Makanan Tak Sehat "Membunuh" 1 dari 5 Orang Per Tahun
Rokok sudah terbukti jadi salah satu pembunuh terbesar manusia. Namun banyak yang tidak sadar, pola makan atau diet manusia justru jadi pembunuh manusia yang lebih besar dibanding rokok. Ini bukan soal obesitas, tetapi pola makan yang buruk telah merusak jantung, menyebabkan kanker hingga menimbulkan diabetes melitus.
Studi terhadap pola makan di 195 negara antara tahun 1990-2017 yang dipublikasikan di jurnal The Lancet, Rabu (3/4/2019), menunjukkan, dari lima kematian manusia di seluruh dunia setiap tahun, satu kematian di antaranya dipicu oleh pola makan mereka. Itu berarti, makanan telah membawa 11 juta manusia lebih cepat menemui ajalnya setiap tahun.
Pola makan yang buruk itu antara lain yang mengandung tinggi garam, gula, daging merah, atau olahan daging. Diet yang buruk juga bisa terjadi karena kekurangan konsumsi biji-bijian, kacang-kacangan, sayur, buah, omega-3 dari makanan laut hingga serat.
Semua pola makan yang buruk itu telah mempersingkat umur manusia dan membawa manusia lebih dekat dengan kematian. Diet tinggi garam telah memicu 3 juta kematian tiap tahun. Demikian pula diet kurang biji-bijian dan terlalu sedikit buah-buahan, masing-masing telah memicu 3 juta kematian dan 2 juta kematian per tahun.
Semua pola makan yang buruk itu telah mempersingkat umur manusia dan membawa manusia lebih dekat dengan kematian.
“Diet menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan kondisi kesehatan manusia di seluruh dunia,” kata Direktur Institut Pengukuran dan Evaluasi Kesehatan (IHME), Universitas Washington, Amerika Serikat, Christopher Murray kepada BBC, Kamis (4/4/2019).
Dari 11 juta kematian manusia tiap tahun itu, 10 juta kematian di antaranya dipicu oleh penyakit kardiovaskular, seperti serangan jantung dan stroke. Kondisi itu membuat konsumsi garam berlebih benar-benar menjadi masalah.
Terlalu banyak garam meningkatkan tekanan darah yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke. Garam, juga memiliki efek langsung pada jantung dan pembuluh darah yang bisa memicu gagal jantung ketika organ tersebut tidak bekerja secara efektif.
Selain itu, konsumsi garam berlebih juga bisa mengurangi kadar kalsium dalam tubuh dengan meningkatkan pengeluaran kalsium bersama urin. Kadar garam tinggi juga membuat kalsium yang kita konsumsi tidak optimal diserap tubuh. Semua itu membuat massa tulang akan makin tergerus dan kekuatan tulang pun tergerogoti.
Garam mudah ditemukan dalam berbagai makanan, mulai dari roti, kecap asin atau berbagai makanan olahan. Di Indonesia, makanan tinggi garam mudah ditemukan dalam berbagai camilan, gorengan, keripik, makanan siap saji, atau berbagai sayuran. Garam jadi bumbu utama dalam makanan yang membuat makanan lebih sedap dan nikmat. Tanpa garam, makanan terasa hambar.
Di Indonesia, makanan tinggi garam mudah ditemukan dalam berbagai camilan, gorengan, keripik, makanan siap saji, atau berbagai sayuran.
Dalam studi tersebut, konsumsi garam per hari disarankan sekitar 3 gram atau rentang antara 1 gram hingga 5 gram. Rentang itu didasarkan pada observasi bahwa konsumsi natrium (unsur utama pada garam) kurang dari 2,3 gram per hari meningkatkan risiko tekanan darah rendah, sedang konsumsi garam 4-5 gram per hari menambah peluang terjadi tekanan darah tinggi.
Di Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji menyarankan konsumsi natrium tidak lebih dari 2 gram per hari atau sekitar 1 sendok teh.
Mengukur jumlah garam yang dikonsumsi sehari-hari memang tidak mudah. Belum lagi jika masyarakat lebih banyak makan makanan yang tidak dimasak sendiri secara langsung atau membeli makanan di luar yang kini makin menjadi tren. Karena itu, kewaspadaan diri terhadap garam perlu dibangun dari diri sendiri.
Selain tinggi garam, pola diet yang mempersingkat umur manusia alias mempercepat membawa manusia menuju kematian adalah rendahnya konsumsi biji-bijian, kacang-kacangan, sayur-mayur, buah-buahan, omega-3 dari makanan laut hingga serat.
Berlawanan dengan peran garam, biji-bijian utuh, buah-buahan, dan sayur-mayur memiliki efek sebaliknya. Jenis makanan itu bersifat kardioprotektif atau menurunkan risiko penyakit jantung. Namun, Indonesia yang katanya negeri agraris justru memiliki konsumsi buah sayur yang sangat rendah.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 95,5 persen penduduk kurang mengonsumsi sayur dan buah dari jumlah yang disarankan. Masyarakat dikategorikan kurang mengonsumsi sayur dan buah jika buah dan sayur yang mereka makan kurang dari 5 porsi per hari. Provinsi dengan proporsi kurang buah dan sayur terendah adalah Papua Barat sebesar 89,7 persen dan tertinggi adalah Kalimantan Selatan sebesar 98,2 persen.
