Wilayah perbatasan Sumatera Barat dengan provinsi lain dinilai menjadi tempat yang paling rawan peredaran narkoba saat ini.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS – Wilayah perbatasan Sumatera Barat dengan provinsi lain dinilai menjadi tempat yang paling rawan peredaran narkoba saat ini. Wilayah tersebut kerap menjadi tempat transit dan transaksi narkoba dalam paket besar sebelum diedarkan ke wilayah-wilayah lain dalam paket yang lebih kecil.
Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Sumbar) Komisaris Besar Ma’mun menyampaikan hal itu dalam konferensi pers pengungkapan kasus sabu, di Padang, Kamis (4/4/2019). Turut hadir dalam konferensi pers tersebut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumbar Komisaris Besar Syamsi.
Menurut Ma’mun, wilayah perbatasan Sumbar dinilai paling rawan karena banyak terungkap kasus di sana. Dalam dua minggu terakhir, dua penangkapan juga berada di wilayah perbatasan.
Penangkapan pertama dilakukan terhadap DI (31), warga Jalan Lintas Sumatera Simpang 4 Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, pada Jumat (22/4). Kabupaten Dharmasraya merupakan wilayah ujung tenggara Sumbar. Selain berbatasan langsung dengan Jambi (Bungo dan Tebo) di sebelah selatan, Dharmasraya juga berbatasan dengan Riau (Kuantan Singingi).
Dari tangan DI, polisi menyita satu paket besar dan tiga paket kecil sabu dengan total berat 23,68 gram. Menurut Ma’mun, meski hanya 23,68 gram, penangkapan DI membawa mereka ke pengungkapan kasus yang lebih besar.
Pada Minggu (31/4/2019), tim Ditresnarkoba Polda Sumbar menangkap SA (20), perempuan asal Kelurahan Tangkerang Tengah, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau.
SA, yang diduga bertugas sebagai kurir, diketahui berangkat dari Pekanbaru menggunakan mobil travel. Ia ditangkap di pinggir Jalan Kanagarian Sarilamak, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota. Kabupaten tersebut berada di bagian timur Sumbar dan berbatasan langsung dengan Riau.
Dari SA, polisi menyita barang bukti satu paket besar sabu dan lima paket sedang sabu. Total sabu tersebut seberat 1,4 kilogram. Selain sabu, dari tangan SA, ditemukan juga 49 butir ekstasi warna hijau toska.
Syamsi mengatakan, saat ini, baik DI maupun SA, sudah ditahan di markas Polda Sumbar dan menjalani pemeriksaan. Keduanya dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) subsider Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Keduanya terancam penjara seumur hidup hingga hukuman mati.
Menurut Ma’mun, dalam menjalankan transaksi di kawasan perbatasan, jaringan pengedar sabu yang diduga berasal dari Riau menggunakan sistem jaringan terputus. Artinya, kurir seperti SA hanya bertugas membawa sabu tersebut, kemudian meletakkannya di tempat tertentu. Selanjutnya, sabu akan diambil oleh orang lain. “SA direkrut dan dibayar. Para kurir ini biasanya diiming-imingi bayaran Rp 10 juta per kilogram sabu,” kata Ma’mun.
Selain jaringan terputus, sistem komunikasi para pengedar ini juga sulit dilacak. Menurut Ma’mun, pengedar tidak lagi menggunakan telepon seluler berbasis sistem operasi tertentu yang mudah dilacak. “Sekarang, mereka menggunakan ponsel biasa untuk berkomunikasi,” kata Ma’mun.
Meski demikian, menurut Ma’mun, mereka terus mencari cara untuk melacak pergerakan para pengedar sehingga narkoba tidak masuk ke Sumbar. “Saat ini, kami konsentrasi di wilayah perbatasan. Termasuk berkoodinasi dengan Polda Riau, Jambi, Bengkulu, dan Aceh untuk melacak tujuan sabu (yang dibawa SA). Hal itu karena, dari pemeriksaan, sabu tersebut memang tujuannya ke Sumbar, tetapi tidak untuk diedarkan di Sumbar,” kata Ma’mun.
Untuk pengungkapan, terutama bandar besar, kami biasanya melakukan penyelidikan hingga tiga bulan.
Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumbar Ajun Komisaris Besar Emrizal Hanas juga membenarkan jika wilayah perbatasan Sumbar dengan provinsi lain memang paling rawan peredaran narkoba. BNNP Sumbar mencatat, perbatasan yang rawan yakni Sumbar dengan Riau, Sumbar dengan Jambi, dan Sumbar dengan Sumatera Utara.
"Posisinya yang langsung berbatasan dengan provinsi-provinsi tersebut membuat Sumbar ikut terimbas (peredaran narkoba). Sumbar sekarang juga menjadi sasaran pemasaran," kata Emrizal.
Menurut Emrizal, untuk mengantisipasi masuknya narkoba di kawasan pesisir, BNNP Sumbar rutin menggelar operasi interdiksi dengan instansi terkait seperti kepolisian, imigrasi, dan TNI.
"Selain itu, setiap akan operasi, kami memastikan kesiapan personel. Apalagi, para pengedar cenderung nekat. Sementara, untuk pengungkapan, terutama bandar besar, kami biasanya melakukan penyelidikan hingga tiga bulan. Bahkan, ketika putus, harus diulang lagi selama itu," kata Emrizal.
Penangkapan kurir dengan barang bukti yang cukup besar di Sumbar memang bukan sekali terjadi. Pertengahan Maret 2019, Ditresnarkoba Polda Sumbar juga menangkap DT (43) dan H (42) dengan barang bukti 1,03 kilogram sabu.
Pada hari yang sama, BNNP Sumbar menangkap MY (37) dan BP (26) di Padang Pariaman, tepatnya di jalan akses Bandara Internasional Minangkabau. Dari kedua tersangka, BNNP Sumbar menyita 1 kilogram sabu.
Sebelumnya, pada Sabtu (2/3), BNNP Sumbar juga menangkap empat orang tersangka, dua di antaranya adalah pasangan suami-istri. Dari tangan empat orang tersebut, disita barang bukti sabu dengan berat total 1 kilogram.
Tahun lalu, seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Banten berinisial CRT (27) ditangkap di Padang karena membawa 5 kilogram sabu. CRT yang diduga menjadi kurir jaringan antarnegara itu menurut rencana akan membawa sabu tersebut ke Jakarta menggunakan pesawat. Sabtu itu didatangkan dari Malaysia kemudian dibawa CRT dari Pekanbaru menggunakan jalur darat.