Polresta Pontianak memfasilitasi diversi kasus kekerasan terhadap A, siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat. Penyelesaian diharapkan berjalan cepat.
PONTIANAK, KOMPAS Pihak keluarga korban perundungan anak, A, di Pontianak, Kalimantan Barat, menghendaki proses hukum dilanjutkan. Kemungkinan diversi, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, telah difasilitasi.
Upaya diversi dilakukan Kepolisian Resor Kota Pontianak dengan mempertemukan para pihak, yakni keluarga korban yang dihadiri kuasa hukumnya dengan pihak pelaku yang juga dihadiri kuasa hukum mereka. Upaya itu dilakukan Kamis malam selama tiga jam.
”Dalam pertemuan itu, pihak korban tetap menuntut agar pelaku diproses secara hukum. Maka, kami melanjutkan penyidikan ini. Jumat pagi, kami laksanakan pengiriman berkas perkara tahap 1,” kata Kepala Polresta Pontianak Komisaris Besar Anwar Nasir di Pontianak, Jumat (12/4/2019).
Tiga anak yang menjadi tersangka tidak ditahan karena ancaman hukumannya 3 tahun 6 bulan atau di bawah 7 tahun. Ketua Tim Kuasa Hukum Korban Daniel Edward Tangkau mengatakan, pihaknya meminta kasus tersebut dilanjutkan hingga tingkat pengadilan.
Ia berharap dalam proses peradilan nanti akan terungkap apa yang sebenarnya terjadi pada kasus yang menyedot perhatian besar masyarakat itu.
”Kejadian itu bukan kejadian biasa-biasa saja. Korban hingga kini masih dalam perawatan intensif. Selain itu, sampai saat ini juga belum ada pihak keluarga pelaku yang datang meminta maaf,” kata Daniel.
Kuasa hukum yang lain, Umi Kalsum, mengatakan, pihaknya menolak hasil visum yang menyatakan pada tubuh korban tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Kuasa hukum korban juga kembali menyatakan akan meminta visum ulang.
”Kami belum mendapat hasil visum. Saya sudah berusaha meminta hasil visum kepada pihak rumah sakit. Namun, tidak diberikan karena katanya yang boleh meminta hasil visum hanya polisi, jaksa, dan hakim,” ujarnya.
Jumat pagi, ia memperlihatkan sejumlah foto yang menunjukkan lebam di sejumlah bagian tubuh korban. Namun, foto-foto itu tidak menggambarkan informasi yang ramai di jagat media sosial bahwa terjadi kekerasan pada organ vital korban.
Proses cepat
Menanggapi sikap keluarga korban yang menghendaki proses hukum berjalan terus, Dewi Ari Purnamawati, kuasa hukum salah satu tersangka berinisial F, mengatakan tidak masalah. Pihaknya bisa memahami perasaan pihak keluarga korban.
Namun, ia meminta prosesnya cepat. Kamis malam, dalam proses diversi, Dewi sudah menyampaikan hal itu kepada kepolisian agar memproses kasus tersebut dengan cepat. Untuk penanganan tersangka, memang harus cepat karena ingin ada kepastian hukum terhadap pihak yang mereka dampingi.
Dewi menuturkan, pada saat kasus masih ditangani Kepolisian Sektor Pontianak Selatan, pelaku sudah meminta maaf secara langsung, baik kepada korban maupun orangtua korban. Korban pun berada di Polsek Pontianak Selatan waktu itu.
Penanganan kasus itu kian berat ketika perkara tersebut terekspos melalui media sosial. Komentar netizen kian tidak terkendali dengan informasi yang beredar tanpa menjelaskan duduk masalahnya.
Salah satunya soal terjadi kekerasan pada organ vital korban, yang tidak terbukti dalam visum dan saksi-saksi, baik pelaku maupun sepupu korban yang saat kejadian berada di lokasi.
Tanpa mengetahui duduk masalah kasus secara utuh, netizen saling memberi komentar negatif. Sejumlah pihak, termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, pun prihatin dengan fenomena jagat media sosial terkait kasus ini, selain menyoroti pentingnya pendidikan karakter di tingkat keluarga, sekolah, dan lingkungan.
Komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Alik Rosyad, mengatakan, untuk pendampingan terhadap korban, sejak awal kasus ini bergulir sudah dilakukan pendampingan penyembuhan trauma tahap pertama. Sekarang sedang disiapkan pendampingan tahap kedua.
Para saksi juga sudah memperoleh pendampingan. Bagi para pelaku, KPPAD sedang mempersiapkan pendampingan. Sebab, mereka baru saja selesai pemeriksaan dan baru kembali ke orangtua masing-masing. (ESA)