LONDON, RABU— Demi memecah kebuntuan politik, PM Inggris Theresa May akhirnya memutuskan bertemu dengan Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn, Rabu (3/4/2019), untuk mencari kompromi agar Brexit bisa terlaksana.
Upaya Theresa May merangkul kubu oposisi oleh sebagian kalangan dianggap sudah terlambat. Namun, May sudah tidak memiliki opsi lain. Kesepakatan Brexit yang ditandatangani dengan Brussels sudah tiga kali ditolak parlemen.
May selama ini tidak mampu mengontrol partainya sendiri sehingga, dalam setiap voting di parlemen, May tidak pernah mendapat dukungan solid dari kubu Konservatif.
Perpecahan di kubu Konservatif, antara kubu pro-hard Brexit (putus total dengan Uni Eropa) dan kubu pro-UE sudah sangat dalam. Kubu pro-hard Brexit mendesak May agar Inggris tetap keluar dari Uni Eropa pada 12 April, dengan atau tanpa kesepakatan.
Namun, mayoritas anggota parlemen telah memberikan sinyal kuat bahwa mereka menolak Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan. Komunitas bisnis dan finansial Inggris juga telah memperingatkan bahwa Brexit tanpa kesepakatan akan menghancurkan kekuatan ekonomi Inggris.
Lebih lunak
Langkah May untuk bertemu Corbyn bisa membuka kemungkinan baru. Jika kedua pihak bisa berkompromi, kebuntuan politik kemungkinan besar bisa dicairkan.
Partai Buruh selama ini menjadi pendukung soft Brexit. Mereka menginginkan Inggris secara ekonomi tetap berhubungan dekat dengan Uni Eropa, termasuk berada dalam pabean Uni Eropa dan memiliki akses terhadap pasar tunggal Eropa. Dengan demikian, jika terjadi kompromi, kemungkinannya adalah opsi soft Brexit.
”Partai Buruh akan berdiskusi dengan pikiran terbuka. Kami tidak menargetkan ’garis merah’ (isu-isu yang harus dituruti),” kata jubir Buruh.
Sebaliknya, pertemuan May-Corbyn akan semakin memperuncing hubungan May dengan partainya, terutama kubu pro-hard Brexit. ”Ini pendapat pribadi saya, berada tetap dalam pabean UE sangat tidak diinginkan,” ujar Menteri Urusan Brexit Stephen Barclay.
Menteri Urusan Wales asal Konservatif, Nigel Adams, kemarin mengundurkan diri akibat langkah May. ”Sepertinya Anda (PM May) dan kabinet Anda telah memutuskan bahwa kesepakatan dengan politisi Marxist (Corbyn) yang tidak pernah menempatkan kepentingan Inggris sebagai prioritas utama akan lebih baik dibandingkan dengan opsi tanpa kesepakatan,” tutur Adams.
Namun, isyarat soft Brexit langsung disambut baik kalangan bisnis. Nilai tukar poundsterling langsung naik, tertinggi dalam sepekan terakhir.