Jika dibandingkan dengan survei sejenis sebelumnya, konsumsi sayur dan buah masyarakat itu sejatinya makin memburuk. Riskesdas 2013 menyebut jumlah warga yang kurang mengonsumsi sayur dan buah mencapai 93,5 persen dan pada Riskesdas 2007 sebanyak 93,6 persen.
Jika dibandingkan dengan survei sejenis sebelumnya, konsumsi sayur dan buah masyarakat itu sejatinya makin memburuk.
Kacang-kacangan
Namun, tidak ada satu pun negara atau daerah yang memiliki pola diet yang sempurna. Pola makan masyarakat di wilayah tertentu umumnya kelebihan satu nutrisi tertentu dan kekurangan unsur nutrisi yang lain. Para peneliti pun mengakui hal itu, tetapi mereka berusaha menilai seberapa jauh pola diet masyarakat dunia dibandingkan diet yang mendekati terbaik.
Studi itu menemukan, jenis makanan sehat yang hilang dari kebanyakan pola makan sehat di seluruh dunia adalah kacang-kacangan dan biji-bijian.
“Masyarakat mempersepsikan kacang-kacangan dan biji-bijian sebagai paket energi kecil yang bisa membuat mereka gemuk. Padahal, kedua jenis makanan itu mengandung lemak baik,” kata ahli nutrisi dan epidemiologi dari Universitas Cambridge, Inggris, Nita Forouhi.
Di sisi lain, masyarakay umumnya tidak menganggap kacang-kacangan dan biji-bijian sebagai makanan utama, tetapi hanya camilan. Persoalan harga juga jadi penghambat seseorang untuk tidak mengonsumsi kedua jenis makanan itu.
Manfaat kacang-kacangan dan biji-bijian itu juga tenggelam di tengah perdebatan tentang dampak lemak versus gula yang meningkatkan kolesterol atau diabates melitus serta perdebatan antara daging merah versus daging olahan yang memicu kanker. Konsumsi semua jenis makanan itu memang meningkat di seluruh dunia.
Perdebatan itu akhirnya justru mengabaikan promosi kacang-kacangan dan biji-bijian yang justru memberi manfaat besar bagi kesehatan. “Lemak, gula, daging merah dan daging olahan memang berbahaya. Namun, masalah itu jauh lebih kecil dibanding rendahnya konsumsi biji-bijian, buah-buahan, kacang-kacangan, dan sayur-mayur,” tambah Murray.
Lemak, gula, daging merah dan daging olahan memang berbahaya. Namun, masalah itu jauh lebih kecil dibanding rendahnya konsumsi biji-bijian, buah-buahan, kacang-kacangan, dan sayur-mayur
Perubahan
Meski tidak ada negara yang memiliki diet yang sempurna, sejumlah negara memiliki pola makan yang baik yang ditunjukkan dengan rendahnya kematian akibat makanan yang mereka konsumsi. Negara-negara Mediterania, khususnya Perancis, Spanyol dan Israel memiliki tingkat kematian yang rendah akibat makanannya.
Negara-negara Asia Selatan, Asia Tenggara dan Asia Tengah memiliki kondisi yang berkebalikan dengan negara-negara Mediterania. Israel memiliki kematian terkait diet terendah di dunia yaitu 89 per 100.000 orang setiap tahun, sementara Uzbekistan yang ada di Asia Tengah memiliki tingkat kematian tertinggi akibat diet sebesar 892 per 100.000 orang per tahun.
Situasi yang berkebalikan itu juga terjadi di China dan Jepang. Secara tradisional, masyarakat China mengonsumsi banyak garam yang ada dalam berbagai makanan dan saus mereka. Namun, membaiknya ekonomi dan meningkatnya popularitas makanan olahan yang mengandung lebih banyak garam membuat konsumsi garam per kapita pun melonjak. Situasi itu menempatkan China sebagai salah satu negara dengan tingkat kematian tertinggi di dunia akibat konsumsi garam.
Kondisi di Jepang justru berkebalikan dengan China. “Sekitar 30-40 tahun lalu, persoalan yang dihadapi China saat ini juga dihadapi Jepang. Kini, garam masih menjadi masalah nomor satu di Jepang, tetapi jumlahnya telah turun dramatis,” kata Murray. Selain mengurangi garam, masyarakat Jepang juga banyak mengonsumsi makanan yang mampu melindungi jantung mereka lebih baik, khususnya sayur dan buah.
Karena itu, Murray mengingatkan, kualitas diet penting, mau berapa pun berat badan seseorang. Mengurangi asupan garam harus dilakukan bersamaan dengan meningkatkan konsumsi biji-bijian, buah dan sayur-mayur.
Mengurangi asupan garam harus dilakukan bersamaan dengan meningkatkan konsumsi biji-bijian, buah dan sayur-mayur.
Namun, konsumsi buah dan sayur jadi masalah karena harganya tidak murah. Diperkirakan, konsumsi lima buah dan sayuran sehari akan menghabiskan 52 persen pendapatan rumah tangga di negara-negara miskin. Situasi itu jelas menyulitkan mengingat masyarakat di negara miskin masih memfokuskan pendapatan mereka untuk membeli karbohidrat.
Meski demikian, lanjut Forouhi, masyarakat bisa dididik untuk membuat pilihan. Meski uang mereka terbatas, masyarakat bisa membuat pilihan yang sehat dan memiliki sumber daya untuk bisa mendapatkan makanan sehat. Pilihan-pilihan itulah yang harus disediakan dan diciptakan sehingga masyarakat bisa mengakses biji-bijian, kacang-kacangan, sayur-mayur dan buah-buahan secara mudah dengan harga yang murah.