Warung Tuman, Olahan Ikan Rasa Udik di Serpong
Masakan berbahan utama ikan akan semakin berasa nikmatnya jika disantap sembari duduk lesehan dan makan dengan tangan tanpa menggunakan sendok. Dalam ukuran selera khusus pemburu kuliner unik, menyecap ikan dalam suasana lain seolah berada di dapur sendiri di rumah perdesaan akan menjadi cerita tersendiri.
Konsep menikmati makan ikan dengan suasana dapur di sebuah rumah perdesaan diangkat Warung Tuman di Jalan Keramat Beringin II, Jalan Ciater Tengah, Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Untuk konsep ini, warung yang menyajikan makanan utama ikan calabalatuik dan mangut pari tersebut mengangkat slogan ”Ayo mangan neng umah”.
Ayo mangan neng umah.
Suasana perdesaan terwakili dengan hadirnya aliran sungai yang membelah warung ini dengan kawasan perumahan. Pohon bambu menghiasi pinggiran kali. Jika sedang tidak berisik, suara gemericik air sungai terdengar. Sesekali bisikan bunyi dedaunan bambu beradu karena tertiup angin.
Semakin sore, suasana perdesaan makin berasa. Selain angin sepoi-sepoi, nyanyian jangkrik saling berbalasan. Suara merdu sang kodok juga akan saling bersahutan jika sore itu sehabis hujan.
”Pencinta kuliner yang suka berburu yang unik-unik pasti akan senang dengan suasana di tempat ini. Kami menciptakan suasana seolah makan di rumah sendiri dan di perdesaan,” kata Eko Sulistyanto, pemilik Warung Tuman, Kamis (18/4/2019).
Dulunya hingga tahun 2012, kata Eko, kawasan tersebut masih berupa sebuah hutan kecil. Sisa-sisa hutan masih terlihat antara lain adanya pohon karet dan pohon jambu mede berukuran besar. Selain bambu yang rindang, di sekitaran pinggiran sungai terdapat beberapa pohon sagu.
Memang, jalan menuju ke sana melewati pepohonan dan hutan bambu. Padahal, apabila ditarik garis, aslinya cuma sejengkal dari titik pusat keramaian Granada Square Bumi Serpong Damai (BSD). Hening dan asri. Isinya biawak, aneka burung, serangga, dan macam-macam pepohonan.
”Kombinasi yang pas sebagai warung makan tradisional,” ujar Eko.
Hening dan asri. Isinya biawak, aneka burung, serangga, macam-macam pepohonan.Kombinasi yang pas sebagai warung makan tradisional.
Sulit-sulit gampang mencari tempat Warung Tuman ini. Tempatnya agak masuk sekitar 300 meter dari jalan raya. Jika menggunakan bantuan dari Google Map, titiknya tidak persis sampai ke tempat itu.
Eko mengakui, lokasi warungnya menawarkan pengalaman kuliner yang berbeda, unik, dan menantang. Butuh sedikit perjuangan untuk menemukan.
”Mirip warung makan di dusun-dusun Jogja. Mblusuk di pinggir kali. Warung kami terjepit di antara perkampungan di Ciater Tengah dengan perumahan BSD, seperti Sevilla dan Crysan,” ujar Eko.
”Kebanyakan yang datang biasanya menelepon terlebih dulu. Nanti, setelah dekat, kami yang akan menuntun masuk ke sini (Warung Tuman),” kata Nanin Upiyanti (42), istri dari Eko sekaligus juru masak andalan Warung Tuman.
Kebanyakan yang datang biasanya menelepon terlebih dulu. Nanti, setelah dekat, kami yang akan menuntun masuk ke sini (Warung Tuman).
Kompas juga kesulitan mendapat lokasi Warung Tuman. Akan tetapi, setelah dituntun pemilik warung, akhirnya sampai kami ke tempat yang dituju. Namun, ketika menggunakan ojek online, setelah mendapat tuntunan dengan mudah, pengemudi ojek tersebut tiba di lokasi.
Santi (41), warga Tanjung Priok yang datang ke Warung Tuman, Kamis (18/4/2019), juga kesulitan untuk mendapatkan lokasi ini. Ia akhirnya bisa tiba setelah perjalanan dituntun Nanin.
Jika menggunakan kereta api, sebaiknya turun di Stasiun Rawa Buntu dan naik ojek pangkalan atau ojek daring ke tempat ini. Walau di aplikasi belum tercantum nama tempat tersebut, pemilik warung akan menuntun pengemudi ojek untuk bisa tiba ke tempat yang dituju.
Bagi yang pernah ke tempat ini, seperti namanya, Tuman (ketagihan atau kecanduan, bahasa Jawa) orang yang pernah menikmati masakan nyonya rumah Nanin Upiyanti pasti bisa jadi balik lagi ke tempat ini.
Suasana dapur
Jangan kaget, saat masuk ke Warung Tuman, tempat makannya berbeda dengan restoran atau kedai makan lainnya. Suasana yang ditawarkan adalah makan di sekitaran dapur.
Dinding dapur terbuat dari bambu, atap genteng dengan tiang plafon dari baja ringan.
