JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum sedang menyiapkan pengaturan teknis dan logistik untuk pemungutan suara susulan, lanjutan, dan ulang pada Pemilu 2019 di sejumlah daerah. Munculnya persoalan ini dinilai tidak terlepas dari kompleksitas dan skala pemilu di Indonesia.
Walaupun, dari sisi kuantitas, persoalan itu tidak signifikan untuk mengganggu hasil pemilu secara nasional, kejadian ini harus menjadi bahan evaluasi penyelenggara pemilu. Evaluasi ini penting untuk menjamin perbaikan pelayanan dan perlindungan hak pemilih di kemudian hari.
Data KPU pada 17 April tengah malam, pemungutan suara susulan akan dilakukan di 2.249 tempat pemungutan suara (TPS) di 18 kabupaten dan kota. Hal ini disebabkan adanya keterlambatan logistik atau karena terjadi bencana alam. Jumlah itu berkisar 0,28 persen dari total 810.193 TPS pada Pemilu 2019. KPU masih mendata jumlah TPS perlu ada pemungutan suara ulang.
Anggota KPU, Ilham Saputra, di Jakarta, Jumat (19/4/2019), menyampaikan, KPU tengah menyusun data keseluruhan mengenai lokasi-lokasi TPS di seluruh Indonesia yang berpotensi mengalami pemungutan suara ulang, susulan, dan lanjutan. Hal ini menyusul rekomendasi terkait dari Bawaslu yang masih terus bergulir.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, penyelenggaraan Pemilu 2019 yang diselenggarakan serentak antara legislatif dan pemilihan presiden serta dilakukan manual memang membuka terjadi keterlambatan pengiriman logistik dan juga tertukarnya surat suara.
”Di tengah masyarakat yang menghadapi pemilu ke pemilu dan menghendaki adanya standar lebih baik mestinya penyelenggara membangun perencanaan dan mitigasi masalah di lapangan secara maksimal,” kata Titi.
Menurut Titi, penyelenggara pemilu juga harus bisa mengomunikasikan hambatan itu sehingga persoalan yang menjadi masalah teknis itu tidak dianggap berpengaruh substansial terhadap hasil pemilu. Titi juga menekankan, walaupun ada persoalan yang menyebabkan ada pemungutan suara ulang, susulan, dan lanjutan, hal ini tidak bisa digeneralisasi bahwa penyelenggaraan Pemilu 2019 berlangsung kacau. ”Walaupun persentasenya kecil, tetap harus terus diperbaiki,” kata Titi.
Persiapan daerah
Di sejumlah daerah, KPU setempat tengah menyiapkan penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU). Di Jawa Tengah, misalnya, PSU akan dilakukan di enam TPS di lima kabupaten dan kota. Hal ini dilakukan lantaran Bawaslu menemukan tidak sahnya proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS-TPS tersebut.
”Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadi pemungutan suara ulang. Di Kabupaten Tegal, misalnya, ada orang yang bisa memilih, padahal tidak punya hak pilih. Sementara di Jepara, pemungutan dan penghitungan suara tidak dihadiri Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal itu secara otomatis membuat pemungutan dan penghitungan suara tidak sah,” ujar anggota KPU Jawa Tengah, Ikhwanudin.
Di Nusa Tenggara Barat ada tiga TPS yang akan menjalani PSU. Ketua KPU Nusa Tenggara Barat Suhardi Soud di Mataram mengatakan, sesuai dengan ketentuan, PSU dilakukan paling lambat 10 hari setelah pemungutan suara 17 April. ”TPS tanpa pemungutan suara ulang rekapitulasinya tetap jalan agar tidak ada tahapan yang terhenti,” ujarnya.
Di Kalimantan Barat, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat merekomendasikan PSU di tujuh TPS. Hal itu perlu dilakukan karena ada beberapa TPS yang tak memiliki surat suara calon presiden-calon wakil presiden dan DPD serta ada pencoblosan yang diwakilkan.
Anggota Bawaslu Kalbar, Faisal Riza, mengungkapkan, tujuh TPS itu ada di Kabupaten Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu. Rekomendasi PSU di TPS-TPS itu sudah disampaikan kepada KPU Kalbar.
Selain tujuh TPS itu, ada pula TPS lain yang berpotensi terjadi PSU. Di Kabupaten Bengkayang ada dua TPS berpotensi PSU karena kekurangan surat suara DPD. Kemudian, ada warga yang tidak terdaftar di daftar pemilih tetap, tetapi menggunakan hak pilihnya menggunakan KTP-el, tetapi di TPS yang tidak sesuai dengan alamat KTP-el yang bersangkutan. KPPS memperbolehkan orang itu untuk memilih di TPS tersebut.