Senyawa dalam Lawa’
Para pencipta makanan ini pasti mendamba sesuatu yang sederhana, mudah, tetapi memesona dalam rasa. Paduan ikan teri segar, kelapa parut, air cuka, dan perasan jeruk, lumer dalam satu rasa menjadi senyawa baru bernama lawa’.
Beberapa daerah menyebutnya lawa’, laha’, atau dengan pengucapan berulang: lawa’-lawa’ atau laha-laha’. Hal ini sesuai dialek dan kebiasaan masyarakat di Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Sinjai, 220 kilometer dari Makassar, makanan ini menjadi salah satu primadona yang banyak dicari pelancong.
Pertengahan Februari lalu, kabupaten yang berbatasan dengan Teluk Bone, berada di kaki Gunung Bawakaraeng ini, sesekali dilanda hujan. Hujan seolah menambah kesyahduan dan selera mengejar rasa.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lappa, biasa disebut Lelong, adalah tempat terbaik untuk mencari makanan laut. Tempat ini menjadi salah satu sentra ikan di selatan Sulawesi. Ikan-ikan dari pelelangan ini lalu disebar ke banyak daerah, bahkan diekspor ke sejumlah negara.
Di pelelangan ini, berjajar pula warung-warung makan. Pengunjung yang membeli ikan segar, lalu membawanya ke warung untuk diolah menjadi berbagai masakan.
Menjelang sore, TPI ini mulai ramai. Asap dari warung makan memenuhi udara. Bau ikan menyeruak. Namun, yang membuat penasaran tetaplah lawa’. Meski terkenal, lawa’ merupakan olahan yang cukup jarang ditemui. Makanan berbahan dasar ikan teri ini harus dipesan terlebih dahulu.
Akhirnya menu istimewa ini tersaji juga. Tampilan masakan ini sederhana. Putih pucat, bercampur dengan kelapa parut, lalu ditaburi bawang goreng. Beberapa potong cabai rawit memberi warna tambahan. Hampir tidak ada bau, kecuali sekilas bau cuka.
Namun, saat menyentuh lidah, gurih memenuhi rongga mulut. Asin, sedikit asam, dan legit rasa ikan segar menyatu. Tekstur ikan teri terasa lembut sekaligus menimbulkan sensasi berbeda. Manis dari kelapa parut yang setengah tua bercampur dalam rasa makanan ini. Nikmat dan menyentak.
Inilah lawa’, olahan ikan teri segar yang sama sekali tidak dimasak. Hanya dicampur beberapa bahan sederhana. Orang-orang menyebutnya sushi versi Bugis-Makassar.
Hanya dengan nasi putih, lawa’ sudah terasa memuaskan. Disantap dengan tambahan sambal tumis atau olahan cabai yang dicampur bawang serupa sambal dabu-dabu, makanan ini sangat menggigit.
Membuat lawa’ juga terkesan sederhana. Ardi, salah seorang pengelola warung makan di TPI Lappa, mengatakan, ikan teri yang dipilih haruslah segar. Setidaknya baru dijaring malam sebelumnya. Kualitas ikan teri akan menentukan rasa olahan lawa’.
Ikan teri seukuran jari kelingking ini dicuci, lalu dibersihkan. Tulang dan kepalanya dipisahkan. Setelah bersih dan direndam air bersih, ikan teri direndam dalam cuka. Cuka yang dipakai biasanya cuka dari bahan alami. Warna ikan dari abu-abu berubah menjadi putih saat direndam. Kurang lebih 15 menit, ikan teri ditiriskan, lalu kembali dicuci dengan air bersih.
Parutan daging buah kelapa yang tidak begitu tua disiapkan. Ikan teri dan kelapa lalu dicampur rata menjadi satu adonan. Pada tahap ini, lawa’ telah selesai 90 persen. Setelah itu diberi perasan air jeruk nipis dan ditaburi bawang goreng sebagai pelengkap.
