Tiga anggota kelompok Ali Kalora tewas dalam baku tembak di Parigi Moutong, Kamis lalu. Pemerintah didorong menyelesaikan masalah terorisme di Poso dengan langkah persuasif.
PALU, KOMPAS— Satuan Tugas Operasi Aman Tinombala masih memburu sisa anggota Kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Setelah kontak senjata di Desa Marete, Kecamatan Sausu, yang menewaskan tiga anggota MIT, Kamis (21/3/2019), kelompok itu diperkirakan masih memiliki 9-12 anggota, yang dipimpin Ali Kalora.
Ketiga anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang tewas ialah Jaka Ramadan alias Ikrima, Al Haji Kaliki alias Ibrahim, dan Andi Muhammad alias Andi Abdullah alias Fadel.
Mengenai kabar satu anggota MIT ditangkap setelah baku tembak, belum bisa dipastikan. ”Yang jelas tiga meninggal,” kata Kepala Kepolisian Daerah Sulteng Brigadir Jenderal (Pol) Lukman Wahyu Hariyanto seusai apel gelar pasukan pengamanan Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2019 di Palu, Sulteng, Jumat (22/3).
MIT merupakan kelompok terorisme yang pemimpinnya, Santoso, tewas dalam penyergapan tahun 2016. Tahun 2014, mereka menyatakan sumpah setia kepada kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Santoso digantikan Ali Kalora yang bergerak di hutan-hutan di Poso dan Pegunungan Salu Marete, Sulteng.
Beberapa kali dikepung, MIT masih memperoleh suplai logistik. Hingga 14 Maret lalu, tim gabungan Satgas Aman Tinombala menerima informasi, kelompok MIT memasuki wilayah Desa Salu Banga. Lalu, terjadilah kontak senjata di sekitar Pegunungan Salu Marate.
”Mereka turun ke desa karena kekurangan logistik,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo di Jakarta. Dedi menyebut kelompok MIT tersisa 12 orang. Pergerakan dibagi dua: kelompok Ali Kalora dan Qatar alias Farel.
Jalan persuasif
Koordinator Lembaga Pengkajian dan Studi Hukum dan HAM Sulteng Mohammad Affandi menyatakan, tak kunjung tuntasnya masalah Mujahidin Indonesia Timur seharusnya membuat pemerintah mengambil langkah persuasif.
”Kami yakin anggota kelompok itu tetap berkomunikasi dengan keluarga. Pemerintah bisa masuk agar masalah ini cepat selesai. Anggota MIT tak terlalu banyak, tetapi cukup menyedot energi bangsa,” ujar Affandi.
Jalan persuasif itu pernah ditempuh kepolisian dengan menyebar spanduk, baliho, dan selebaran agar anggota MIT ”turun gunung”. Namun, belum membuahkan hasil.
Saat operasi dan penangkapan besar-besaran lalu, kepolisian menyebut anggota kelompok itu tersisa kurang dari 10 orang. Awal Maret, kepolisian merevisi sekitar 15 orang.
Marsel (39), warga Parigi Moutong, mengungkapkan, aktivitas warga tak terpengaruh kontak senjata. Warga tetap pergi ke sawah dan kebun serta melakukan aktivitas lain.
”Kami memang waswas. Karena itu, kami meminta aparat menjamin keamanan warga dan memastikan masalah terorisme ini segera diselesaikan,” katanya. (VDL/SAN)