SENTANI, KOMPAS Banjir bandang dan longsor yang menewaskan 105 orang di Distrik Sentani, Papua, tidak terlepas dari alih fungsi lahan untuk permukiman dan perkebunan di dalam Cagar Alam Cycloop di Kabupaten Jayapura, Papua.
Kejadian ini patut dijadikan momentum memperbaiki kerusakan di sana. Pantauan di Pos 7 Cagar Alam Cycloop, Jumat (22/3/2019), dijumpai material longsoran bekas batang-batang pohon yang ditebang dengan gergaji mesin. Ada pula tunggul pohon yang telah tercabut dari tanah, meninggalkan bekas potongan halus gergaji mesin.
”Pohon ini ditebang masyarakat yang berkebun di sekitar Pos 7. Memang ada pohon yang patah diterjang banjir, tetapi di beberapa batang pohon ada bekas potongan gergaji mesin, bukan karena patah diterjang air,” ujar Yanto Eluay, pemimpin masyarakat Kampung Sereh, Distrik Sentani.
Lokasi Pos 7 berada antara Kampung Sereh dan Air Terjun Cycloop yang masuk dalam wilayah kaki Gunung Cycloop. Di sekitar bekas potongan pohon terhampar perkebunan labu dan singkong yang ditinggal oleh pemiliknya.
”Para perambah hutan ini diam-diam menebang pohon, kemudian membuka lahan perkebunan. Kayu-kayu tersebut ada yang digunakan untuk kayu bakar dan ada yang dijual,” ujarnya.
Yanto khawatir para perambah hutan ini semakin membuka lahan hingga ke atas Pegunungan Cycloop. Ia bersama warga Kampung Sereh berencana menggiatkan penghijauan.
”Kaki gunung ini merupakan penyangga Pegunungan Cycloop. Jika kakinya saja pincang, bagaimana gunung ini mampu berdiri tegak,” katanya.
Gambaran melalui drone, di atas Air Terjun Cycloop tampak longsoran tanah membentuk jalur menyatu dengan air terjun. Dari udara terlihat perbedaan vegetasi antara bagian terjal pegunungan yang masih didominasi pepohonan dan bagian landai yang didominasi perkebunan serta rumah warga.
Perkebunan warga juga ditemukan di kaki Gunung Cycloop sebelah utara Kelurahan Hinekombe. Dakiron, salah seorang warga, mengatakan, sebagian kebunnya habis tersapu longsoran dan banjir bandang.
”Longsoran ini awalnya dari atas Gunung Cycloop dan menghantam perkebunan warga. Saya memiliki kebun di sini berukuran 80 meter x 60 meter dan terkena longsoran,” ujarnya.
Di sebelah kebun-kebun itu tampak longsoran material berupa batuan besar putih dan pasir di dua jalur selebar lebih kurang 10 meter dengan kedalaman sekitar 4 meter. Tidak jauh dari perkebunan ini ada pula rumah-rumah warga yang dibangun tanpa memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).
”Rumah-rumah ini baru dibangun sekitar tahun 2018 dan belum ada IMB-nya. Saudara saya punya rumah di sini. Saya awalnya juga ingin membangun rumah di sini, tetapi sekarang saya khawatir untuk membangunnya karena ada banjir bandang,” kata Arulek Gire, warga Kampung Taruna.
Perambahan
Dihubungi terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Papua Edward Sembiring mengakui ada perambahan hutan untuk perkebunan berpindah warga. Namun, ia menampik ada pembalakan liar dan penebangan kayu ilegal.
”Karena sebelum banjir bandang tim kami telah patroli dan tak menemukan pembalakan liar. Sebagian material pohon yang longsor ini karena diterjang air dari atas,” katanya.
Edward memperkirakan perambahan lahan untuk perkebunan seluas 2.600 hektar. Namun, menyelesaikan masalah ini perlu pendekatan adat kepada masyarakat agar melindungi kawasan Cagar Alam Cycloop seluas 31.479,9 hektar.
”Beberapa hari ini saya telah diskusikan dengan Bupati Jayapura agar perkebunan ini bisa ditertibkan dan masih terus kami cari solusinya. Menurut saya, bencana ini bisa dijadikan momentum perbaikan Cagar Alam Cycloop,” ujarnya.
Terkait perumahan, kata Edward, itu wewenang pemkab atau pemprov untuk menertibkan. Sebelumnya, Wagub Papua Klemen Tinal berencana merelokasi warga di kawasan cagar alam. Namun, ia tak akan memberikan sanksi kepada para perusak kawasan itu.
Secara terpisah, Kepala Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Agus Budianto mengatakan, penyelidikan terus dilakukan dengan mengumpulkan bukti-bukti.
”Kami akan susun laporan ancaman permanen apa saja di wilayah ini. Nanti ada rekomendasi untuk pemprov dan pemkab apakah warga perlu direlokasi atau tidak,” katanya. (DVD)