Nama Abdel Rahman Swar al-Dahab adalah nama besar yang sangat harum di dunia politik dan militer di Sudan. Ia adalah seorang jenderal yang menjabat Menteri Pertahanan Sudan tahun 1980-an, mengudeta Presiden Gaafar Nimeiry pada 1985, memimpin dewan transisi militer, dan kemudian menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil. Figur seperti dia yang kini dinantikan rakyat Sudan.
Setelah mengudeta Presiden Nimeiry tahun 1985 dan memimpin dewan transisi militer, setahun kemudian Swar al-Dahab menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil yang dipimpin Ahmed al-Mirghani dan Sadiq al-Mahdi. Sudan pun kembali menjadi negara demokrasi.
Swar al-Dahab meninggal di rumah sakit militer di Riyadh, Arab Saudi, 18 Oktober 2018, dalam usia 83 tahun. Jejak dan langkahnya terus dikenang meski belakangan pemerintahan sipil Mirghani dan Mahdi kembali dikudeta oleh Jenderal Omar al-Bashir tahun 1989. Setelah 30 tahun berkuasa, Bashir dilengserkan pada Kamis (11/4/ 2019), berkat tekanan militer dan unjuk rasa warga selama hampir empat bulan.
Nama Swar al-Dahab kembali disebut ketua komite politik dewan transisi militer, Jenderal Omar Zein al-Abideen, dalam konferensi pers, Jumat lalu. Nama itu disebut untuk membujuk rakyat agar menerima dewan transisi militer. ”Kami tidak akan mengkhianati rakyat. Kami adalah anak-anak Swar al-Dahab,” kata Abideen.
Keputusan mengejutkan datang dari Menteri Pertahanan Ahmed Awad Ibn Auf, Jumat (12/4) malam. Ia mengundurkan diri dari jabatan ketua dewan transisi militer untuk memenuhi tuntutan rakyat, mengingatkan pada langkah bijaksana figur Swar al-Dahab.
Rakyat Sudan, hingga Jumat, masih terus berunjuk rasa menuntut mundurnya Ibn Auf yang dianggap loyalis mantan Presiden Bashir. Ibn Auf ditunjuk Bashir sebagai wakil presiden pertama, 23 Februari lalu, merangkap menteri pertahanan. Setelah Ibn Auf mundur, ketua dewan transisi militer dijabat Letnan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.
Selain Ibn Auf, lahir lagi Swar al-Dahab baru dari tubuh militer, yakni komandan pasukan pendukung cepat, Mohamed Hamdan, yang dikenal dengan julukan ”Hametti”. Hametti meminta masa transisi tiga hingga enam bulan, lebih singkat daripada masa dua tahun yang sebelumnya ditetapkan. Ia juga meminta dibentuk dewan transisi beranggotakan militer dan sipil.
Hametti meminta pula dewan transisi segera membuka dialog dengan semua elemen masyarakat dan segera menggelar pemilu bebas dan demokratis di bawah pengawasan lokal dan internasional, serta melakukan amandemen konstitusi pada masa transisi. Ia juga meminta dibentuk pengadilan khusus untuk dakwaan bagi pelaku korupsi selama era Bashir.
Kini, rakyat Sudan menanti kebijakan Burhan mengikuti jejak Swar al-Dahab. Burhan sepertinya hanya ingin meyakinkan rakyat Sudan bahwa dewan transisi militer akan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil seperti yang dilakukan Swar al-Dahab ketika menyerahkan kekuasaan kepada Sadiq al-Mahdi dan Ahmed al-Mirghani pada tahun 1986. Dewan transisi militer tak akan mengikuti jejak Ibrahim Abboud, Gaafar Nimeiry, atau Omar al-Bashir yang melancarkan kudeta militer dan menjadi diktator militer.
Sejarah kudeta
Dalam sejarah modern Sudan sejak merdeka tahun 1956, tiga kali kudeta militer mengakhiri pemerintahan demokrasi dan mengubah Sudan menjadi negara diktator militer.
Pertama, kudeta militer yang dilancarkan Ibrahim Abboud tahun 1958. Ia berkuasa hingga 1964. Kedua, kudeta militer oleh Kolonel Gaafar Nimeiry tahun 1969. Nimeiry berkuasa selama 16 tahun dan tumbang dikudeta Swar al-Dahab tahun 1985. Ketiga, kudeta yang dilancarkan Bashir tahun 1989. Bashir berkuasa selama 30 tahun hingga digulingkan Ibn Auf pada Kamis (11/4/2019).
Rakyat Sudan sangat trauma dengan kudeta militer karena hanya akan membawa Sudan menjadi negara diktator militer, seperti yang dilakukan Abboud, Nimeiry, dan Bashir. Rakyat Sudan dan kekuatan-kekuatan politik oposisi berjanji tidak akan meninggalkan jalanan kota Khartoum dan kota-kota lain sebelum militer memenuhi aspirasi rakyat dengan menyerahkan kekuasaan kepada sipil.
Kini tuntutan rakyat Sudan mendapat dukungan kuat dari tubuh militer, persisnya dari komandan pasukan pendukung cepat, Hametti. Pasukan pendukung cepat adalah pasukan khusus di tubuh militer Sudan. Sejak awal Hametti menolak menjadi anggota dewan transisi militer bentukan Ibn Auf karena komposisinya didominasi militer tanpa melibatkan sipil.
Kini, menarik ditunggu hasil forum dialog antara komite politik dewan transisi militer dan elemen masyarakat dari kekuatan-kekuatan politik serta perwakilan pengunjuk rasa. Dialog politik akan menjadi forum mencari titik temu antara militer di satu pihak serta kekuatan-kekuatan politik dan perwakilan pengunjuk rasa di pihak lain tentang model masa depan politik Sudan pascaera Bashir.
Forum dialog itu sangat penting dan strategis sebagai forum komunikasi untuk membangun saling pengertian sehingga tercapai titik temu kepentingan antara militer, kekuatan-kekuatan politik, dan perwakilan pengunjuk rasa. Forum dialog itu diharapkan bisa mencapai kesepakatan yang melahirkan Swar al-Dahab baru di Sudan.