JAKARTA, KOMPAS —Pemerintah Indonesia membawa dinamika terkait isu kelapa sawit dengan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah juga mempertimbangkan untuk memboikot produk-produk Uni Eropa, seperti kendaraan roda empat dan pesawat terbang.
”Anda utak-atik kelapa sawit dengan cara tidak adil, maka kami akan ambil semua jalan untuk melawannya,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Rabu (20/3/2019), di Jakarta.
Dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri, kemarin, pemerintah menggelar penjelasan kepada media dengan topik diskriminasi UE atas kelapa sawit. Darmin didampingi Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir. Pemerintah juga mengundang wakil dari perusahaan-perusahaan asal UE yang beroperasi di Indonesia.
Indonesia kecewa karena UE dinilai telah memproteksi secara berlebihan komoditas minyak nabatinya yang dihasilkan dari biji bunga matahari dan rapeseed. Pada 13 Maret 2019, Komisi Eropa—organ eksekutif UE—mengeluarkan Delegated Act dari Arahan Energi Terbarukan (RED) II.
Dokumen RED II, antara lain, berisi tidak direkomendasikannya minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan bakar nabati di wilayah UE. Dokumen RED II berpotensi menggolongkan CPO dalam kelompok tanaman pangan berisiko tinggi terhadap alih fungsi lahan secara tidak langsung (ILUC) yang berakibat pada pembatasan penggunaannya. Ekspor CPO Indonesia pun terancam.
Tidak adil
Luhut menyatakan, UE bertindak diskriminatif terhadap negara-negara penghasil sawit, termasuk Indonesia. Hal itu, menurut Luhut, benar-benar tidak adil bagi Indonesia dan sedikitnya 20 juta warga Indonesia yang memperoleh penghasilan secara langsung dan tak langsung dari industri kelapa sawit.
Industri sawit berkontribusi hingga 3,5 persen terhadap produk domestik bruto Indonesia. Ia menegaskan, pemerintah akan bertindak untuk melindungi industri sawit Indonesia.
”Kami bawa masalah diskriminasi sawit ini ke WTO. Kami pertimbangkan juga untuk memboikot produk-produk UE. Kami tahu produk-produk mereka di sini, mulai dari mobil, pesawat terbang, hingga rencananya kereta api,” ujar Luhut.
Dihubungi dari Jakarta, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh selaku Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO, dan organisasi internasional lainnya di Geneva, Swiss, Hasan Kleib menyatakan, persoalan sawit itu sudah dibawa Indonesia ke WTO di bawah komite Technical Barrier to Trade (TBT) di bawah agenda Specific Trade Concern (STC).
Sebuah negara dapat menyampaikan STC terhadap kebijakan perdagangan negara lain. Namun, soal sawit itu belum disampaikan ke Dispute Settlement Body (DSB). Di WTO, DSB bertugas menyelesaikan sengketa atas kebijakan dagang antarnegara anggota.
Duta Besar UE untuk Indonesia Vincent Guerend menyatakan, jika memang ada ketidaksepakatan dalam perdagangan, langkah yang tepat adalah membawanya ke WTO. ”Jadi, saya pikir, langkah Indonesia yang akan membawa dokumen RED II ke WTO sudah tepat untuk menyelesaikan perselisihan dagang,” kata Vincent. (E05/JUD/BEN)