JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) meluncurkan aplikasi untuk mendeteksi awal korban pelanggaran hak asasi manusia di sektor perikanan. Aplikasi yang diberi nama Trafficking in Persons ini mulai diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun ini di 138 pelabuhan perikanan di Indonesia.
Kepala Misi (ad interim) IOM Indonesia Dejan Micevski dalam siaran pers memaparkan, sejak 2014, IOM bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal (Satgas 115) untuk memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO), penyelundupan manusia, dan kerja paksa di sektor perikanan.
Dalam kurun waktu November 2014-Oktober 2015, IOM bekerja sama dengan KKP memberi bantuan kepada 1.342 anak buah kapal (ABK) perikanan korban TPPO yang ditemukan di Benjina, Ambon (Maluku), dan Pontianak (Kalimantan Barat). Program itu, antara lain, berupa identifikasi korban, penyediaan tempat penampungan sementara, penyediaan kebutuhan harian selama masa tunggu, layanan kesehatan, pemulangan ke daerah asal, serta remediasi kerugian anak buah kapal.
Dari temuan kasus TPPO tersebut, lanjut Dejan, pihaknya mulai mengembangkan Trafficking in Persons (TIPs,) yakni aplikasi pada telepon seluler untuk deteksi awal TPPO di tengah laut. TIPs berisi 10 pertanyaan yang akan diajukan petugas terhadap ABK perikanan. Pertanyaan itu disajikan dalam enam bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, Burma, Khmer, Vietnam, dan Thailand.
Masalah
Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo mengemukakan, dalam aktivitas penangkapan ikan, para ABK dan pekerja di unit pemrosesan ikan dihadapkan pada berbagai macam risiko, termasuk perbudakan atau pelanggaran HAM.
”Oleh karena itu, kita mengadaptasi teknologi yang diharapkan dapat memantau dan mencegah pelanggaran kemanusiaan di sektor perikanan,” katanya.
Menurut Nilanto, pasar perikanan dan hasil laut Indonesia harus bebas dari berbagai bentuk tindak pelanggaran hak asasi manusia. ”Pemerintah harus memastikan ikan didapat dari kegiatan legal, dilaporkan, dan diatur yang memperhatikan perlindungan terhadap HAM pekerjanya,” katanya.
Dejan menambahkan, dari hasil wawancara yang tersambung dengan aplikasi TIPs, petugas dapat melaksanakan identifikasi lanjutan secara komprehensif. Caranya, melalui formulir pengayakan berbasis laman berisi pertanyaan yang lebih mendetail.
”Aplikasi tetap dapat menyimpan informasi yang ada meskipun tidak ada koneksi internet. Pada saat petugas mendarat, sinkronisasi informasi dapat dilakukan sehingga data dari aplikasi dikirim ke server di kantor pelabuhan,” katanya.
Staf Khusus Satgas 115 Yunus Husein mengatakan, pembuatan aplikasi TIPs sejalan dengan komitmen KKP untuk memberantas perbudakan dan perdagangan tenaga kerja Indonesia di sektor kelautan dan perikanan. Komitmen ini telah dikukuhkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi HAM di Industri Perikanan.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap berencana menggunakan aplikasi TIPs di 138 syahbandar di seluruh Indonesia untuk mengidentifikasi korban TPPO. Sosialisasi tahap awal dilakukan di Jakarta, Medan, dan Nusa Tenggara Barat.