”Bikinnya gampang sekali. Kalau pejabat datang, biasanya kami siapkan lawa’ karena mereka pasti minta,” kata Ardi.
Olahan pesisir
Lawa’ pada dasarnya bukanlah makanan yang dipersiapkan dalam upacara adat atau makanan dalam lingkup kerajaan zaman dulu. Olahan sederhana ini akrab di semua kalangan masyarakat, khususnya di kawasan pesisir. Lawa’ juga bukan penganan utama, lebih sebagai menu pelengkap di meja makan. Meski begitu, olahan ini perlahan bertransformasi menjadi kegemaran banyak orang.
Muhannis, budayawan dan pemerhati sejarah Sinjai, menuturkan, lawa’ adalah makanan masyarakat pesisir. Olahan ini diperkirakan muncul menemani para lelaki melaut. Selama berhari-hari di laut, tentu butuh makanan yang gampang
diolah dan mudah ditemukan.
”Itu biasanya dibuat oleh nelayan di bagan (kapal pencari ikan). Mereka tinggal berpuluh-puluh hari di tengah laut. Cuma pakai kelapa parut, asam, dan rasa kecut dari cuka atau dulu dari kulit buah lokal baddo’, lawa’ sudah jadi,” tutur Muhannis.
Sebagai tradisi olahan pesisir, bahan dasar lawa’ tidak terbatas ikan teri semata. Ikan-ikan lain yang berukuran kecil bisa diolah menjadi lawa’. Di kawasan tertentu, ikan biasanya diganti dengan kerang.
Penyajiannya juga berbeda-beda di sejumlah daerah di selatan Sulawesi. Di pesisir Kabupaten Bulukumba, tetangga Kabupaten Sinjai, lawa’ yang telah jadi diasapi dengan bara api. Cara ini menambah wangi dan cita rasa berbeda. Sementara itu, di daerah Luwu dan sekitarnya, lawa’ biasanya menjadi pendamping kapurung, makanan berbahan dasar sagu.
Minuman khas
Selepas menyantap lawa’, berbagai olahan makanan laut lain yang banyak tersedia di tempat ini juga amat menggoda dicicipi. Para pelancong biasanya membeli ikan, udang, atau cumi segar di pelelangan, lalu membawanya ke warung makan.
Ikan kakap merah diolah menjadi ikan bakar. Cumi dimasak lada hitam, sedangkan udang dibakar dengan baluran bumbu dan cabai. Semuanya tersaji di atas meja.
Rasa ikan yang lembut berpadu dengan aroma arang memberi sensasi tersendiri. Cumi yang dimasak terasa kenyal dan gurih. Udang yang dibakar memberi rasa manis sekaligus pedas dari campuran cabai. Berbagai olahan sambal disiapkan membuat para pencinta pedas kegirangan
Perut kenyang dan rasa pedas membakar lidah. Butuh minuman yang bisa menetralkan rasa. Di Sinjai, sebuah olahan minuman rutin menjadi pelengkap saat menyantap berbagai olahan ikan. Minuman ini diberi nama minas, akronim dari minuman khas Sinjai.
Dengan warna kuning terang, sekilas minuman ini serupa jus nangka atau minuman berenergi yang banyak ditemukan di warung-warung. Akan tetapi, saat dicicip rasanya jauh berbeda. Tekstur minuman ini kental seperti segelas wine yang bercampur agar-agar.
Aroma tape cukup terasa. Minuman ini memang berbahan dasar tape singkong. Tape ini dicampur dengan susu, madu, dan telur bebek. Beberapa orang mencampurnya dengan tuak manis. Semua bahan diblender menjadi satu.
Minuman ini disajikan saat dingin. Karena berbahan dasar tape yang cepat basi, minas biasanya ditaruh dalam lemari pendingin atau dibekukan. Minuman ini baru dikeluarkan ketika ada yang memesan atau siap untuk diminum.
Sungguh petualangan rasa yang menantang!