Di era 1988, Indonesia bangga mempunyai atlet angkat besi perempuan termuda dan pertama yang merebut perak di Kejuaraan Dunia bernama Siti Aisyah. Kini, 31 tahun berselang, jejak prestasi Siti Aisyah diikuti oleh putrinya, Windy Cantika Aisyah, yang juga merintis karir di bidang angkat besi.
Cantika, bersama lifter-lifter elit binaan Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat, Binaraga, dan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABBSI), akan menjalani debut di Kejuaraan Asia, di Ningbo, China, pada 18-28 April. Kejuaraan ini termasuk dalam kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 dengan level emas, atau menyediakan poin peringkat dunia terbanyak setara dengan Kejuaraan Dunia.
Kejuaraan Asia, akan menjadi ajang perdana Cantika di level senior. Saat ini, Cantika berusia 16 tahun – usia yang sama ketika ibunya merebut gelar di Kejuaraan Dunia yang bergulir di Balai Sidang, Senayan, Jakarta. Ketika itu, olahraga angkat besi Indonesia baru berumur dua tahun.
Sejak kecil, ibunda Cantika sering menceritakan pengalaman menjadi atlet. “Sebelum saya tidur, ibu bercerita mengenai pengalaman-pengalaman di pelatnas, rasa bangga tampil di kejuaraan, dan pengalaman saat ikut kejuaraan di Amerika Serikat,” ujar lifter itu seusai menjalani tes progress latihan di Mess Kwini, Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Cerita Sang Ibunda, yang menjadi dongeng sebelum tidur, rupanya membentuk Cantika. Terinspirasi dari perjuangan ibunya, Cantika mulai menggeluti angkat besi. Siti Aisyah menjadi pelatih pertama Cantika di Desa Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Selanjutnya, sejak kelas 5 SD, Cantika dibina oleh mantan lifter nasional Maman Suryaman.
Prestasi yang terus menanjak dengan progres latihan menjanjikan, membuat Cantika dilirik PB PABBSI dan diajak bergabung dengan pelatnas angkat besi. Prestasi Cantika antara lain merebut tiga emas di Kejurnas PPLP 2018, tiga emas di Kejurnas Senior/Yunior Angkat Besi 2018, satu emas di POPNAS 2017, dan peringkat keempat di kejuaraan Piala EGAT, Thailand, pada 2018.
Menurut Cantika, berlatih di pelatnas sangat berbeda dengan situasi di daerah. “Kalau di Bandung, atletnya masih kecil-kecil jadi saya santai berlatih dan banyak bercanda juga dengan teman-teman. Di pelatnas, latihan lebih serius. Ada perasaan segan terhadap senior,” kata remaja dengan predikat atlet remaja putri terbaik di Kejuaraan Nasional PPLP 2018 itu.
Bersama lifter remaja Riska Nur Amanda, Cantika akan mengisi kelas 49 kg untuk menggantikan posisi Sri Wahyuni Agustiani. Lifter peraih medali perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dan Asian Games 2018, itu absen dari pelantas karena cuti hamil. Bermain di kelas yang sama dengan Sri Wahyuni, tidak membebani pikiran Cantika. Dia justru ingin menunjukkan yang terbaik.
Kemarin, Cantika mengukir jumlah angkatan total 177 kg, yang terdiri dari snatch 79 kg, dan clean and jerk 98 kg. Dari tiga kesempatan angkatan snatch dan clean and jerk, Cantika hanya melakukan dua angkatan pada dua jenis angkatan berbeda. Oleh pelatih, energinya disimpan untuk mencapai target angkatan total 180 kg di Kejuaraan Asia, yang akan bergulir dua pekan lagi.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB PABBSI Alamsyah Wijaya mengatakan, Cantika dan Riska adalah mutiara angkat besi Indonesia. Kedua lifter berusia 16 tahun ini disiapkan untuk menjadi penerus Sri Wahyuni. Mereka juga mempunyai kesempatan untuk menembus kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. “Kalau di Kejuaraan Asia penampilan mereka bagus, atlet akan diikutkan pada kejuaraan-kejuaraan selanjutnya yang juga termasuk dalam kualifikasi Olimpiade,” kata Alamsyah.
Untuk bersaing di level dunia, menurut Alamsyah, Cantika dan Riska harus bermain di angkatan total 200 kg. Dengan usia muda dan motivasi tinggi untuk berprestasi, bukan tidak mungkin Cantika dan Riska bisa meneruskan jejak Sri Wahyuni dan Siti Aisyah.
“Dalam hal persiapan fisik, menjaga lifter muda relatif lebih mudah karena pemulihan tubuh tidak rumit. Selain itu, tulang dan otot masih terus tumbuh. Motivasi berprestasi juga tinggi. Inilah modal berharga untuk prestasi angkat besi Indonesia,” ujar Alamsyah.