Angkutan transportasi sungai di Sumatera Selatan yang berukuran di bawah 35 tonase kotor dinilai tidak laik beroperasi. Selain kontruksinya tidak aman, kapal dan pengemudi tidak bersertifikat. Perlu perbaikan agar kecelakaan kapal dan jatuhnya korban tidak berulang.
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Angkutan transportasi sungai di Sumatera Selatan yang berukuran di bawah 35 tonase kotor dinilai tidak laik beroperasi. Konstruksi kapal dinilai tidak aman bagi penumpang. Banyak kapal dan pengemudi kapal belum tersertifikasi. Jika kondisi ini terus dibiarkan, kecelakaan kapal di Sungai Musi tinggal menunggu giliran.
Hal ini disampaikan Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Palembang Mugen Sartoto, Rabu (19/3/2019). Menurut Mugen, hasil pemeriksaan pada akhir 2018 lalu terbukti, dari 500 kapal berkapasitas 35 tonase kotor (gross tonnage/GT) yang beroperasi di Sungai Musi, hanya 38 kapal yang tersertifikasi. Kapal Awet Muda yang mengalami kecelakaan pada Selasa (18/3/2019) dan menewaskan tujuh penumpangnya juga tidak terdaftar.
Kapal yang tidak tersertifikasi itu dinilai tidak laik beroperasi. Konstruksi kapal membuat penumpang sulit untuk bergerak leluasa di dalam kapal. ”Di dalam kapal tidak ada jalan keluar karena semua ruang digunakan untuk tempat duduk penumpang,” katanya.
Hasil pemeriksaan pada akhir 2018 lalu terbukti, dari 500 kapal berkapasitas 35 GT yang beroperasi di Sungai Musi, hanya 38 kapal yang tersertifikasi.
Bahkan, banyak penumpang yang duduk di atas kapal. ”Itu sangat berbahaya, kalau kapal tiba-tiba menabrak batang pohon dan tenggelam, penumpang yang ada di atas kapal tidak sempat menggunakan pelampung,” kata Mugen.
Tidak hanya dari sisi konstruksi kapal, kebanyakan pengemudi kapal juga belum memiliki sertifikasi. ”Seharusnya sebelum mengoperasikan kapal, harus ada pelatihan mengemudi terlebih dulu,” kata Mugen. Kondisi inilah yang menjadi alasan pihaknya tidak mengeluarkan surat persetujuan berlayar (SPB) bagi kapal berukuran 35 GT ke bawah.
Terkait dengan sertifikasi, ujar Mugen, sertifikasi kapal berukuran antara 7 GT dan 35 GT merupakan tanggung jawab Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan. Adapun untuk ukuran kapal di bawah 7 GT, sertifikasi kapal menjadi tanggung jawab dinas perhubungan kabupaten/kota. ”Namun, harus saya akui, saat ini masih ada sekat di antara institusi ini sehingga kewenangan masih belum begitu jelas,” ucap Mugen.
Karena itu, perlu ada konsolidasi antarsemua instansi terkait untuk menemukan solusi terbaik agar kecelakaan kapal tidak kembali terulang, termasuk berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan, TNI Angkatan Laut, dan jajaran Polisi Air untuk melakukan razia. ”Kapal yang belum tersertifikasi tidak boleh berlayar,” ujarnya.
Menurut dia, jika penertiban tidak dilakukan, kecelakaan berikutnya tinggal menunggu waktu.
Saat ini, lanjut Mugen, pihaknya mengeluarkan kebijakan sertifikasi kapal secara gratis. Hal ini dilakukan agar sampai akhir 2019 semua kapal yang beroperasi di Sumsel sudah tersertifikasi.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Banyuasin Supriadi mengakui, kapal cepat yang ada di Sumsel tidak laik berlayar karena mengancam keselamatan penumpangnya. Ancaman itu antara lain jumlah penumpang yang terkadang melebihi kapasitas dan tidak ada alat keselamatan pendukung.
Kapal dengan kekuatan 200 tenaga kuda (PK), misalnya, sebenarnya hanya bisa diisi oleh 30 orang. Namun, untuk menutup biaya operasi dan mendapatkan keuntungan, terkadang penumpang yang naik mencapai 40 orang.
”Para pemilik kapal biasanya mengabaikan keselamatan agar mendapatkan keuntungan yang besar dan menutupi biaya operasi,” kata Supriadi. Hingga kini, lanjut Supriadi, pihaknya masih menunggu prototipe kapal yang memenuhi standar keselamatan dari Kementerian Perhubungan agar dapat disesuaikan dengan kapal yang ada saat ini.
Kasus dihentikan
Terkait dengan penyidikan kecelakaan kapal cepat Awet Muda, Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Direktorat Polisi Air Polda Sumsel Ajun Komisaris Besar Munaspin mengatakan, penyidikan dihentikan (SP3). Keputusan penghentian dikeluarkan karena pengemudi dan asisten pengemudi tewas dalam kecelakaan itu.
Berdasarkan keterangan para saksi, diketahui penyebab kecelakaan karena asisten pengemudi, Kodar (20), yang menggantikan pengemudi utama Muhammad (50) mengantuk. ”Karena kapal melaju sangat cepat, yakni pada kecepatan 20 knot-25 knot, maka saat lengah, kapal pun sulit dikendalikan,” ucapnya.
Saat ini masih ada dua korban yang dirawat di rumah sakit. Sementara korban luka lainnya sudah kembali ke tempat tinggalnya masing-masing. Adapun korban tewas sudah dikembalikan kepada pihak keluarga.