Warga Kalibata City Sambut Positif Putusan MA Soal Pergub 132/2018
›
Warga Kalibata City Sambut...
Iklan
Warga Kalibata City Sambut Positif Putusan MA Soal Pergub 132/2018
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Warga Apartemen Kalibata City menyambut antusias putusan Mahkamah Agung yang menolak gugatan terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta nomor 132 tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik. Mereka berharap putusan itu dapat mempercepat pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) baru di apartemen tersebut.
Bambang Setiawan, pemilik unit di rusunami Kalibata City, Jumat (22/3/2019), mengatakan, P3SRS yang saat ini ada di apartemen Kalibata City tidak memiliki payung hukum dan belum disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Sesuai aturan Pergub 132/2018, P3SRS harus dibentuk dengan mekanisme pemilihan one man, one vote sehingga warga memiliki hak suara yang sama dengan pengembang dan pengelola.
Dengan pengurus P3SRS yang baru diharapkan lebih mengelola urusan penghuni seperti Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL), tarif listrik, dan air secara lebih transparan. Selama ini warga Kalibata City merasa dirugikan dengan kebijakan P3SRS Kalibata City yang kerap membuat kebijakan secara sepihak.
Bahkan, P3SRS Kalibata City sudah dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang kemudian dikukuhkan oleh majelis hakim banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Sebenarnya, sebelum aturan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung, pengelola dan pengembang Kalibata City tetap wajib melaksanakan aturan tersebut, tidak ada alasan menunda-nunda penerapan aturan itu," kata Bambang.
Bambang menuturkan, sejak tahun 2015 ada dua versi P3SRS di Kalibata City. P3SRS versi pengembang dan pengelola diresmikan pada 15 Mei 2015. Adapun P3SRS diresmikan pada 14 Juni 2015. Saat itu, karena masih dalam masa transisi dan belum semua pemilik unit memiliki Akta Jual Beli (AJB), pengelola mengklaim dan mengambil alih pengelolaan rusun untuk mempermudah proses transisi itu. Akibatnya, meskipun pengelola tidak memiliki Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), mereka tetap menarik dan mengoperasikan biaya-biaya listrik dan air.
Perbuatan itu melanggar pasal 19 ayat 2 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI Nomor 07/PRT/M/2013 tentang Pedoman Pemberian Izin Penyelenggaraan Pengembangan SPAM oleh Badan Usaha dan Masyarakat untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri.
"Saat itu, pada bulan Mei dan Juni 2014, tagihan listrik dan air warga diduga telah digelembungkan hingga 62,3 persen," kata Bambang.
Kuasa Hukum Warga Kalibata City Syamsul Munir menambahkan, sejak tahun 2017, perwakilan warga apartemen Kalibata City sudah melayangkan gugatan hukum kepada pengembang yaitu PT Pradani Sukses Abadi dan Pengelola PT Prima Buana Internusa (Innercity).
Awalnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan warga dan menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan memerintahkan tergugat membayar ganti rugi materiil senilai Rp 23.176.492.
Pasca putusan tingkat pertama itu, para tergugat kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan nomor perkara 730/PDT/2018/PT.DKI. Namun, pada 30 November 2018, majelis hakim banding memutus perkara itu dengan amar putusan menguatkan putusan PN Jaksel tanggal 11 April 2018 dengan nomor perkara 339/Pdt/G/2017/PN.JKT.SEL.
Pertimbangan putusan tingkat banding itu adalah putusan majelis tingkat pertama dianggap sudah tepat dan benar. Pertimbangan itu di antaranya adalah tindakan para tergugat yang tidak memiliki Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) saat menarik dan mengoperasikan biaya listrik dan air.
"Pasca putusan PN Jaksel, pengelola sudah mulai menata susunan tarif listrik dan air sesuai dengan golongan rumah tangga. Ini merupakan hal positif," kata Saiful.
Warga dan kuasa hukum mengapresiasi keputusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan Putusan PN Jaksel sebelumnya. Mereka menilai saksi yang dihadirkan selama persidangan tingkat pertama sudah clean and clear sehingga pertimbangan yang diambil majelis hakim kuat. Warga juga siap jika pengelola mengajukan upaya hukum lanjutan atau kasasi ke Mahkamah Agung. Mereka tetap akan berjuang secara hukum untuk mendapatkan haknya sebagai penghuni Kalibata City.
"Poin perbuatan melanggar hukum itu yang sangat kuat dan akan kami jadikan pegangan apabila mengembang mengajukan upaya kasasi terhadap putusan PT DKI Jakarta," kata Saiful.
Menanggapi putusan banding itu, General Manager Kalibata City Ishak Lopung mengatakan, pihaknya belum menerima salinan putusan banding itu. Ia dan tim hukumnya akan mempelajari dulu isi putusan banding setelah mendapatkan salinannya.
Namun, Ishak menyatakan tidak menutup kemungkinan upaya hukum kasasi akan dilakukan jika pihaknya dinyatakan kalah. Pengembang dan pengelola akan berupaya maksimal hingga keputusan hukum inkrah.
"Kami belum bisa berkomentar banyak karena belum menerima salinan putusannya. Akan kami pelajari dulu," ujar Ishak.