Minim Kontrol, Pemerintah Daerah Dinilai Tak Peduli
›
Minim Kontrol, Pemerintah...
Iklan
Minim Kontrol, Pemerintah Daerah Dinilai Tak Peduli
Tidak efektifnya dampak program tol laut terhadap harga barang di sejumlah daerah di Maluku yang disinggahi kapal tol laut lebih disebabkan oleh tidak adanya kontrol pemerintah daerah atas harga.
Oleh
FRANSIKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Tidak efektifnya dampak program tol laut terhadap harga barang di sejumlah daerah di Maluku yang disinggahi kapal tol laut lebih disebabkan tidak adanya kontrol pemerintah daerah atas harga. Pemerintah daerah sebagai penguasa wilayah dinilai tidak peduli. Bahkan, diduga ada konspirasi atas kondisi yang sudah berlangsung selama tiga tahun itu.
Tokoh masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, Nicko Ngeljaratan, di Ambon, Jumat (22/3/2019), mengatakan, kondisi tersebut sebenarnya tidak terjadi jika pemerintah daerah dan instansi terkait peduli terhadap program pemerintah pusat yang bertujuan menekan disparitas harga itu. ”Pemerintah daerah jangan cuek, harus dukung pemerintah pusat,” katanya.
Program tol laut merupakan salah satu program unggulan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Lewat tol laut, pengangkutan barang kebutuhan pokok dan penting disubsidi hingga 50 persen dari biaya komersial. Subsidi itu diharapkan menekan harga jual barang di daerah tujuan. Maluku dan wilayah lain di bagian timur Indonesia dilayani tol laut.
Kabupaten Kepulauan Tanimbar juga menjadi salah satu daerah yang dilayari kapal tol laut. Namun, berdasarkan pantauan Kompas di Saumlaki, ibu kota kabupaten tersebut, dalam tiga tahun terakhir, dampak tol laut tidak terasa. Harga semen yang sebelumnya Rp 75.000 per zak tidak berubah. Sejumlah warga yang ditemui mengeluhkan kondisi tersebut.
Padahal, pada rute tol laut Surabaya-Saumlaki, tarif pengangkutan satu peti kemas berukuran 20 TEU berkisar Rp 7 juta-Rp 8 juta. Biaya itu hanya sekitar 50 persen dari tarif komersial, yakni Rp 15 juta. Seharusnya, harga barang yang dijual juga ikut turun.
Nicko menilai, sikap tidak peduli ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak mendukung program pemerintah pusat untuk menekan harga barang yang mahal di daerah itu. ”Masyarakat malah curiga, jangan sampai ada konspirasi oleh oknum-oknum tertentu untuk mengambil keuntungan dari tol laut. Tol ini bukan menguntungkan masyarakat, melainkan pengusaha,” katanya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kepulauan Tanimbar Elisabeth Werembinan membantah jika pemerintah daerah dianggap tidak peduli dengan persoalan tersebut. Ia mengatakan, perlu adanya regulasi untuk mengatur harga barang yang diangkut menggunakan kapal tol laut. Namun, hal itu harus dikoordinasikan oleh pemerintah pusat karena melibatkan banyak lembaga.
Monopoli
Kepala Kepolisian Resor Kepulauan Tanimbar Ajun Komisaris Besar Andre Sukendar, saat dihubungi, mengaku kaget dengan informasi dugaan monopoli di Saumlaki. Hal tersebut menjadi perhatian mereka. Ia segera memerintahkan penyelidik untuk melakukan pengumpulan bahan dan keterangan. ”Ini jadi atensi (perhatian) kami,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Wisnu Handoko, yang dikonfirmasi tentang hal itu, Kamis (21/3/2019), juga menyebutkan adanya indikasi monopoli oleh dua pengusaha di Saumlaki sehingga harga barang di daerah itu tetap tinggi.
Mika Ganobal, tokoh pemuda dari Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, juga menuturkan adanya monopoli oleh pengusaha tertentu untuk menguasai barang yang diangkut tol laut. Para pengusaha yang mengangkut barang menggunakan kapal tol laut tidak menurunkan harga. Dobo, ibu kota kabupaten tersebut, disinggahi kapal tol laut.
”Tidak ada perubahan harga, malah semakin naik. Makanya, kami pertanyakan hal ini. Kalau tidak menguntungkan masyarakat, tidak perlu ada tol laut. Negara buang-buang uang saja,” kata Mika.
Sejak beroperasi pada 2016, negara sudah menggelontorkan anggaran lebih dari Rp 1 triliun untuk program tol laut.