JAKARTA, KOMPAS – Kendati tergolong kejuaraan elite Asia dan bagian rangkaian kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020, tim atletik Indonesia tidak memasang target muluk dalam seri Grand Prix Atletik Asia 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia, 30-31 Maret. Tiga atlet yang diundang ikut kejuaraan itu hanya diharapkan mempertahankan rekor pribadinya. Selain karena atlet belum mencapai puncak peforma, hal itu juga karena Indonesia lebih fokus mengejar prestasi di Kejuaraan Atletik Asia 2019 di Doha, Qatar, 21-24 April.
Tiga atlet Indonesia yang diundang ke kejuaraan itu, yakni pelari 100 meter Lalu Muhammad Zohri, pelari 100 meter gawang putri Emilia Nova, dan atlet lompat jauh Sapwaturrahman. Pada tahun lalu, Zohri mencatat waktu terbaiknya 10,18 detik saat juara lari 100 meter di Kejuaraan Atletik Dunia Yunior U-20 2018 di Tampere, Finlandia, Rabu (12/7/2018).
Sementara itu, Emilia mencatat waktu terbaiknya 13,33 detik saat meraih perak lari 100 meter gawang putri di Asian Games 2018 di Jakarta, Minggu (26/8/2018). Sapwaturrahman mencatat capaian terbaik ketika melompat 8,24 meter dan meraih perunggu Asian Games 2018 di Jakarta, Minggu (26/8/2018).
Pelatih kepala lari PB PASI Eni Nuraini di Jakarta, Sabtu (16/3/2019), mengatakan, dirinya hanya berharap Zohri bisa mempertahankan catatan waktu terbaiknya pada GP Atletik Asia 2019 nanti. Adapun Zohri bisa mendekati catatan waktu terbaiknya, yakni 10,19 detik ketika tes kecepatan di pelatnas pada akhir Februari lalu. ”Dia bisa tetap mempertahankan catatan waktu terbaik itu saja sudah bagus sekali,” ujarnya.
Eni menuturkan, dirinya tidak mengharapkan target muluk-muluk untuk anak didiknya itu. Sebab, sepekan terakhir, Zohri hanya bisa berlatih sekali sehari dari normalnya dua hari sekali. Hal itu karena Zohri disibukkan dengan ujian sekolah dan ujian nasional untuk kelulusan SMA.
Karena waktu dan konsentrasinya terbagi dua, Zohri jarang berlatih di trak. Ia praktis hanya berlatih shadow drill atau latihan gerakan dengan beban karet di depan cermin. Tanpa latihan trak, daya tahan kecepatan atlet asal Nusa Tenggara Barat itu pun tak stabil. Sekarang, kecepatan Zohri cenderung melambat ketika mendekati finis. ”Yah wajar yah, dia tidak berlatih di trak selama sepekan ini. Jadi, persiapan ke GP Atletik Asia tidak terlalu optimal,” katanya.
Di sisi lain, Eni mengutarakan, pihaknya juga lebih fokus untuk meraih prestasi di Kejuaraan Atletik Asia 2019. Sebab, kejuaraan itu salah satu kejuaraan terbaik di bawah seri kejuaraan dunia. Kalau bisa meraih prestasi di sana, poin yang dikumpulkan atlet akan tinggi dan bisa jadi faktor penunjang untuk lolos ke Olimpiade 2020.
”Di GP Atletik Asia ini, kami sekalian mengintip potensi kekuatan lawan. Sebab, yang ikut kejuaraan itu juga para atlet terbaik Asia yang juga akan berpartisipasi di Kejuaraan Atletik Asia 2019. Kami berusaha meraih hasil optimal di kejuaraan Asia itu,” tuturnya.
Emilia berlatih teknik
Dari lari gawang, pelatih lari gawang PB PASI Fitri ”Ongki” Haryadi menyampaikan, Emilia tetap fokus memperbaiki teknik. Selama pelatnas dua bulan terakhir, Emilia berhasil memperbaiki tekniknya yang buruk saat Asian Games 2018 lalu, yakni gerakan tubuh antar gawang dan kaki lipat. Saat pesta olahraga negara Asia lalu, tubuh Emilia condong ke belakang saat melalui gawang dan kaki lipatnya terlalu membuang ke samping.
Setelah dua teknik itu diperbaiki, sekarang, Emilia fokus memperbaiki teknik kaki lurus. Hingga kini, kakinya cenderung lurus saat mendarat seusai melompati gawang. Posisi seperti itu membuat paha tegang dan berpotensi cidera. Di sisi lain, posisi tersebut menimbulkan jedah untuk melanjutkan lari sehingga kecepatan tidak optimal.
Harusnya, kaki Emilia sedikit menekuk saat mendarat seusai melompati gawang. Dengan begitu, pahanya tidak terlalu tegang dan akselerasinya bisa lebih cepat. ”Teknik ini baru dipelajari pada Jumat (15/3/2019) kemarin. Tidak mudah untuk mengubah kebiasaan lama itu. Itu butuh proses setahap demi setahap dan ditunjang keinginan kuat dari atlet untuk jadi lebih baik. Oleh karena itu, di GP Atletik Asia, Emilia bisa lari 13,3 detik atau 13,4 detik saja sudah bagus,” ujar Ongki.
Menurut Ongki, atlet Indonesia cenderung lemah di kecepatan saat lari tanpa gawang. Namun, hal itu bisa ditutupi jika atlet Indonesia memiliki teknik yang baik ketika lari melewati gawang. Atas dasar itu, Ongki fokus memperbaiki semua teknik Emilia yang belum ideal. Selain melakukan evaluasi dengan menyaksikan video Emilia latihan dan membandingkannya dengan video para pelari gawang putri elite dunia, latihan rutin pun sangat ditekankan.
”Kalau teknik bisa dibenahi dengan baik, kami targetkan Emilia sudah bisa lari 13,00 detik pada tahun ini. Hingga Juni 2020, kami targetkan Emilia sudah bisa lari di bawah 13,00 detik. Target kami adalah Emilia bisa lari 12,8 detik atau 12,9 detik agar bisa lolos ke Olimpiade 2020,” katanya.