Berkarya dan Mewujudkan Mimpi Selagi Muda
Selagi muda, banyak hal yang bisa kita lakukan untuk berkarya di tengah masyarakat. Apalagi, kesempatan lebih terbuka di berbagai bidang. Berbagai bidang profesi atau karya pun bisa dipilih, mulai dari bidang teknologi informasi, matematika, hingga berbagai bidang sosial, untuk melakukan sebuah perubahan.
Tiga anak muda, Alamanda Shantika, Tobi Moektijono, dan Arief Wiratama Prasetyo berani memilih menekuni satu bidang. Pilihan menjadi wirausaha sosial diambil Alamanda Shantika (30), alumnus Universitas Bina Nusantara Jakarta. Tahun 2016, cewek yang akrab disapa Ala ini memutuskan keluar dari Go-Jek, tempatnya bekerja. Dia mengejar mimpi mendirikan lembaga pendidikan di bidang pengembangan sumber daya manusia.
Kepiawaiannya di bidang teknologi informasi dan komunikasi dipakai sebagai bekal mendirikan Binar Academy. Lembaga itu menjadi wadah untuk membangun akademi bagi anak muda yang ingin terjun ke industri digital Tanah Air. Tujuannya, mengumpulkan sumber daya ahli teknologi yang nanti bisa dimanfaatkan perusahaan yang membutuhkan. Akademi itu memberikan beasiswa penuh bagi siswanya.
Ala memberi kesempatan kepada mereka yang berminat mendalami teknologi. Caranya, memasukkan aplikasi untuk mendapatkan beasiswa pendidikan sekitar 2,5 bulan, di Tangerang, Jakarta, Yogyakarta, hingga Batam. Binar Academy membuka program beasiswa untuk mengisi talenta sebagai iOS engineer, android engineer, backend engineer, fronted web, UI/UX designer, quality assurance, product manager, dan react native engineer.
Hingga kini, peserta beasiswa Binar Academy yang datang dari sejumlah kota, mencapai 890 orang. Mereka diseleksi dari sekitar 18.000 pelamar yang lulus tes penempatan.
Ala memberi kesempatan kepada mereka yang berminat mendalami teknologi. Caranya, memasukkan aplikasi untuk mendapatkan beasiswa pendidikan sekitar 2,5 bulan di Tangerang, Jakarta, Yogyakarta, hingga Batam.
Ala dulunya punya tujuan melipatgandakan uang untuk membuat dia kaya dengan menguasai teknologi. Ia yang tadinya berasal dari keluarga mapan dengan kedua orangtua berpendidikan luar negeri mengalami pahit hidup akibat ayahnya yang sakit stroke. Ekonomi keluarga jatuh, hingga sulit untuk kuliah.
Namun, Ala tidak menyerah. Ia akhirnya mendaftar di Binus University yang terkait dengan komputer. Untuk membiayai kuliah, Ala menjual DVD bajakan dan mengantar anak-anak sekolah dengan sepeda motor yang dimilikinya.
”Namun, perjalanan hidup membawa saya ke jalan sekarang, untuk berbagi. Saya mau seperti Steve Job, punya banyak uang, tapi untuk berbagi. Dan ternyata, ketika memberi, uang datang dengan sendirinya,” kata Ala di acara Retrospekt!.
Di umur 14 tahun Ala sudah memahami coding. Lalu, di usia 21 tahun Ala punya perusahaan. ”Tadinya enggak mengerti bikin perusahaan. Ada teman yang tahu sejak umur 14 tahun saya bisa coding. Teman minta bikinkan website. Sebulan saya enggak tidur untuk buat, akhirnya berhasil,” katanya. Sejak itu, kegiatannya terus bergulir.
Kiprah Ala di bidang teknologi membuat dirinya meraih sejumlah penghargaan. Ia antar lain mendapat penghargaan sebagai Inspiring Woman of the Year 2018 ELLE Style Awards 2018, 4.0 Under 40 dari Marketeers, Women of the Year 2017 dari Her World Magazine, Women in Tech 2017, serta Habibie Festival 2017. Ia pun meluncurkan buku kisah dirinya bertajuk Purpose-Living in The Process.
