LAHAT, KOMPAS - Pusat Pelatihan Gajah di kawasan Bukit Serelo, Kabupaten Lahat memiliki peran penting untuk menciptakan gajah jinak yang mampu menyelesaikan sejumlah konflik satwa di Sumsel. Dari pusat latihan inilah, gajah sumatera yang dulunya bengal dan liar menjadi gajah jinak yang mampu menggiring kawanan gajah agar tidak masuk ke permukiman warga.
Petugas Pengawas Kawasan Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II Lahat, Rohmat, Senin (8/4/2019) di Lahat mengatakan, Pusat Latihan Gajah (PLG) di Bukit Serelo ini merupakan tempat pelatihan gajah yang cukup penting. “Beberapa gajah disalurkan ke beberapa tempat seperti di Jawa timur, Bali, Medan, dan Jawa Barat,” ucapnya.
Gajah sumatera yang dilatih ini berasal dari gajah liar yang kemudian dilatih untuk menjadi gajah jinak. “Biasanya gajah tersebut kami ambil ketika mereka masuk ke pemukiman warga dan terpisah dari kawanannya. Dengan metode tertentu, gajah tersebut kami latih,” katanya.
Beberapa gajah disalurkan ke beberapa tempat seperti di Jawa timur, Bali, Medan, dan Jawa Barat
Rohmat yang merupakan pawang gajah angkatan pertama ini menuturkan bahwa sebelum Bukit Serelo ditetapkan sebagai PLG, Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumsel membuka PLG di Suaka Marga Satwa Padang Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan pada 1 April 1989. Sebelum gajah masuk ke wilayah itu, lanjut Rohmat, dibangun sarana infrastruktur sebagai penunjang pelatihan gajah, seperti barak untuk tempat tinggal para pawang dan juga runk untuk tempat latihan gajah.
Setelah itu, 10 pawang pun direkrut, lima pawang diantaranya berangkat ke Way Kambas untuk menerima didikan terkait manajemen gajah, teknik menangkap gajah liar, dan pemeliharaan kesehatan gajah.”Saya adalah salah satu pawang yang berangkat saat itu,” kata Rohmat.
Selain itu, Sub BKSDA Sumsel juga mendatangkan dua pelatih gajah dari Thailand yakni Liesahpawan dan Sanganiphawan untuk memberikan edukasi kepada para pawang untuk melatih gajah termasuk membawa dua gajah dari PLG Way Kambas Lampung yakni Liswan dan Lingga. Setelah menerima ilmu tentang gajah, para pawang mulai menangani konflik di beberapa daerah. Dari konflik tersebut diambilah 5 gajah untuk kemudian dilatih.
Rohmat menerangkan, oleh karena karakter lahan Suaka Marga Satwa Padang Sugihan merupakan rawa dan dan dengan pola air pasang surut maka dinilai tidak cocok untuk dijadikan PLG. Untuk itu, sejumlah daerah pun ditawari untuk menyediakan tempat yang cocok untuk pelatihan gajah dengan sejumlah syarat.
Syarat tersebut seperti bukan lahan sengketa dan BKSDA Sumsel tidak perlu menyediakan dana ganti rugi dalam bentuk apapun. Beberapa daerah di Sumsel memenuhi syarat, namun Lahat menjadi yang paling memenuhi kriteria. “Dari hasil evaluasi, tim Sub BKSDA Sumsel memilih lokasi di Desa Ulak Pandan, Kecamatan Merapi dengan luas 210 hektar,”katanya. Saat itu, Kabupaten Lahat dipimpin oleh Kafrawi Rahim.
Setelah mencapai kesepakatan, ujar Rohmat, sarana infrastruktur pun disiapkan, sebanyak 37 gajah yang ada di Padang Sugihan dipindahkan ke PLG Bukit Serelo. “Saat itu, penanganan konflik kian gencar gajah pun terus bertambah hingga pada saat 1996 pernah mencapai lebih dari 100 gajah,” kata Rohmat.
Oleh karena jumlah gajah yang melonjak, beberapa gajah pun disalurkan ke beberapa daerah seperti Jabar, Jatim, Bali, dan Medan. “Gajah yang dikirim adalah gajah terlatih yang terbiasa menangani konflik dan juga sebagai gajah atraksi,” kata dia.
Dengan pemancangan ini diharapkan ada komplain, namun hingga ditetapkan menjadi definitif, tidak ada yang mengeluh soal batas tersebut
Pada 30 Oktober 1993 dilakukan penetapan dan pengukuran serta pemancangan batas sementara. “Dengan pemancangan ini diharapkan ada komplain, namun hingga ditetapkan menjadi definitif, tidak ada yang mengeluh soal batas tersebut,” kata Rohmat. Setahun setelahnya dilakukan penetapan tata batas secara tetap, pengukuran saat itu dilakukan oleh Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) diketuai Bupati Lahat Saat itu Solichin Daud.
Dievakuasi
Koordinator Komunitas Peduli Lembah Serelo (KPLS) Arianto mendesak agar gajah yang dievakuasi di Padang Sugihan, Kabupaten Banyuasin segera dikembalikan ke PLG Bukit Serelo, Lahat. “Gajah tersebut menjadi simbol kota Lahat,” kata dia. Menurutnya, dengan dipindahkannya gajah ke tempat lain Kota Lahat telah kehilangan salah satu ikon daya tariknya. “Percuma banyak patung gajah di Lahat kalau tidak ada gajahnya,” kata dia.
Arianto mengatakan, keberadaan PLG menjadi salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap keberadaan gajah. “Gajah di PLG Bukit Serelo itu gemuk-gemuk dan terpelihara dengan baik. Inilah yang menjadi alasan PLG Bukit Serelo layak dipertahankan,” kata dia. Jangan sampai karena sengketa manusia, gajah jadi korban.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Kepala Desa Padang Sambro Aidi yang menganggap bahwa Bukit Serelo bukanlah tempat ideal bagi gajah. “Bukit Serelo bukan habitat asli gajah. Kalau dipindahkan tentu tidak akan menjadi masalah,” kata Sambro.
Menurutnya, lahan tersebut akan lebih bermanfaat bila diberikan untuk kehidupan masyarakat desa. “Gajah bisa dipindahkan ke hutan lindung atau kawasan konservasi lainnya,” ucapnya. Apabila lahan tersebut dikembalikan akan digunakan untuk lahan perkebunan dan pertanian.