Cerita dari Atas Sepeda
Foto perjalanan dengan bersepeda melintasi berbagai negara bukan semata menjadi jejak kenangan. Interaksi di perjalanan dan saat mengambil gambar foto memberi kesan serta makna yang dapat digunakan untuk becermin melihat situasi sosialnya.
Pasangan muda-mudi Diego Yanuar, berkebangsaan Indonesia, dan Marlies Fennema, berkebangsaan Belanda, berhasil menempuh perjalanan bersepeda dari Nijmegen, Belanda, menuju Jakarta. Jarak yang ditempuh sekitar 12.000 kilometer melintasi 23 negara.
Perjalanan mereka diawali pada 2 April 2018 dan tiba di Jakarta pada 23 Februari 2019. Mereka menghabiskan waktu 11 bulan atau sekitar 330 hari.
Di sepanjang perjalanan, mereka mengambil gambar foto. Sebagian dari foto-foto ini kemudian ditampilkan dalam pameran bertajuk ”Everything in Between: The Exhibition” di Kopi Kalyan, Jakarta, 12-24 Maret 2019.
”Ketika melintasi masyarakat di negara-negara Eropa, mereka tidak terlalu menghiraukan. Di sebagian besar sepanjang perjalanan itu, kami aman menginap di tenda,” ujar Diego.
Pengalaman yang memberikan kesan paling tak terduga ketika melintasi negara Iran. Masyarakatnya sangat ramah dan menghormati tamunya.
”Saya sempat bertanya, mereka bilang, tamu adalah utusan Tuhan,” kata Diego.
Diego bersama Marlies menghabiskan waktu sebulan lebih di Iran. Di Teheran, ibu kota Iran, mereka sembari mengurus lima visa negara berikutnya yang akan dilintasi. Mereka menginap di rumah- rumah penduduk yang bersedia menampung. Sesekali di penginapan ketika memasuki kota besar.
Berharap mendapat sambutan ketika tiba di Tanah Air, ternyata justru tak terwujud. Terjadi kontras.
Diego dan Marlies memasuki wilayah Indonesia lewat Singapura, lalu ke Batam, dan menuju Kuala Tangkal di wilayah Jambi. Tak ada sambutan hangat.
”Sambutan masyarakatnya justru membuat Marlies down. Dia terganggu dengan diteriaki, bahkan ditunjuk-tunjuk sebagai bule. Sempat beberapa hari di Jambi, Marlies tidak mau keluar hotel,” kata Diego.
Perjalanan dilanjutkan dengan menyewa mobil menuju Bandar Lampung. Kemudian bersepeda ke Jakarta.
Diego merupakan adik kandung Andien Aisyah, penyanyi jazz. Andien pula yang punya andil memamerkan foto-foto perjalanan Diego dan Marlies.
”Pameran foto ini tidak sekadar bertutur tentang bersepeda sebagai gaya hidup sehat. Tetapi, ini juga upaya mencapai keseimbangan kesehatan jiwa,” kata Andien.
Melihat Yeti
Di dalam pameran di antara beberapa panel foto, tampak dijajar gambar lintasan di daerah pegunungan. Diego memberi catatan kecil di situ dengan menulis judul, Melihat Yeti.
Foto-foto itu berlatar pemandangan pegunungan di negara Tajikistan di Asia Tengah, negara pecahan Uni Soviet.
Ketinggiannya mencapai 4.600 meter di atas permukaan laut. Diego dan Marlies menapaki jalan yang seperti tangga naik tak berujung sambil menahan gigil.
Di tengah udara dingin, oksigen pun menipis. Sementara kayuh sepeda tak boleh terhenti. Meski kerap kali mereka harus turun untuk menuntun sepeda masing-masing.
Melihat Yeti di Tajikistan ternyata bukanlah secara harfiah. Yeti atau manusia salju putih semata metafora.
Tiba saatnya menapaki puncak. Jalan berikutnya menurun dan berkelok-kelok. Ketika itu mereka melihat ”langit murka”. Langit yang berubah seketika. Di jalan, mereka menjumpai anak perempuan yang menawarkan supaya berhenti dan tinggal sebentar di rumahnya.
Marlies, hanya dengan sekali lirikan kepada Diego, langsung mengiyakan untuk singgah di rumah perempuan itu. Setiba di dalam rumah, langit menumpahkan butir-butir salju putihnya yang lebat.
Marlies pun menyebut sebagai musim dingin yang ajaib. Padahal, mereka memutuskan bersepeda dari Belanda pada April untuk menghindari musim dingin. Tetap saja di perjalanan menjumpai musim dingin yang ajaib.
Ada juga foto puncak-puncak pegunungan yang tertutup salju di Kirgistan. Di situ Diego bercerita terperangkap badai salju dan bergabung dengan pasukan militer di sana untuk menyampaikan ransum makanan kepada beberapa penduduk yang terjebak badai.
Setelah badai salju berlalu, tampaklah pemandangan puncak-puncak pegunungan itu sangat menakjubkan. Diego menuliskan itu pada catatan kecilnya yang berjudul, Pada Hari Akhir yang Buruk, Tiba Hari yang Baik.
Di negara Turkmenistan, ditampilkan foto-foto keseharian tentang anak dan sepedanya. Rupanya, di negara itu, setiap anak membanggakan sepeda yang dimilikinya.
Perjalanan di fase awal dipamerkan foto celana Diego yang terkoyak setiba di Jerman. Diego dan Marlies mengalami salah jalan ketika memasuki hari ketiga. Jalan yang dilaluinya menanjak. Hingga sempat ditemui para pesepeda lainnya yang memberikan alternatif jalan lain yang lebih datar.
Selain foto-foto perjalanan yang menampakkan indahnya panorama di berbagai negara, dipamerkan juga dua sepeda serta perbekalan yang dibawanya.
Puluhan foto itu dipilih dari 12.000 foto data digital yang disimpan Diego. Andien memamerkan karya-karya foto perjalanan adiknya itu sekaligus untuk menjaring donasi yang akan disumbangkan ke lembaga Lestari Sayang Anak, Jakarta Animal Aid Network, dan Kebun Kumara. Setidaknya, dari perjalanan itu terkumpul donasi sebanyak 15.000 euro atau sekitar Rp 241 juta. (NAWA TUNGGAL)