Rasa Cemas di Kaki Hutan Air Robongholo
Paduan suara melantunkan tembang rohani di gereja Kampung Ayapo di tepi Danau Sentani, Kamis (21/3/2019). Di sana, kekuatan bersanding gundah.
Isi tembang itu tentang kepasrahan kepada Tuhan yang penuh kasih dan terus membimbing. Dengan begitu, kekuatan akan terus bersama di tengah badai dunia.
Saat ini, ribuan warga Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, sungguh-sungguh memerlukan kekuatan setelah dilanda banjir bandang, Sabtu (16/3) malam. Sejak itu, hujan seperti enggan berhenti dan terus mengirim air bah dari kawasan hulu Pegunungan Cycloop, cagar alam yang rusak.
Sejak itu pula, jumlah pengungsi terus bertambah, mulai dari 4.000-an jiwa hingga 10.000-an jiwa. Di gereja Kampung Ayapo, puluhan warga kampung mengungsi dan mencari perlindungan.
Air danau yang meluap membuat Kampung Ayapo hampir tenggelam. Ada 25 kampung lain terendam. ”Kami hanya bisa berserah kepada Tuhan meski rasa khawatir membayangi. Setiap hari air naik 10 sentimeter,” ujar Kepala Kampung Ayapo Frederich Deda (56).
Kampung Ayapo hanya bisa dijangkau menggunakan kapal motor sekitar 30 menit dari Jalan Khalkote di seberang Stadion Papua Bangkit. Ada 247 keluarga mengungsi dan 157 rumah tenggelam. Banjir terakhir tahun 2015, tetapi tidak sampai membuat warga mengungsi.
Merespons kenaikan muka air danau, Frederich berencana merelokasi warga Kampung Ayapo. ”Saya akan meminta izin kepala suku. Ini semua untuk kepentingan warga lima hingga sepuluh tahun ke depan,” ujarnya.
Kekhawatiran pada banjir juga dirasakan warga Kampung Asei Baru, juga di pinggir Danau Sentani. Sejumlah warga mengungsi ke tenda yang dibangun TNI di Jalan Khalkote. Gereja dan sekolah di kampung itu juga dipenuhi pengungsi.
”Kami harus mencari tempat lain untuk mengungsi. Barang-barang kami di rumah dan banjir sudah setinggi sekitar 1 meter,” kata Corrie Ohee (58), warga Kampung Asei.
Naik ke bukit
Di belakang Stadion Papua Bangkit, sejumlah pengungsi dari Kampung Nolokla mendirikan tenda di atas bukit. Menurut salah seorang pengungsi, Pidelis Murib (26), mereka sudah mengungsi sejak hari Minggu lalu.
”Rumah kami ada di tepi sungai yang arusnya sangat deras. Kami tidak ingin terseret arus sehingga bergegas ke atas bukit ini. Kami belum dapat bantuan makanan dari posko induk,” ujarnya. Di dalam tenda ada 39 keluarga tidur berdesakan, termasuk 15 bayi berumur dua hingga empat bulan.
Kepala Polres Jayapura Ajun Komisaris Besar Victor Mackbon, selaku ketua tim penanggulangan bencana, mengatakan, distribusi makanan dan logistik dikerahkan untuk warga di desa sekitar Danau Sentani.
Hingga Kamis siang, sesuai data posko induk penanganan bencana, jumlah korban meninggal tercatat 105 orang dan 94 orang belum ditemukan. Jumlah pengungsi 11.156 orang.
Salah satu daerah yang mengalami kerusakan terparah adalah Kelurahan Hinekombe yang terletak di dekat kaki Gunung Cycloop. Dua warga Hinekombe tewas.
Penelusuran Kompas hingga 10 kilometer arah hulu Gunung Cycloop di sisi utara Kelurahan Hinekombe, longsoran material batuan besar putih dan pasir terlihat di dua jalur selebar lebih kurang 10 meter berkedalaman 4 meter.
Di sepanjang jalur dijumpai bekas-bekas tanaman
jagung dan singkong serta batang-batang pohon besar tersapu air. Di sekitar jalur ini juga ditemukan batuan besar hitam.
Tak jauh dari jalur itu, sejumlah rumah berdiri. Masih utuh. Rumah-rumah itu merupakan bagian dari alih fungsi lahan di kawasan konservasi yang patut dijaga keutuhannya.
Jika saat ini masih utuh, bukan berarti tidak rentan bencana. Sebab, perubahan jalur air bisa terjadi sewaktu-waktu di kawasan Cycloop yang juga disebut Robongholo.
Dalam bahasa lokal, robongholo juga berarti ’hutan air’. Enam hari lalu, banjir bandang muncul dari hutan itu. Tak pernah ada duka dan kecemasan sederas dan sedalam ini.