Dalam budaya suroboyoan, cuk adalah penggalan kata jancuk, ekspresi makian sekaligus keakraban dan kehangatan. Oleh pasangan Hadi Subagiyo-Mujiati, CUK! jadi merek sambal, penyengat lidah sekaligus pemancing serapah.
Oleh
Ambrosius Harto
·4 menit baca
Dalam budaya suroboyoan, cuk adalah penggalan kata jancuk yang mengekspresikan makian sekaligus keakraban dan kehangatan. Oleh pasangan Hadi Subagiyo dan Mujiati, CUK! jadi merek sambal, berarti Cabe Ulek Kemasan. Penyengat lidah sekaligus pemancing serapah.
Bajak terasi, bawang, ijo teri medan, ikan asin klotok, ikan asin peda, kemangi, korek bebek, matah bali, original cabe, pecel sangrai, petai bawang, petai ikan asin klotok, rica tuna asap, roa asap manado, rujak cingur, teri jawa, udang ebi, dan rendang adalah varian sambal dalam kemasan PetCan 150 gram. Beberapa varian juga tersedia dalam kemasan saset 23 gram.
Inilah produk yang lahir dari sembilan tahun jatuh bangun perjalanan usaha Mujiati-Hadi Subagiyo di Sidoarjo, Jawa Timur. Sambal CUK! lahir dari rahim pedas dunia kewirausahaan yang digeluti Mujiati sejak 2010.
Mujiati sempat ”mengabdi” selama 25 tahun di perusahaan kecantikan. Berjualan sambal siap konsumsi memang bukan bisnis sampingan pertama Mujiati, melainkan es doger, di sela kerja sebagai karyawan. Namun, usaha itu tidak langgeng. Dia lalu berjualan keramik, kemudian penutup sepeda motor, dan katering. Semua usaha berakhir dengan ketidakpuasan, kecuali sambal.
Selain menggemari sambal, Mujiati cukup terampil meramu bahan dan membuat ”penyempurna” makanan itu. Resep perdana dan andalan, yakni sambal ikan asin klotok, jadi bekal rutin ke kantor yang juga disukai dan sering dipesan oleh rekan kerja.
Pada tahun 2010, persaingan bisnis sambal siap konsumsi relatif ringan. Mujiati melihat peluang dari banyaknya pesanan. Dia mengikuti pelatihan kewirausahaan pangan di Departemen Kesehatan, November 2010, untuk mengembangkan diri. Dia lalu mengurus izin produksi industri rumah tangga (PIRT) sampai terbit pada Januari 2011.
Produksi berlanjut dan awalnya ditangani sendiri. Mereka merasakan pedasnya tangan memetik cabai, mengulek, dan memasak sambal. Awalnya, kualitas produk belum stabil sehingga mereka memutar otak. Keduanya yakin bahwa produk bermutu harus dimulai dari bahan terbaik. Cabai, minyak goreng, rempah, dan kemasan harus yang terbaik.
Pemasaran dalam jaringan aplikasi BlackBerry Messenger paling populer saat itu. Dua tahun kemudian terbit sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia. Delapan varian, terutama sambal ikan asin klotok, mulai dikenal luas dan diulas majalah Lezat. Apresiasi positif melambungkan merek ini dan mendatangkan gelombang pesanan. Demi fokus dalam berbisnis, Mujiati memutuskan mundur dari perusahaan. Hidup berubah 180 derajat.
Berani
Pada November 2013, Mujiati ikut lomba ”Bertarung Inovasi Sambal Anak Negeri” oleh Bank Indonesia. Ibu dua anak ini sukses masuk 20 besar dengan hadiah mengikuti pelatihan pemasaran, pengemasan, dan keamanan pangan selama 12 hari di Jakarta. Setahun kemudian, Mujiati ikut program realitas ”Berani Jadi Miliarder” oleh Metro TV dan jadi juara.
Sengatan Sambal CUK! meledak. Popularitas meningkat. Terpaan dari pesaing mulai datang. Pada tahun itu, keduanya mendaftarkan merek untuk mendapat paten. ”Inovasi tak boleh berhenti, jika dikejar anjing, harus berlari lebih kencang dan jangan lengah,” kata Mujiati.
Pada 2015 keduanya mengurus segala persyaratan untuk mendapat sertifikat manajemen mutu ISO 9001:2015 dari ACS. Pasar ekspor pun dirambah. Distribusi produk di mancanegara diserahkan kepada eksportir. Yang terang, Sambal CUK! ada di Singapura, Malaysia, Vietnam, Taiwan, Jepang, bahkan Amerika Serikat.
Berbagai perbaikan menorehkan prestasi cemerlang, seperti Karya Cipta Adi Nugraha 2016 Surabaya, Siddhakarya Penghargaan Produktivitas 2016 Jawa Timur, dan UKM Pangan Award 2016 Kementerian Perdagangan. Selanjutnya, Paramakarya Penghargaan Kualitas dan Produktivitas 2017 dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Yang terang, Sambal CUK! ada di Singapura, Malaysia, Vietnam, Taiwan, Jepang, bahkan Amerika Serikat.
Pada Februari 2017 ada surat pemberitahuan kedatangan auditor Food and Drug Administration (FDA). Merespons itu, Sambal CUK! merenovasi dan melengkapi dapur untuk memenuhi standar keamanan. Selain itu, keduanya mengurus sampai mendapatkan sertifikat HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam hal keamanan pangan dari ACS.
Dengan 15 karyawan dan belasan pekerja borongan saat ini, Mujiati memproduksi 19 varian sambal 20.000-25.000 PetCan ukuran 150 gram per bulan. Selain itu, enam varian sambal sebanyak 50.000 saset ukuran 23 gram. Mujiati juga memproduksi bumbu masak sebagai ikhtiar melanjutkan misi menduniakan rempah Nusantara setelah sambal. Dia juga mempersiapkan produksi sambal saus karena digemari mancanegara.
”Model bisnis lanjutan sedang kami rintis, misalnya waralaba, sedangkan pasar domestik juga masih terlalu besar. Perjalanan masih jauh dan saya perlu lebih kuat agar menjadi maju,” kata Mujiati.