Rajin lomba
Pilihan berbeda diambil Tobi Moektijono (24). Kegemarannya mengutak-atik angka memberinya ide untuk menggagas kompetisi Lomba Unik Matematika ala Tobi (LuMaT) untuk pelajar SMA, SMP, dan umum. Dia membuat soal-soal berstandar internasional. Setelah kompetisi, Tobi membuka solusi dari tiap soal.
”Orang Indonesia rajin ikut lomba olimpiade matematika internasional di luar negeri,” katanya. Dia memiliki mimpi, Indonesia menjadi salah satu tempat tujuan bagi negara lain untuk ikut lomba matematika berstandar internasional. Untuk itulah, lulusan S-1 bidang life science dan matematika dari National University of Singapore (NUS) itu membuat berbagai soal matematika berstandar internasional.
Demi idealisme, Tobi tak sungkan membiayai sendiri penyelenggaraan LuMaT yang tingkat SMA/umum diadakan tahun lalu, sedangkan yang SMP pada pertengahan tahun 2019. Tentu saja, kedua orangtuanya, Heruprajogo Moektijono dan Grace Oviana Suryadi, sangat mendukungnya.
Tobi terus membuat soal-soal matematika untuk dikompetisikan secara online di LuMaT. Dia pun memperkenalkan kompetisi dengan format soal esai. ”Banyak anak yang berminat olimpiade merasa senang ikut. Mereka merasa ada soal-soal berkualitas yang menantang mereka, yang memang standarnya internasional,” kata Tobi yang sedang menempuh pendidikan S-2 matematika di Bonn University, Jerman.
Mencintai lingkungan
Ada juga Arief Wiratama Prasetyo (24) yang menunjukkan kecintaannya pada lingkungan. Pria yang akrab disapa Wira ini mendirikan Circulation yang mengolah sampah plastik dengan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Harapannya, bisa menekan jumlah sampah plastik yang kini jadi masalah besar di banyak negara, termasuk Indonesia.
Cara Wira mewujudkan gagasannya lewat cara menjadikan bank sampah sebagai bagian penting dari pekerjaan besar ini. Bank sampah melakukan pekerjaan berkesinambungan secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Dia pun mengajak pabrik pengolah plastik untuk mengubah sampah plastik menjadi biji plastik.
Kehidupan Wira yang aktif di gerakan World Clean Up tahun 2018 itu semula tak pernah bersentuhan dengan soal sampah. Dua tahun lalu ketika sedang mencari bahan untuk tugas kuliah, Wira datang ke TPA Bantargebang Jakarta Timur. Ia kaget melihat gunung sampah yang besar. Pemandangan itu membuatnya ngeri dan mendorong dirinya mencari tahu banyak hal berkait dengan sampah.
Ia melihat setiap hari ratusan pemulung mengais sampah plastik, kertas, kardus yang sudah bercampur dengan sampah lain. ”Saya pikir pabrik pengolah sampah, kan, bisa dibuat di mana saja, tak hanya di TPA. Cara itu sekaligus bisa menekan jumlah sampah yang dibuang ke TPA yang berarti efisiensi di banyak hal,” urainya.
Tahu soal sampah tak lantas memunculkan ide circle economy, sampai kemudian secara tak sengaja ia bertemu dengan aktivis lingkungan di bidang pembersihan sampah dan orang lain yang aktif mengajak masyarakat untuk membersihkan lingkungan dari sampah.
Circulation sudah menggelar banyak kegiatan terkait dengan lingkungan. Pada Februari lalu, bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, mereka terlibat dalam Pembersihan Pesisir bersama Gerakan Bersih Pantai dan Laut, di Pandeglang, Banten.
Mereka juga terlibat dalam kegiatan Jambore Pesisir di Bakaheuni, Lampung. Acara itu mengajak 100 siswa yang juga anggota Pramuka untuk membuat poster mempromosikan pemilahan sampah sekaligus praktik memilahnya.