Romahurmuziy Mengaku Tak Intervensi Panitia Seleksi
›
Romahurmuziy Mengaku Tak...
Iklan
Romahurmuziy Mengaku Tak Intervensi Panitia Seleksi
Oleh
Hamzirwan Hamid
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tersangka dugaan penerima suap, Romahurmuziy, mengaku tidak mengintervensi panitia seleksi jabatan di Kementerian Agama. Romahurmuziy, atau biasa disapa Romy, menyampaikan hal itu usia menjalani pemeriksaan penyidik di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Pemeriksaan itu merupakan yang pertama kali sejak ia ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus terkait pengisian jabatan di Kementerian Agama, Sabtu (16/3/2019). "Itu masuk materi berikutnya yang nanti akan saya sampaikan ke penyidik. Kepada mereka (panitia seleksi), tanya saja apakah saya pernah menyampaikan aspirasi ke mereka," kata Romy.
KPK saat ini tengah mendalami keterangan saksi dari panitia yang menyeleksi pejabat eselon II Kementerian Agama dalam periode seleksi 2018/2019. Dalam proses tersebut, dua tersangka pemberi suap kepada Romy lolos seleksi.
Mereka adalah Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hassanudin; dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.
Terkait proses seleksi itu, Romy mengaku hanya menerima aspirasi sebagai Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR dan Ketua Umum PPP, pada saat itu. Ia menerima aspirasi dari beberapa pihak agar Haris Hasanuddin menjadi Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Jawa Timur. Pihak yang ia sebut memberikan masukan tersebut adalah Kyai Haji Asep Saifufdin Halim dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
"Apa yang saya terima adalah referensi dari orang-orang yang memiliki kualifikasi sehingga saya punya dukungan moral. Tetapi, proses seleksinya tidak sama sekali saya intervensi. (Seleksi) itu dilakukan oleh panitia seleksi yang sangat profesional, yang tidak pernah diajak komunikasi dengan Romy," kata dia.
Konflik kepentingan
Komisioner Bidang Pengkajian dan Pengembangan Sistem Merit Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Nuraida Mokhsen menduga, panitia seleksi tidak terlibat atas lolosnya Haris Hasanuddin. Panitia seleksi, yang terdiri dari guru besar di universitas serta dari lembaga dan kementerian terkait, hanya berwenang menyeleksi sampai 3 besar. Penentuan pejabat terpilih dimandatkan kepada menteri.
"Sebagai pengawas, kami melihat panitia seleksi yang ada sudah baik. Hanya saja, Kementerian Agama memberi data yang tidak akurat," kata Nuraida saat dihubungi hari ini.
Data tidak akurat yang dimaksud terkait rekam jejak Haris yang tercatat di Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Agama. Pada bulan Januari, Haris dilaporkan masyarakat ke KASN sehingga ia tidak bisa diluluskan karena pernah terkena hukuman disiplin dalam 5 tahun terakhir.
Laporan itu, diduga Nuraida, tidak sampai kepada panitia seleksi. Sementara, KASN sudah menyurati laporan itu kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen), yang merangkap posisi Irjen Kementerian Agama.
"Pada bulan Februari, Kementerian Agama melaporkan hasil seleksi dan nama Haris termasuk satu dari tiga calon untuk Kepala Kanwil Jawa Timur. KASN pun kembali menyurati Kementerian Agama, meminta Haris tidak dipilih," lanjut dia.
Kementerian Agama lantas baru menanggapi surat itu lewat surat balasan tertanggal 1 Maret 2019. Surat, yang menurut Nuraida baru diterima KASN hari ini, berisi permintaan Sekjen Kementerian Agama untuk tetap merekomendasikan Haris.
"Sekjen minta KASN meninjau ulang rekomendasi kami. Walaupun KASN tidak mengubah rekomendasinya, Haris ternyata tetap dilantik. Ketika KASN mau memanggil Sekjen, KPK lalu menangkapnya," jelas Nuraida.
Untuk menyelesaikan perkara itu, KASN berencana memanggil panitia seleksi, Kepala Biro Kepegawaian Kemenag, Sekjen Kemenag, dan Menteri Agama.
Berulang
Nuraida mengatakan, permintaan pihak kementerian atau lembaga penyelenggara negara untuk membatalkan rekomendasi KASN sudah sering terjadi. Sayangnya, KASN tidak selalu berhasil mendapatkan bukti yang cukup untuk menindaklanjuti kecurangan, yang kerap terkait praktik jual beli jabatan.
"Pada akhirnya, banyak yang terjaring OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Contohnya seperti kasus Gubernur Jambi, Wali Kota Tegal, Bupati Klaten, Bupati Cirebon, Bupati Malang, dan lainnya," papar Nuraida.
Saat ini, KASN juga sedang mendalami indikasi jual beli jabatan di 13 instansi pemerintah pusat dan daerah, yang dilaporkan masyarakat. Modus yang digunakan beragam, seperti membuat keputusan yang menguntungkan pihak tertentu atau melalui transaksi uang secara langsung.
Komisioner Bidang Promosi dan Advokasi KASN Prijono Tjiptoherijanto mengatakan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan KPK agar masing-masing lembaga menangani masalah ini sesuai kewenangannya.
"Dalam upaya meningkatkan kualitas pejabat pemerintah dan mencegah terjadinya jual beli jabatan, KASN akan memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan seleksi terbuka dan rotasi jabatan pimpinan tinggi, terutama terhadap instansi pemerintah yang rawan terjadinya konflik kepentingan dan dugaan jual beli jabatan," tulisnya dalam siaran pers pada 18 Maret lalu.
Disamping itu, KASN juga akan melakukan kajian ulang serta evaluasi terhadap kualitas panitia seleksi dan asessor dalam pelaksanaan seleksi terbuka dan rotasi antar jabatan pimpinan tinggi. (ERIKA KURNIA)