Di dapur ini terdapat kompor gas, rak piring, dan gelas dari bambu, tempat cuci piring, dan dua dipan bambu. Dipan bambu inilah yang digunakan sebagai tempat duduk untuk makan lesehan. Ada juga dipan kayu untuk tempat duduk pengunjung.
Jika ingin suasana yang lebih leluasa, tersedia tempat duduk dipan dari bambu lainnya di halaman depan warung tersebut. Di tempat ini, sembari makan, pengunjung bisa lebih leluasa melihat pepohonan bambu dan suara gemericik air sungai sembari menikmati angina sepoi-sepoi.
Makanan istimewa dari leluhur
Warung Tuman menjual masakan utama, yakni ikan calabalatuik dan ikan mangut pari asap. Akan tetapi, jika ingin memesan makanan lainnya, juru masak akan sesegera menyiapkannya asalkan bahan baku tersedia. Dalam istilah, palugada atau apa lu mau gua ada.
”Apa saja makanannya bisa dipesan asalkan bahan baku dan bumbunya lengkap. Saya itu tidak mau kalau satu masakan tidak lengkap bumbunya. Mendingan enggak disajikan daripada ada bumbu atau salah satu bahan yang kurang,” ujar Nanin.
Mau pesan mi goreng, pisang goreng, udang goreng tepung, bahkan seblak mi juga tersedia. Calabalatuik sendiri adalah makanan khas Padang yang diracik khusus oleh Nanin, berdarah campuran Padang dan Jawa.
”Namanya calabalatuik. Waktu direbus, kan, meletup-letup, letui letui. Itu kata ayah saya,” ujar Nanin.
Namanya calabalatuik. Waktu direbus, kan, meletup-letup, letui letui. Itu kata ayah saya.
Masakan itu, diakui Nanin, hampir tidak ada di restoran padang. ”Sejauh ini saya belum pernah mendapatkan makanan ini di tempat makanan Padang, selain yang saya buat,” ucap Nanin.
Bahkan, Nanin mengecek ke Google, kategori masakannya itu tidak muncul. ”Makanya, aku berani bilang ini spesial. Unik. Juga enak, dong, pastinya,” kata Nanin.
Karena masakan ini masih langka, Nanin yang sebelumnya pernah membuka warung dan kedai makan, termasuk bersama sejumlah rekannya membuka kedai Masakan Nusantara di Kedai Pos, Kota Tua, memutuskan menjual masakan istimewanya itu dan memperkenalkannya kepada pencinta kuliner.
Menurut Nanin, masakan ikan calabalatuik adalah masakan istimewa keluarganya. ”Makanan ini hanya ada ketika Lebaran, baik saat kami pulang ke Bengkulu maupun orangtua kami datang ke Jakarta. Jadi istimewa, bukan makanan keseharian,” kata Nanin.
Nanin meneruskan dan mengembangkan resep ikan cabalatuik dari leluhurnya. Resep ini, tambah Nanin, sudah ada sejak buyut dari ayahnya, Amir bin Jamil, ayahnya, dan diteruskan hingga dirinya.
”Yang berbeda adalah kalau dulu ayah menggunakan kayu dan tungku untuk memasaknya, tetapi saya menggunakan kompor gas. Ke depannya, saya akan menggunakan tungku supaya rasa dan bau khas kayu bakar bisa seperti masakan leluhur,” papar Nanin.
Dulu, saat orangtuanya memasak masakan ini dibilang makanan orang kurang kerjaan sebab ikannya dimasak berulang kali dan ribet. Ikan direbus dengan daun pisang, setelah meletup-letup (letui-letui), ikan nila diangkat dan dibakar.
Selanjutnya dimasak dengan bumbu sapujagat (bumbu yang bisa dipakai untuk masakan apa saja, istilah dalam keluarga Nanin) bersama sayur singkong, ditambah daun jeruk dan daun kunyit.
Sepiring ikan cabalatuik terhidang di atas dipan bambu, Kamis siang. Ikan yang berselimut hijau dari daun pisang, daun jeruk, dan daun kunyit dalam kolam berwarna putih dari santan.
Ikan nila terasa gurih, pedas, dengan aroma daun jeruk dan rempah, serta sensasi bau harum khas ikan bakar. Daging ikan yang berwarna putih terasa lembut di mulut.
Menikmati makan siang atau makan dengan menu ikan ini akan lengkap jika dipadukan dengan ikan mangut pari serta oseng sayur kembang pepaya daun singkong dan ikan teri.
Segelas es jeruk kunci atau yang hangat melengkapi makanan siang atau malam.
Promosi lewat media sosial
Warung Tuman ini buka mulai pukul 10.00 hingga 21.00. Selain datang langsung ke warung tersebut, kata Eko, masyarakat dapat memesan melalui nomor telepon 085715364741. Mereka akan mengantarnya dengan menggunakan jasa ojek daring.
Eko mengatakan, ia bersama istrinya memasarkan produk makanan mereka melalui media sosial, seperti Twitter, Instagram, dan Facebook. ”Alhamdulillah banyak yang datang,” kata Eko.