JAYAPURA, KOMPAS —Penyerangan kelompok kriminal bersenjata terhadap aparat keamanan yang terus berulang di Papua harus menjadi perhatian serius para elite lokal. Elite di daerah memegang peranan kunci untuk mengupayakan perdamaian di Papua.
Pelaksana Tugas Kepala Sekretariat Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Wilayah Papua Frits Ramandey menyampaikan hal itu saat dihubungi pada Kamis (21/3/2019). Frits menanggapi terulangnya kembali kasus penembakan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) terhadap aparat keamanan di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Rabu (20/3).
Dalam peristiwa itu, anggota Brigade Mobil Polri Bhayangkara Dua Aldy gugur. Dua rekannya, Inspektur Dua Arif Rahman dan Bhayangkara Dua Ravi Kurniawan, terluka. Ketiga korban ditembak KKB yang dipimpin Egianus Kogoya dari perbukitan saat mengamankan distribusi logistik makanan yang dibawa dengan helikopter di Lapangan Terbang Mugi, Rabu pukul 07.30 WIT.
”Ini lama dibiarkan oleh otoritas sipil. Dibiarkan berlarut-larut head to head antara aparat keamanan dan kelompok sipil bersenjata. Kelompok bersenjata itu hanya bisa dikendalikan otoritas sipil setempat, seperti bupati. Bupati tahu, pelaku ini siapa dan tinggal di mana,” kata Frits.
Menurut dia, otoritas sipil setempat memiliki hubungan secara adat dan budaya dengan para anggota kelompok tersebut. Dalam kosmologi budaya setempat, ada struktur dalam lembaga adat yang bisa diminta untuk menekan KKB agar menghentikan aksi tersebut. Kepala daerah seharusnya dapat melakukan hal tersebut.
Berdasarkan catatan Kompas, sepanjang 2018 hingga 20 Maret 2019, KKB terlibat dalam 34 kasus penembakan. Akibatnya, jumlah korban meninggal dari pihak sipil 23 orang dan dari TNI/Polri 13 orang.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel (Inf) M Aidi, sehari sebelumnya, mengatakan, dibutuhkan dukungan dari semua pihak untuk menumpas KKB.
Sementara Kepala Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, pengamanan pemilu di daerah rawan teror akan diperketat. (FLO/FRN)