bagi pebalap dan tim yang menorehkan waktu putaran tercepat di seri balapan. Pemilik waktu tercepat bakal mendapat satu poin tambahan dengan syarat harus finis di sepuluh besar.
Aturan yang terakhir kali dipakai 1959 itu pernah membantu mantan pebalap Ferrari, Mike Hawthorn, menjadi juara di musim 1958. Ia mengalahkan rivalnya, Stirling Moss yang membela tim Walker, dengan margin hanya satu poin. Hawthorn dua kali mendapatkan bonus poin dari putaran tercepat. “regulasi baru ini akan menambah motivasi pebalap,” ujar Brawn.
Hal-hal lain yang menjadi “bumbu” tambahan di F1 musim ini adalah kembalinya pebalap gaek, Robert Kubica, bersama tim Williams. Hal lainnya yang tidak kalah menarik adalah sepak terjang Verstappen bersama Red Bull yang musim ini memakai mesin Honda. Meskipun tidak secepat seperti saat disuplai mesin Renault, Red Bull diklaim lebih stabil dengan mesin Honda.
Tak ayal, mari kita sambut musim tersengit di F1 menjelang pergantian dekade baru ini! (AFP/Reuters)